JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perbedaan pandangan antara Presiden terpilih Joko Widodo dan Wakilnya Jusuf Kalla dalam menentukan proporsi kabinet pemerintahan selanjutnya dianggap sebagai ancaman bagi keutuhan pemerintahan mendatang. Pengamat Komunikasi Politik Emrus Sihombing mengatakan, perbedaan ini jika tidak dengan segera ditemukan titik tengahnya, berpotensi membuat pemerintahan Jokowi-JK tak stabil.

Kedua tokoh itu, kata Emrus, memang memiliki perbedaan yang cukup tajam dalam memandang bagaimana sebuah kabinet seharusnya terbentuk. Pada satu sisi, Jokowi dalam menentukan posisi menterinya mempunyai inisiatif untuk melakukan proses lelang jabatan seperti saat dia menyeleksi camat dan lurah di Jakarta.

"Para menteri yang menjabat pun tidak boleh berasal dari kalangan pengurus partai politik, agar kinerjanya benar-benar diperuntukan untuk membantu presiden dan rakyat," kata Emrus kepada Gresnews.com, Rabu (27/8).

Selain itu, Jokowi juga menginginkan adanya perampingan dan penggabungan kementerian. Dari 34 kementerian akan dibuat menjadi 27 kementerian, sehingga dapat menghemat APBN sebesar Rp3,8 triliun.

Cara pandang ini berbeda dengan JK yang beranggapan lelang jabatan tidak dapat diterapkan untuk menentukan figur menteri. JK beralasan, menteri merupakan jabatan yang penting sehingga harus melalui penunjukan langsung presiden. Seperti CEO yang tidak bisa ditandingkan tapi benar-benar dikuliti rekam jejaknya.

Jabatan menteri dari kalangan politisi pun dinilai JK tidak boleh dihapuskan, karena kabinet tidak bisa lepas dari politik dan harus menghargai suara parpol. Sementara perampingan dan penggabungan jabatan kementerian pun tidak otomatis menghemat anggaran. "Karena menurut JK pemerintah tidak dapat menawarkan program pemutusan hubungan kerja bagi pegawai negeri sipil secara sepihak," ujar Emrus.

Lantas bagaimanakah langkah memecahkan permasalahan perbedaan pandangan yang tajam diantara keduanya ini? Emrus berpendapat dalam konteks ini, JK sebagai wakil harus mengalah pada kehendak Jokowi. "Hak dan kewajiban dalam menentukan nama-nama yang akan menduduki kursi menteri berada di tangan presiden. Sehingga pihak manapun, walaupun itu merupakan wakil presidennya tidak berhak untuk mencampuri," kata Emrus menegaskan.

Menurutnya, segala ide yang diajukan Jokowi merupakan suatu ide cemerlang yang memang ditunggu rakyat Indonesia, sehingga harus didukung pelaksanaannya. Namun, Emrus mengusulkan sejumlah langkah penyelesaian perbedaan pendapat itu. "Salah satunya untuk memberi batasan pada kementerian mana yang harus dilelang dan kementerian mana yang tetap bisa melewati penunjukan presiden," ujarnya.

Jokowi, kata Emrus, harus memberi peluang untuk kementerian yang bersifat profesional untuk dilelang seperti jabatan menteri keuangan. "Dan bisa melakukan penunjukan terhadap kementerian yang bersifat politis seperti kementerian dalam negeri, luar negeri, hukum dan ham dan lainnya,"  jelasnya.

Hanya saja menurut politisi Golkar Bambang Soesatyo, cara apapun yang ditawarkan untuk mengatasi persoalan itu tidak akan mudah bagi Jokowi-JK untuk berkompromi. Jikapun ada kesepakatan, kata Bambang, diprediksi tidak akan tercapai dalam waktu dekat.

"Cara pandang mereka terlalu tajam, Jokowi cenderung progresif sedangkan JK lebih memilih perubahan bertahap," kata Bambang.                                                                                                                               

BACA JUGA: