JAKARTA, GRESNEWS.COM - Seperti sudah diduga sebelumnya, seusai perhelatan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar yang berlangsung tanpa greget dan menghasilkan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar, isu perombakan (reshuffle) kabinet jilid II memanas lagi. Sebelumnya, banyak pengamat memprediksi, pemerintah memang akan menunggu hasil Munaslub Golkar sebelum melakukan perombakan kabinet.

Pasalnya, dalam reshuffle jilid II sudah kencang diisukan bahwa Golkar akan masuk ke pemerintahan setelah sebelumnya resmi hengkang dari Koalisi Merah Putih (KMP) yang mengambil sikap oposisi terhadap pemerintah. Terlebih kemudian dalam munaslub yang digelar di Bali itu, terpilih Setya Novanto yang memang santer disebut mendapat dukungan penuh pemerintah lewat Menteri Koordinator Hukum, Politik, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.

Hanya saja, masuknya Golkar ke pemerintahan akan membuat partai-partai lama pendukung pemerintah kegerahan. Pasalnya, Golkar sendiri diisukan bakal menerima bagian kursi menteri yang cukup besar. Pengamat politik Muhammad Qodari mengatakan, setidaknya Golkar akan mendapat jatah minimal dua kursi.

Kabar itu sendiri sepertinya cukup santer, terlebih setelah Presiden Joko Widodo mengadakan pertemuan dengan sejumlah pimpinan koalisi partai pendukung pemerintah pada akhir April. Setelahnya Presiden Jokowi juga bertemu dengan dua petinggi Partai Golkar, yakni Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Ketika itu, Ical mengatakan, Golkar tak meminta jatah posisi menteri, tetapi tidak menolak jika disodori.

Situasi ini sudah cukup bikin panas partai-partai pendukung pemerintah. Salah satu yang sudah bereaksi adalah PPP besutan Romahurmuziy. Dia menegaskan PPP tak mau kehilangan jatah kursi di pemerintahan dan diserahkan kepada Golkar yang masuk belakangan. "PPP kan cuma satu (menteri di Kabinet Kerja). Masak mau dikurangin lagi," kata Romy, usai acara pelantikan pengurus DPP PPP periode 2016-2021 di XXI Ballroom Djakarta Theatre, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (20/5).

Saat ini PPP memang hanya memegang jatah jabatan di Kementerian Agama dimana salah seorang kadernya Lukman Hakim Saifuddin menduduki jabatan itu. Nah, PPP memang menegaskan tak ingin jatah kursi satu-satunya di kabinet itu lepas ke tangan Golkar.

Politisi PPP lainnya, Arsul Sani, yakin Jokowi tidak akan memberikan jatah PPP ke Partai Golkar. "Kalau bukan jatah PPP yang diberikan ke Golkar, tidak apa-apa. Pak Jokowi orangnya welcome. Kalau ada pacar baru, tak meninggalkan pacar lama. Masih separuh kabinet yang sekarang tak diisi partai politik," kata Arsul.

Meski begitu, PPP juga menegaskan sikap pasrahnya karena perombakan kabinet memang hak prerogatif PPP. Terkait ini, Romy mengatakan, PPP mengembalikan urusan reshuffle kabinet dan isu soal jatah kursi menteri kepada Presiden Jokowi. "Jadi kalau ada jatah kursi atau apapun sebagai konsekuensi Golkar mendukung pemerintahan itu hal yang biasa dan itu hak prerogatif presiden," ujarnya.

Toh, terlepas dari urusan rebutan kursi menteri, Romy ikut menyambut baik masuknya Golkar ke pemerintahan. Itu, kata dia, akan menambah keyakinan pemerintah untuk berjalan lebih efektif. "Pada dasarnya semakin banyak pendukung pemerintah semakin meyakinkan pemerintahan ini berjalan efektif karena itu didukung mayoritas partai di parlemen. Kami PPP menyambut baik hal itu," kata Romy.

Partai-partai lama pendukung pemerintah lainnya memang cenderung pasrah soal komposisi kabinet pasca reshuffle jilid II nanti. Nasdem, misalnya, setelah kehilangan kursi Menko Polhukam pada reshuffle jilid I, mengaku tak takut kehilangan kursi lagi. Saat ini Nasdem masih memiliki tiga kursi yaitu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dijabat Siti Nurbaya, Menteri Agraria dan Tata Ruang yang dijabat Ferry Mursyidan Baldan, serta Jaksa Agung yang dijabat HM Prasetyo.

Ketua DPP Nasdem Johnny G Plate bahkan mengaku partainya siap bekerja sama dengan Golkar. "Kita mengajak, mari kita bersama-sama bergandengan tangan, bekerja sama untuk membangun bangsa dan negara untuk melancarkan program pemerintah," kata Wakil Ketua Fraksi Nasdem di DPR itu.

Johnny mengaku tak khawatir jatah partainya di kabinet berkurang. Dia menegaskan dukungan Nasdem adalah tanpa syarat. "Kalau presiden mengambil dari partai lain atau nonparpol, kami mendukung itu agar keberhasilan kabinet. Kenapa mesti takut?" ujar Johnny.

Hal yang sama juga diutarakan Sekjen PDIP Hasto Kristianto. Dia menegaskan, PDIP menyerahkan keputusan tersebut kepada Presiden Jokowi. "Presiden yang menentukan. Karena presiden sebagai pemenang kebijakan politik di dalam kabinet. Kita serahkan sepenuhnya pada bapak Presiden Jokowi," ujarnya.

Sementara Partai Hanura meski mengaku pasrah, tetap berharap Jokowi tak "mengkhianati" kawan lama. Sekretaris Fraksi Partai Hanura DPR Dadang Rusdiana mengatakan, dengan bergabungnya Golkar, pemerintah akan semakin kuat. "Itu menjadi modal buat pemerintah Jokowi untuk menjalankan platform politik dan pembangunan," katanya.

Soal kursi menteri, kata dia, Hanura berharap Jokowi tidak mengkhianati dan membuat sakit hati pendukung lama hanya demi merangkul kawan baru. "Kalau terjadi, Presiden enggak bijaksana juga. Jadi seharusnya yang lama bergabung terus terpelihara tanpa pengurangan jatah kabinet. Kalau Golkar datang kasih kursi tapi jangan kurangi jatah parpol pendukung lama. Biarkan kurangi jatah kaum profesional," ujarnya.

PAN TAK BANYAK BERHARAP - Sementara itu sesama eks KMP yang duluan menyatakan dukungan kepada pemerintah, Partai Amanat Nasional, mengaku pasrah jika dalam reshuffle nanti tak kebagian jatah kursi. PAN sendiri sebelumnya digadang-gadang bakal mendapatkan jatah dua kursi menteri.

Sekretaris Fraksi PAN DPR Yandri Susanto menyatakan, PAN tidak meminta kursi menteri apalagi mengincar posisi tertentu di pemerintahan Jokowi. "‎Jika ada isu Golkar dapat lebih banyak kursi, sedangkan PAN lebih sedikit atau sama dua-duanya dapat, saya kira itu bukan wilayah kami‎," kata Yandri di Gedung DPR, Senayan, ‎Senin (23/5).

Ia menyatakan partainya menyerahkan sepenuhnya urusan reshuffle kabinet, kepada Presiden Jokowi selaku pemilik hak prerogatif. Sebab dia yakin, reshuffle kabinet jilid II bukan ‎bertujuan mengakomodir PAN atau Golkar namun guna memperbaiki kinerja kabinet.

Karenanya, kata Yandri, PAN tidak masalah jika Partai Golkar mendapat jatah kursi menteri lebih banyak pada momen reshuffle kabinet jilid II nantinya. "Terserah Pak Jokowi yang menentukan siapa yang di-reshuffle dan siapa yang gantikan, mau Golkar lebih banyak, PAN diajak atau tidak diajak, itu menjadi wewenang presiden sebagai hak prerogatif," katanya.

Dari partai pendukung pemerintah, sikap yang sama ditunjukkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Politikus PKB Lukman Edy mengaku, tidak yakin presiden dalam waktu dekat ini akan melakukan reshuffle kabinet. Hanya saja, kata dia, kalaupun itu dilakukan, PKB memandang reshuffle kabinet memang kewenangan presiden.

Soal jatah menteri, PKB juga mengaku siap jika ada satu dari empat kursi yang dipegang PKB diambil Golkar. PKB saat ini memegang jatah kursi Menteri Pemuda dan Olahraga yang dijabat Imam Nahrawi, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang dijabat Marwan Jafar, Menteri Ketenagakerjaan yang dijabat Hanif Dhakiri, dan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang dijabat M Nasir.

Pihak istana belum mau mengungkap kapan rencana reshuffle kabinet jilid II bakal dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun jika dilakukan reshuffle, hal itu semata-mata pertimbangan presiden.

Juru Bicara Presiden Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan, wacana reshuffle sama sekali tidak ada hubungan dengan munaslub dan dukungan Partai Golkar kepada pemerintahan Jokowi-JK. Sebab tata cara dalam reshuffle telah diatur dalam konstitusi dan hanya presiden yang tahu secara spesifik kebutuhan untuk merombak kabinet. "Memilih dan mengangkat menteri dalam kabinet sepenuhnya kewenangan presiden," katanya.

Menko Polhukam Luhut Pandjaitan juga menegaskan hal yang sama. Soal reshuffle, kata dia, itu merupakan kewenangan presiden. Dia tak mau menafsirkan bahwa dukungan Golkar ke pemerintah adalah sinyal bergabungnya Golkar ke kabinet Jokowi-JK. "Kalau itu tanya presiden itu," ujarnya.

GOLKAR BERBENAH - Soal jatah kursi di kabinet, Ketua Umum Golkar Setya Novanto mengaku menyerahkan urusan itu kepada Jokowi. "Itu semua saya serahkan kebijaksanaan dan hak prerogatif kepada presiden," kata Novanto.

Memang, Novanto mengaku dekat dengan salah satu punggawa pemerintahan, yakni dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. Novanto menyatakan selalu berhubungan dengan Luhut. "Pak Luhut adalah sahabat saya, senior saya. Hubungan kami sangat baik, kami saling menghormati. Dan selalu kita berhubungan dengan tugas-tugas kerja," kata Novanto.

Namun kedekatan dengan Luhut bukan berarti sebagai jalan masuk Golkar ke pemerintahan. Soalnya, Novanto paham perkara kocok ulang (reshuffle) kabinet mutlak menjadi hak presiden. "Dan hal-hal yang menyangkut masalah menteri itu adalah hak prerogatif Presiden. Saya sangat menghargai dan saya sangat apresiasi kepada Bapak Jokowi. Hubungan selama ini sangat baik dan intens," ujar Novanto.

Pasca munaslub, Golkar sendiri kini tengah berbenah. Sinyal untuk merampingkan kepengurusan Golkar di bawah Setya Novanto sudah mulai terlihat. Politisi Partai Golkar Zainudin Amali mengingatkan komposisi pengurus Golkar seperti era Orde Baru (Orba) yang mengakomodir golongan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (TNI), birokrasi dan Golkar tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang. "Jangan membawa pada suasana ‎Golkar zaman dulu (Orba)," ujar Amali di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (23/5).

Menurut Amali, untuk struktur kepengurusan partai hanya dibutuhkan 45 orang saja yang terdiri dari 17 pengurus harian dan 8 ketua. Dengan komposisi itu, dia menilai, kepengurusan partai bisa lebh efektif dan bekerja secara maksimal.

Hanya saja, rencana perampingan ini diperkirakan juga tak bakal mulus. Pasalnya kader Golkar dari kubu loyalis Ade Komaruddin menilai, perampingan tak begitu penting. Loyalis Ade Komarudin (Akom) Firman Soebagyo mengakui, struktur kepengurusan Golkar memang dibatasi sesuai dengan keputusan munaslub. Akan tetapi jika melihat ke spirit rekonsiliasi, seharusnya struktur dalam kepengurusan Partai Golkar tidak dibatasi.

Hal ini dikarenakan pentingnya mengakomodir kepentingan semua pihak termasuk para calon ketua umum yang tidak terpilih saat munaslub. Dengan itu, maka Golkar di bawah kepemimpinan Setya Novanto tentu akan solid dan kuat. "Dari Munas Bali, Munas Ancol dan tim sukses caketum harus ada representasi," kata Firman.

BACA JUGA: