JAKARTA, GRESNEWS.COM - Beredarnya foto pertemuan Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kapolda Sumatera Utara, dan Gubernur Papua Lukas Enembe di kediaman Kepala BIN menjadi perbincangan hangat di media Sosial. Bahkan sejumlah spekulasi menyeruak seiring pertemuan yang terkesan diam-diam itu.

Spekulasi yang mencuat diantaranya pendapat bahwa pertemuan itu berbau politik sehubungan adanya rencana pemasangan Gubernur Papua Lukas Enembe dan Kapolda Sumatera Utara Irjen Paulus Waterpauw menjadi Gubernur dan Wagup Papua.

Spekulasi lain menyebut pertemuan yang digelar di Kediaman Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan di kawasan Kebayoran terkait kasus pembahasan kasus dugaan korupsi pada pengelolaan APBD Papua 2014-2016.  


Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto pun mengaku tidak memiliki informasi terkait pertemuan itu. "Saya tidak punya info tentang hal itu," katanya.

Kecurigaan juga dirasakan oleh Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai. Ia pun  mempertanyakan kepentingan pertemuan tersebut. Natalius Pigai bahkan melihat kejanggalan kenapa harus Kepala BIN yang memanggil Kapolda Sumut, bukan Kapolri.

"Pertemuan yang menghadirkan Paulus Waterpauw cukup mengagetkan kita semua, kanapa Kepala BIN hadirkan Kapolda Sumatera Utara, kenapa bukan Kapolri di Mabes Polri kalau hanya soal kasus yang dihadapi oleh Pak Lukas Enembe?" kata Pigai melalui keterangan tertulisnya, Jumat (15/9).

Pigai mengaku telah bertemu dan berbicara langsung dengan Lukas Enembe, Ketua DPR Papua, Ketua MRP Papua dan Ketua Relawan Lukas Enembe. Menurut Pigai, Komnas HAM melihat Lukas berada di bawah tekanan.

"Komnas HAM sebagai lembaga penjaga kemanusiaan harus selamatkan seorang putra terbaik bangsa Papua ini," katanya.

Untuk itu, Pigai menyatakan,  Komnas HAM memiliki beberapa catatan untuk BIN. BIN adalah roh dan jantung NKRI yang mesti bekerja sesuai kewenangan yaitu menjaga kebhinekaan dan keutuhan NKRI.

Menurut Pigai, menghadirkan Paulus Waterpauw tidak ada hubungannya dengan gangguan disintegrasi politik di Papua. Justru para politisi, pengamat, rakyat Indonesia dan Papua disebut Pigai marah dan mengkritisi BIN berpolitik praktis.

"Apalagi isu BIN memaksa Lukas Enembe berpasangan dengan Paulus Waterpauw. Kepentingan BIN terkait politik ini apa?  BIN kerja untuk Partai Politik apa? Bahkan BIN kerja untuk kepentingan calon Presiden Siapa? Apakah tindakan itu adalah tugas badan Inteligen negara? tanyanya.

Dia mengatakan jika itu yang terjadi, maka BIN lebih cenderung menjadi alat kekuasaan bukan alat negara. "Kita harus selamatkan Badan Intelijen Negara ini," tandasnya.

Bahkan Pigai menduga, Lukas Enembe dipaksa menandatangani surat komitmen untuk menangkan Presiden Jokowi dan PDIP 2019. "Tindakan itu bertentangan dengan kewenangan dan penyalahgunaan kewenangan," ujar.

Komnas HAM menurut Pigau sedang monitor keselamatan jiwa Lukas Enembe karena Komnas HAM menerima isu tidak elok.

Namun Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto membantah adanya kepentingan politik dalam pertemuan tersebut. Maupun masalah dugaan ada deal dalam kasus dugaan korupsi pada pengelolaan APBD Papua 2014-2016 seperti yang diisukan di media sosial.

Ia menegaskan pertemuan itu untuk berkoordinasi terkait keamanan Pilkada Papua 2018. "Polri dan BIN memandang perlu dilakukan konsolidasi, terutama menyangkut aspek keamanan," ujar Rikwanto.

Alasanya menurut Rikwanto, beberapa kali tercatat konflik horizontal yang terjadi di Papua karena dampak Pilkada 2017, seperti di Lany Jaya, Intan Jaya, dan Puncak Jaya.

"Pertemuan antara Kapolri, Kepala BIN, Gubernur Papua Lukas Enembe, dan Irjen Paulus Waterpauw, selaku putra daerah Papua adalah untuk mencari solusi terkait pencegahan, penanganan, dan antisipasi konflik horizontal," ungkap Rikwanto dalam keterangannya, Jumat (15/9).

Menurut Rikwanto pendekatan yang dilakukan Gubernur Papua dan Paulus Waterpauw dianggap tepat. Dengan pendekatan kultural yang mengedepankan putra daerah, diharapkan masyarakat Papua dapat menyambut dan melaksanakan Pilkada Serentak 2018 dengan baik tanpa konflik apa pun.

"Kapolri dan Kepala BIN tentu saja mempunyai kepentingan terkait situasi keamanan Papua," jelasnya.

Menurutnya sebagai provinsi dengan kondisi geografis dan budaya yang khas, antisipasi dan pencegahan konflik Papua perlu dilakukan lebih dini. Polri dan aparat intelijen yang mempunyai kemampuan melakukan deteksi dini dan pencegahan dini atas ancaman wajib menjaga Papua tetap aman.

"Koordinasi keamanan Lukas Enembe, Paulus Waterpauw, Kapolri, dan Kepala BIN tersebut sekaligus membantah kabar di media sosial yang menyebutkan bahwa terjadi deal politik terkait Pilkada Papua," tuturnya.

Rikwanto menegaskan, Kapolri, Kepala BIN, Lukas Enembe, dan Paulus Waterpauw selaku pejabat negara tidak mempunyai kepentingan terhadap pilihan politik. Namun, sebagai aparat negara yang bertanggung jawab atas keamanan, tentu saja wajar jika mereka melakukan koordinasi demi terjaminnya keamanan Pilkada 2018 di Papua.

PEMBICARAAN SOAL KEAMANAN PAPUA - Senada dengan Polri, Gubernur Papua Lukas Enembe juga membantah bahwa pertemuan antara Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw untuk memasangkan Lukas-Paulus dalam Pilgub Papua 2018. Pertemuan itu menurutnya semata-mata laporan dari Lukas agar persatuan dan kesatuan bisa terjadi di Papua.

"Pertemuan itu memang terjadi. Tepatnya di rumah Kepala BIN di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/9) lalu. Tapi Bukan itu (dipasangkan dengan Paulus)," ungkapnya.

Lukas mengatakan pertemuan itu membahas banyak hal. Salah satunya mengenai kejadian pascapilkada serentak 2017. Lukas mengatakan  meminta kepada BIN untuk menyampaikan kepada Mendagri Tjahjo Kumolo untuk segera melantik.

"Bahkan ada lima wilayah yang PSU (pemilihan suara ulang). Sesuai putusan MK (Mahkamah Agung) harus segera dilantik. Saya meminta arahan agar tidak terjadi bentrok nanti," ujarnya.

Selain itu, menurut Lukas pertemuan itu juga membahas pelaksanaan otonomi khusus di Papua. kata dia pelaksanaan otonomi khusus di Papua tinggal 6 tahun lagi.

Pihaknya menyarankan agar pemerintah pusat menyiapkan grand design. "Nah setelah otonomi khusus itu nanti seperti apa. Saya diskusi itu," tegas dia.

Disamping itu disadari bahwa hampir di setiap pilkada selalu terjadi permasalahan. Akibatnya, banyak pembangunan yang dilakukan, tapi kemudian hancur karena dibakar. "Tentu rakyat juga yang kasihan," ujarnya.

Selain itu Lukas juga melaporkan bahwa Papua akan menjadi tuan rumah PON pada 2020.
 "Kami meminta dukungan dari BIN dan Polri untuk mengamankan itu," katanya. (dtc)

BACA JUGA: