JAKARTA, GRESNEWS.COM - Paska dibatalkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian oleh Mahkamah Konstitusi pada 2014 silam, pemerintah kembali mengajukan RUU Perkoperasian yang baru ke Komisi VI DPR RI. Draf RUU tersebut dinilai akan bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam UU 17/2012  sebelumnya yang dinilai telah melenceng dari semangat awal pendirian koperasi sebagai soko guru perekonomian.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Asman Natawijana mengaku menyambut baik draft yang diajukan pemerintah terkait RUU Perkoperasian. Sebab ia menilai, semangat dalam UU 17/2012  sebelumnya telah melenceng dari semangat awal yang ingin memperkuat basis ekonomi anggota koperasi. Dia menangkap draft yang diajukan pemerintah merupakan upaya untuk memperkokoh dan mengembalikan kepada samangat awal.

"Undang-undang koperasi pada dasarnya dari anggota untuk anggota pula. Bukan seperti UU Nomor 17/2012. Jadi kita akan mengembalikan roh perkoperasian kita," kata Azam kepada wartawan di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (22/3).

Sebelumnya MK dalam putusannya membatalkan seluruh pasal dalam UU Nomor 17 tahun 2012 yang telah diberlakukan selama 5 tahun itu. MK beralasan UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 yang pada prinsipnya mengedepankan semangat gotong-royong dalam UU Perkoperasian. Semangat itu malah tidak tampak dalam norma UU No 17/2012, UU tersebut justru lebih bersifat korporasi, sehingga dibatalkan MK.

Setelah dibatalkan, MK pun memerintah kembali kepada Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 untuk mengantisipasi kekosongan hukum dalam pengelolaan koperasi. Dalam putusan 28/PUU-XI/2013 itu, memerintahkan kembali ke UU No. 25/1992 sambil menunggu adanya UU yang baru.

Azam menambahkan, Komisi VI akan berusaha menyelesaikan RUU Perkoperasian dalam waktu dekat. Sebab saat ini, Komisi VI sedang membahas RUU KPPU dan RUU BUMN yang menurutnya ditarget selesai pada akhir tahun ini.

Namun ia mengaku belum bisa memastikan soal substansi yang akan diubah dalam UU Perkoperasian. Menurutnya, sejauh ini Daftar Inventaris Masalah (DIM) juga belum masuk ke DPR. Kendati demikian, dia memastikan naskah akademik soal RUU tersebut sangat baik dan refresentatif mengakomodir semangat ekonomi kerakyatan.

Lebih jauh dia menuturkan, urgensinya pembahasan RUU Perkoperasian yang diajukan pemerintah adalah menyesuaikan perkembangan ekonomi di era globalisasi. Pasalnya, saat ini soal koperasi itu kembali kepada UU yang lama, sehingga diperlukan penyesuaian terhadap kondisi ekonomi yang terbaru.

"DIM-nya belum masuk. Nanti kita tunggu DIM dari fraksi-fraksi. Mudah-mudahan bisa lebih cepat pembahasannya," tukas politisi Partai Demokrat ini.

RELATIF MUDAH -  UU Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian sebelumnya di Judicial Review oleh Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GPRI) Provinsi Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), Pusat Koperasi An-Nisa Jawa Timur, Pusat Koperasi Bueka Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Agung Haryono, dan Mulyono ke Mahkamah Konstitusi.

Para pemohon menilai norma dalam UU No. 17/2012 bertentangan dengan amanat UUD 1945. Salah satunya soal diperbolehkannya modal asing di luar anggota yang membuat koperasi menjadi tidak mandiri. Begitupun dengan posisi koperasi dengan status badan hukumnya yang dinilai bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

Dalam rangka memperkuat posisi itu, anggota Komisi VI lainnya, Darmadi Durianto menyatakan proses pembahasan draft yang diajukan akan cepat selesai. Dia melihat, pembahasan draft RUU Perkoperasian  tersebut relatif lebih mudah dibanding UU yang lain seperti RUU BUMN.

"Saya rasa enggak lama karena tidak terlalu rumit. Conflic area-nya tidak tinggi. Enggak seperti BUMN yang conflicting-nya tinggi sekali," ungkap Darmadi di tempat yang sama.

Menurutnya, PDIP mengapresiasi langkah RUU yang menjadi inisiatif pemerintah tersebut. Asalkan, semangatnya mendorong kemandirian ekonomi, gotong-royong dan menjalankan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 pasti akan didukung.

"Semangatnya sudah sama antara DPR dengan pemerintah. Cuma tinggal nanti pembahasan selanjutnya, dan ada harmonisasi," pungkas Darmadi.

BACA JUGA: