JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ditengah proses pengusutan kasus skandal pencatutan nama presiden oleh Ketua DPR Setya Novanto, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diterpa isu penyogokan. Salah satu Wakil Ketua MKD, Junimart Girsang dituding telah ditawari uang senilai Rp20 miliar untuk mengamankan kasus Setya Novanto di MKD.  

Namun, beberapa pihak mencurigai isu ini sengaja dihembuskan pihak pendukung Novanto, untuk mengesankan bahwa MKD independen. Sebab selama ini sejumlah pihak meragukan independensi lembaga tersebut, menyusul hasil akhir penanganan kasus Novanto sebelumnya.

Namun Junimart yang dikonfirmasi terkait dugaan sogokan tersebut. Justru balik bertanya. "Siapa disogok, disogok siapa, apa yang disogok. Saya ditawari? Oleh siapa tidak tahu," tegas Junimart. Ia menambahkan. "Saya tidak pernah terima sogokan, bukan terima tapi berupaya untuk, itu bahasanya," katanya di Gedung DPR RI, Rabu (25/11).

Menurutnya isu suap adalah hal yang biasa dalam penanganan sebuah kasus. Apalagi, kasus tersebut melibatkan Ketua DPR. Sebab, kasus ini sedang ramai-ramainya diperbincangkan publik dan ini menjadi tantangan MKD untuk bekerja secara profesional.

"Saya kira itu hal biasa ya dan tidak perlu dipertanyakan, ini kan bagian dari tantangan dalam tugas MKD," tandas Junimart.

Namun, isu sogokan Rp20 miliar itu sempat mengguncang MKD. Pasalnya, arah kasus ini diduga akan berulang seperti kasus pertemuan Novanto dengan Donald Trump tempo lalu. Apalagi, diketahui KMP sudah memberikan dukungan penuh terhadap Novanto, Golkar bahkan pernah menyatakan akan membantu lewat anggotanya yang berada di MKD.

Sehingga pengamat Politik Komunikasi Hendri Satrio mensinyalir isu tersebut memang sengaja dihembuskan kelompok Koalisi Merah Putih (KMP) agar memberi kesan MKD independen. Padahal, pada kasus Trump, MKD mudah melempem hanya dengan surat intervensi Fahri Hamzah.

"Sebaiknya MKD konsentrasi pada kasus Novanto dulu dan tak perlu terpengaruh isu yang lain," kata Hendri Satrio kepada gresnews.com, Kamis (26/11).

Bila ingin menunjukkan bahwa MKD independen maka mereka harus segera melanjutkan persidangan dan mengumumkan hasil guna dinilai publik. Apalagi, mengingat banyaknya gerakan politik lewat dukungan terbuka KMP kepada Novanto.

"Tapi, ketika isu Rp20 miliar datang dari internal DPR dan terbukti benar maka sangat membuktikan bahwa DPR memang bobrok!" ujarnya

Namun, ia menyatakan kemungkinan Novanto mundur hanya terjadi bila presiden menyatakan keberatan atas pencatutan namanya atau 90% anggota DPR menyatakan mosi tidak percaya. Namun hal ini dianggap amat kecil kemungkinannya.

TATA ULANG INVESTASI - Sektor-sektor sumber daya alam, termasuk juga sektor perkebunan dan kehutanan,  memang amat rentan terjadi potensi penyalahgunaan kewenangan oleh aktor negara. Ketua Setara Institute, Hendardi menyatakan, kisruh PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan satu contoh kecil saja. Menurutnya, sektor lain hampir bisa dipastikan terdapat akses alokasi saham untuk pejabat pemberi izin dan rekomendasi.

Untuk itu, pemerintah seharusnya menjadikan kasus ini sebagai titik balik penataan ulang investasi bisnis agar mengutamakan kepentingan rakyat. "Untuk memulai penataan ini, sidang MKD atas Novanto selain terbuka, juga harus dipastikan melibatkan unsur masyarakat yang kredibel, sesuai mandat tatib DPR," katanya dalam pesan yang diterima gresnews.com, Rabu (25/11).

Hal senada juga diungkapkan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, menurutnya kontrak karya PTFI selama 48 tahun tidak pernah mendatangkan keuntungan bagi rakyat Indonesia. Sebaliknya, Indonesia malah merugi akibat ulah PTFI dan pejabat yang mudah disogok.

Sebab, kontrak dengan Freeport selama ini hanya memberikan royalti 1 persen untuk Indonesia, padahal rata-rata royalti yang diberikan perusahaan lain sudah mencapai 4-5 persen. Selain itu, limbah perusahaan Freeport dibuang juga tak pernah melalui pengolahan sehingga merusak lingkungan dan menjadi sumber penyakit.

Ditambah, PTFI tidak melakukan divestasi dan membangun smelter yang sudah diatur dalam undang-undang. Lebih lanjut ia menyatakan, hal ini tak luput dari campur tangan para pejabat Indonesia yang mudah terima uang panas agar kontrak karya bisa terus diperpanjang meski merugikan.

"Banyak teman asing saya mengatakan pejabat di Indonesia sangat mudah untuk disogok untuk kepentingan perusahaan. Ini pejabat negara atau pejabat perusahaan?" kata Ramli.

Kasus Novanto ini pun akhirnya membuka mata rakyat terhadap kenyataan atas cadangan sumber daya alam di Indonesia. Ke depannya, ia berharap pengelolaan SDA diperbaiki secara total, baik Freeport dan juga perusahaan asing lainnya.

"Ke mana kekayaan alam Indonesia berlabuh? Padahal kita punya kekayaan alam yang melimpah, sementara rakyat kita tetap miskin dan banyak pengangguran," katanya.

BACA JUGA: