JAKARTA, GRESNEWS.COM - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengurai lima masalah yang menjadi kendala dalam pencapaian target produksi minyak dan gas selama ini. Namun anggota Komisi VII DPR menilai lima masalah itu setiap tahun selalu diutarakan tanpa ada upaya perbaikan.

Anggota Komisi VII dari Fraksi Keadilan Sejahtera Rofi Munawar mengatakan lima permasalahan yang dilaporkan oleh SKK Migas dalam laporannya kepada Komisi VII tahun ini masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Lima masalah itu selama ini belum pernah ada penanganan yang signifikan. Saya khawatir sebelum saya di komisi 7 pun lima masalah ini sudah ada juga. Artinya tidak ada perubahan yang signifikan," kata Rofi kepada Gresnews.com usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan SKK Migas yang hanya dihadiri 12 anggota dewan, Senin (17/2).

Rofi menambahkan lima masalah terdiri dari pertama, mengatasi masalah gangguan operasi. Kedua mengurangi unplanned shutdown atau pemberhentian produksi lifting sementara waktu. Ketiga, mengatasi decline rate yang tajam.

Keempat mengatasi kendala pembebasan lahan dan perizinan. Serta kelima adalah mengatasi kendala pengadaan. Kelima kendala itu, menurut Rofi merupakan masalah yang selalu muncul dalam tiap laporan SKK Migas kepada DPR.

"Saya waktu evaluasi tahun lalu sudah minta, agar dari lima ini ada yang tidak jadi kendala lagi, setidaknya berkurang. Seperti masalah operasi. (Soal perizinan) persis seperti itu, tahun lalu jawabannya pun seperti itu," imbuhnya.

Menurut Politisi PKS itu tak tuntasnya lima masalah yang dihadapi oleh SKK Migas karena ketiadaan sinergi antara kementerian dan lembaga negara terkait. Dengan melihat permasalahan yang tidak kunjung selesai, ia menduga pemerintah pun tidak serius menyelesaikan masalah di sektor industri hulu migas Indonesia.

Dia pun tidak menampik bila permasalahan itu juga dipicu dari permainan mafia di industri minyak dan gas bumi (migas). Meski sulit membuktikannya namun permainan mafia di sektor migas sudah menjadi rahasia umum.

Sikap pemerintah juga hanya mengejar keuntungan bisnis semata dalam industri migas, tanpa memperdulikan pembuatan rencana strategis pembangunan industri Migas di Tanah Air. Padahal saat pemerintah membentuk Instruksi Presiden (Inpres), pemerintah sudah mampu mengukur dan menargetkan kapasitas produksi dan laba yang dicapai.

Pejabat pelaksana tugas (Plt.) Kepala SKK Migas Johanes Widjonarko segera menyelesaikan masalah perizinan yang menjadi satu diantara lima tantangan yang jadi kendala peningkatan produksi migas. Ia juga mengakui adanya kegagalan dalam mencapai target produksi.

"(Ada) kegagalan, jadi eksplorasi yang dihasilkan tidak baik. Kita melakukan pengawasan terhadap apa yang bisa kita prioritaskan secara eksternal. Baik pengadaan, maupun dari sisi ketersediaan lahan," kata Johanes usai sidang.

Dalam paparannya kepada DPR, Johanes memaparkan langkah-langkah untuk mengatasi lima permasalahan tersebut. Pertama, untuk mengurangi kegagalan operasi produksi dan pemboran akan memfasilitasi penyelesaian masalah proyek. Kedua, evaluasi detail atas rencana pemeliharaan fasilitas produksi dan meningkatkan pengawasan fasilitas produksi.

Ketiga, memastikan jadwal pemboran sumur pengembangan tepat waktu dan optimalisasi proses pengembangan. Keempat, jadwal pembebasan lahan diupayakan tepat waktu. SKK Migas akan terlibat langsung dalam proses pembebasan lahan. Dan mengupayakan dan mendorong terus penyelesaian Service Level Agreement (SLA) terkait perijinan. Kelima, pemutakhiran proses bisnis dalam proses pengadaan. Serta meningkatkan akuntabilitas dan Good Corporate Governance.

Dalam laporan kinerja pengelolaan industri hulu migas nasional, SKK Migas katakan pencapaian target produksi atau lifting minyak bumi sudah mencapai 98,3 persen. Atau mencapai 825 million barel oil per day (MBOPD) dari 840 MBOPD yang ditargetkan. Pencapaian target lifting gas bumi mencapai 98,4 persen. Atau 1.218 MBOEPD dari target 1.240 MBOEPD.

Pengendalian biaya cost recovery mencapai 103 persen, atau senilai US$ 15,7 miliar dari target US$ 15, 2 miliar. Sehingga dari hasil produksi hulu migas 2013 negara menerima US$ 31,4 miliar dari target sebesar US$ 31,7 miliar. Dalam hal potensi produksi yang tidak terealisasi tahun 2013 decline rate di lapangan existing mencapai rata-rata 4,1 persen. Sedangkan normalnya, kata Johanes, di atas 6 persen. Sehingga dikatakan pihaknya sudah mencapai progress perbaikan produksi.

BACA JUGA: