JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dalam pelaksanaan tugas pengamanan Pilpres polisi juga melakukan pencatatan dan penghitungan surat suara di setiap TPS. Bahkan hasil tersebut juga diambil gambarnya yang kemudian dilakukan rekapitulasi sendiri oleh polisi.

Maka tak heran jika hasil penghitungan suara oleh polisi ini lebih akurat dan tidak gampang dimanipulasi. Hanya saja hasil penghitungan itu hanya untuk kepentingan internal kepolisian dan tidak dipublikasikan. Sehingga dipertanyakan jika ada pihak dari salah satu pasangan calon presiden yang mengklaim mendapatkan data perhitungan tersebut dari kepolisian.

Ketua Presidium Indonesia Police Wacth (IPW) Neta S Pane membenarkan bahwa polisi melakukan pencatatan terhadap hasil pilpres. Data itu menurutnya sangat akurat. "Tapi data tersebut tidak pernah bocor hanya dikonsumsi internal kepolisian," kata Neta kepada Gresnews.com, Kamis (10/7).

Sehingga ia menyangsikan adanya klaim kemenangan salah satu pasangan capres berdasarkan data dari 275 TPS di 33 provinsi, yang berasal dari catatan polisi. Pihaknya mengakui mendapat laporan ada catatan hasil perhitungan polisi yang menjadi konsumsi publik dan digunakan untuk kepentingan kelompok tertentu. Neta memastikan data-data yang mengatasnamakan kepolisian tidak benar dan hanya manuver kepentingan tertentu.  " Sebab jika terjadi sama saja polisi tidak netral dalam pilpres. Itu menyesatkan dan memojokkan Polri, dan itu hanya mengadu domba," kata Neta.

Senada dengan Neta,  Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie juga membantah ada hasil pencatatan polisi yang beredar dan memenangkan pasangan capres tertentu. Sebab polisi tidak pernah mengeluarkan hasil pencatatan dan rekaman hasil penghitungan di TPS untuk konsumsi publik. "Tidak benar. Info yang beredar yang menggunakan data pencatatan dari kepolisian, itu tidak benar," kata Ronny di Gedung Humas Mabes Polri, Kamis (10/7).

Sebab data itu digunakan polisi untuk kepentingan internal, khususnya digunakan untuk mendukung anggota yang akan menjadi saksi dalam sengketa Pilpres. Sebab ketika ada permasalahan hasil pemungutan suara di TPS, merekalah yang mengetahui langsung dengan catatan tersebut. "Itu digunakan sebagai bukti untuk menguatkan mereka," kata Ronny.

Dalam rilisnya, IPW menyebut bahwa situasi Kamtibmas pasca pengumuman hasil quick count Pilpres 2014 seperti "hamil tua". Ketegangan sosial menjadi bara terpendam yang sewaktu-waktu bisa meledak menjadi kekacauan.  Sebab kontroversi hasil quick count telah memicu ketegangan masing-masing kubu.

Setidaknya ada 8 lembaga quick count yang mengatakan Jokowi-JK sebagai pemenang pilpres, yakni Litbang Kompas, Poltracking, Populi Centre, RRI, LSI, Indikator, SMRC, dan Cyrus Network.  Sementara ada 4 lembaga quick count yang menghitung Prabowo-Hatta menang, yakni JSI, LSN, IRC, dan Puskaptis.

Ketegangan meningkat tatkala masing-masing capres dan pendukungnya mendeklarasikan kemenangan mereka berdasarkan hasil hitung cepat yang berbeda-beda.  Beberapa jam setelah hasil quick count keluar, para pendukung capres sempat melakukan konvoi dan pertemuan akbar di tempat-tempat umum.

Sehingga IPW mendesak polisi melarang massa dari kedua kubu untuk melakukan konvoi dan kegitan yang bersifat massal sebelum KPU mengumumkan hasil pilpres yang sesungguhnya. Selain itu, Polri perlu meningkatkan kinerja intelijen, Babinkamtibmas dan patroli di kawasan-kawasan rawan serta strategis agar bisa melakukan deteksi maupun antisipasi dini.

BACA JUGA: