JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja 100 hari pemerintahan Jokowi-JK yang mencapai hingga 68,7 persen, sebagaimana terungkap dalam survei yang dilakukan Indonesia Development Monitoring (IDM), disebabkan dari  warisan permasalahan pemerintahan masa lalu yang belum terselesaikan. Ekonom senior Rizal Ramli mengatakan, selain kesalahan di masa lalu, ada juga kesalahan dalam pembuatan kebijakan oleh pemerintahan sekarang.

"Tentu banyak warisan masalah pemerintahan SBY, quatro deficits dan lain-lain, disamping tekanan Koalisi Merah Putih (KMP) internal yang semakin agresif, membuat Jokowi sulit berprestasi," kata Rizal Ramli, dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Sabtu (31/1).

Ironisnya, sambung Rizal, warisan permasalahan yang dilakukan pemerintah SBY justru diperparah lagi oleh kebijakan ekonomi pro pasar yang salah kaprah. "Tiga bulan pertama Jokowi gagal menunjukan adanya arah perbaikan kesejahteraan rakyat dan keadilan. Ada program bagi-bagi, tapi harga-harga dinaikkan," sesalnya.

Mantan Menko Perekonomian ini meyakini, jika pemerintahan Jokowi-JK tidak segera mengubah arah kebijakannya dari pro pasar ke pro rakyat, maka dipastikan komitmen untuk mensejahterakan rakyat akan semakin jauh dari harapan masyarakat. "Tidak mungkin meningkatkan kesejahteraan rakyat kalau kebijakannya neoliberal, hanya sekedar menaikkan harga," tutur Rizal.

Sebenarnya, menurut Rizal, banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk tidak menaikan harga, termasuk tarif listrik dan gas. Caranya, imbau Rizal, dengan menekan biaya produksi.

"Kebijakan hanya naikkan harga, tanpa menekan biaya, menyengsarakan rakyat dan membuat Indonesia semakin tidak kompetitif di ASEAN," imbuh Rizal.

Rizal kemudian mencontohkan hasil nyata yang telah dilakukannya semasa memimpin suatu perusahaan milik BUMN yang terus merugi. "Pada saat jadi Preskom Semen Gresik Grup, saya berhasil menurunkan biaya $8/ton dan naikkan hari kerja 50 hari/tahun. Itu yang buat SG untung besar," kenangnya.

Rizal juga mengingatkan pemerintah Jokowi-JK terhadap komitmen dalam pemberantasan korupsi, yang menjadi faktor pendukung dalam mensejahterakan masyarakat. Untuk itu, pertikaian antar lembaga penegak hukum, yakni, KPK dan Polri sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi harus segera terselesaikan.

"Rasa keadilan juga dikoyak dgn kasus Polri vs KPK. Etika Publik dan misi anti KKN diabaikan demi pertimbangan prosedur," kata Rizal.

"Kegagalan arah kesejahteraan dan keadilan 100 hari pertama harus jadi titik balik perubahan agar dapat bertahan. Masalah kesejahteraan, ekonomi, hukum, dan sosial Indonesia terlalu berbahaya jika diserahkan ke Team KW3," pungkas Rizal.

Sebagaimana diketahui, dalam survei pendapat masyarakat terhadap kinerja 100 hari pemerintahan Jokowi-JK yang dilakukan Indonesia Development Monitoring (IDM), diketahui bahwa mayoritas responden atau 68,7 persen menyatakan tidak puas terhadap kinerja 100 hari pemerintahan. Sebanyak 26,4 persen responden menyatakan puas dan 4,9 persen  tidak tahu.

Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka terhadap 1.250 responden di 33 provinsi pada 13-26 Januari  2015. Margin of error survei itu kurang lebih 1,21  persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Dalam temuan survei itu juga, sebanyak 87,7 persen responden diketahui mengeluhkan tingginya harga bahan-bahan pokok. Sisanya, sebanyak 12,3 persen berpendapat biasa-biasa saja.

Dari survei itu dapat disimpulkan bahwa pemerintahan Jokowi-JK tidak punya konsep dan aplikasi ekonomi yang jelas untuk menekan inflansi dalam jangka pendek, serta menunjukan ketidakmampuan tim ekonomi Jokowi.

Temuan survei juga menunjukkan cukup tingginya keluhan angkatan kerja baru, atau masyarakat yang mencari pekerjaan mengeluhkan kesulitan mencari lapangan kerja. Persentase responden untuk kasus ini hingga 71,8 persen. Dalam temuan survei, hampir 73,8 persen masyarakat juga mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan.

BACA JUGA: