JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah partai menyatakan sudah mulai ancang-ancang untuk mengajukan gugatan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif. Padahal Mahkamah Konstitusi baru akan menerima permohonan perkara perselisihan hasil pemilu setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil pemilu secara nasional, yakni pada 7-9 Mei 2014.

Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto mengatakan akan banyak gugatan yang masuk ke Mahkamah Konstitusi.  Pasalnya merujuk pada kinerja KPU tidak memuaskan. Diantaranya, munculnya kesalahan teknis tertukarnya surat suara, hologram C1 yang rawan dimanipulasi yang berakibat pada munculnya kecurangan. "Potensi gugatan ke MK merupakan kewenangan peserta pemilu karena merasa dicurangi akibat kongkalikong antara peyelenggara dan peserta pemilu ," katanya Gresnews.com, Kamis (24/4).

Rencana gugatan itu, diantaranya dilontarkan Dewan Pimpinan Daerah Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Kabupaten Jember, Jawa Timur. Mereka sudah menyiapkan ancang-ancang mengajukan gugatan perolehan suara pileg 2014 ke MK, karena merasa dicurangi.

Menurut Ketua DPD Partai Nasdem Jember M. Eksan, ada perbedaan selisih suara yang didapat partainya dalam rekapitulasi penghitungan suara untuk DPRD Jember di daerah pemilihan (Dapil) 5. Selisih ini mempengaruhi perolehan kursi Partai Nasdem di DPRD kabupaten dari enam kursi menjadi lima kursi. Atas temuan ini, Eksan mengaku sudah menyampaikan keberatan pada saat rapat pleno terbuka rekapitulasi perolehan suara Pemilu Legislatif 2014 untuk DPD, DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten di KPU Jember pada Minggu (20/4). Pihaknya juga meminta penyelenggara pemilu melakukan kroscek data, namun diabaikan oleh KPU.

Ia mengaku bukti berupa formulir C1 yang ditandatangani oleh kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) dan dalam form C1 tersebut menunjukkan bahwa suara Partai Nasdem terdapat selisih sebanyak 24 suara.

"Suara tersebut dialihkan untuk partai lain, sehingga partai yang bersangkutan mendapatkan satu kursi di DPRD Jember sementara Partai Nasdem berkurang satu kursi," ujar Eksan, Selasa (22/4).

Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Jawa Barat Herlas Juniar juga mengatakan akan melakukan gugatan bila partainya dirugikan dalam rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU Jawa Barat.

Herlas mengaku, partainya sudah melakukan penghitungan internal dalam perolehan suara di Jawa Barat. Jika selisihnya signifikan, Partai Demokrat Jabar, kata dia, akan menggugat ke MK. “Kami pastikan dulu, apakah kita atau KPU yang keliru," katanya dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan perolehan suara pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD tahun 2014 Tingkat Provinsi Jawa Barat di Kota Bandung, Selasa (22/4).

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kutai Timur (Kutim) juga memastikan akan mendaftarkan gugatan hasil pileg 2014 di Kutim ke MK. Kepastian rencana gugatan ini disampaikan Sekretaris Partai Gerindra Kuitm Novel Tity Paimbonan. Kata Novel, partainya tidak menerima hasil perolehan suara di dapil III karena diduga terjadi kecurangan. “Dugaan kecurangan juga berlaku di dapil V. Karena itu kami akan gugat ke MK,” katanya.

Sebagai lembaga yang berwenang mengadili perkara PHPU, MK mengaku telah menyiapkan diri. Salah satunya dengan menggelar rapat kerja penyelesaian perkara PHPU anggota DPR, DPD, dan DPRD tahun 2014. Raker ini membahas kebijakan-kebijakan strategis sebagai salah satu proses perencanaan dalam mengecek kesiapan penanganan perkara PHPU Legislatif Tahun 2014.

Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan meski penyelenggaraan pemilu legislative 2004 berjalan aman dan tertib, namun saat rekapitulasi, terungkap banyak masalah yang mulai muncul. Sehingga  MK perlu mengantisipasinya.  “MK sudah memiliki pengalaman sengketa Pemilu pada 2004 dan 2009. Hal-hal yang kurang pada penanganan sengketa tersebut, harus diperbaiki sebagai pedoman penyelesaian PHPU 2014,” ujar Hamdan saat mempimpin rapat kerja di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, Senin (21/4).

Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar mengatakan, ada empat sistem yang dibahas dalam rapat tersebut, yakni sistem manajemen penanganan perkara PHPU Legislatif tahun 2014; Sistem manajemen persidangan perkara PHPU Legislatif 2014 dan pedoman penyusunan draft putusan perkara PHPU Legislatif 2014; Sistem manajemen pengamanan persidangan perkara PHPU Legislatif 2014;  dan sistem manajemen pengawasan administrasi peradilan perkara PHPU Legislatif 2014.

Pada sistem manajemen penanganan perkara, khususnya mekanisme registrasi permohonan, ada sejumlah perubahan. Janedjri menjelaskan, baik permohonan yang diajukan langsung maupun secara online. MK membatasi dalam kurun waktu maksimal 3x24 jam permohonan  sudah diterima MK. Setelah itu, petugas kepaniteraan akan menerbitkan Akta Pemerimaan Permohonan Pemohon (APPP) kepada pemohon.

Selanjutnya dilakukan pendataan dan pemeriksaan kelengkapan permohonan, apabila tidak lengkap MK memberikan Akta Permohonan Tidak Lengkap (APTL) bersamaan dengan penyerahan APPP. Sebaliknya, MK memberikan Akta Permohonan Lengkap (APL) bagi permohonan yang sudah lengkap.

Terkait kesiapan MK menanggani sengketa pemilihan legislatif. Peneliti Indonesian Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai persiapan MK cukup bagus. Pertama, MK sudah memperbaiki sistem penyelesaian sengketa dari per parpol sebagaimana yang diterapkan pada tahun 2009 ke sistem penyelesaian per daerah pemilihan.

Implikasi dari perubahan itu, kata Erwin, akan berdampak pada kepastian hukum dengan putusan yang lebih terjamin. Sebab, hakim panel yang memeriksa per dapil akan lebih memahami karakter dan permasalahan yang diajukan oleh setiap pemohon yang berada di masing-masing dapilnya dibandingkan dengan sistem lama (per parpol). "Kedua, untuk membantu kinerjanya, setahu saya, MK telah mempersiapkan dengan memperbanyak SDM," ujarnya kepada Gresnews.com, Kamis (24/4)..

MK akan mulai menerima permohonan perkara perselisihan hasil pemilu selama 3 x 24 jam sejak KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional. Para pemohon yang berhak mengajukan permohonan atau memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara PHPU legislatif adalah perorangan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah serta partai politik peserta pemilu yang diwakili oleh ketua umum dan sekjen atau sebutan lain yang sejenis. Dengan demikian, apabila ada calon anggota legislatif (caleg) yang akan mengajukan permohonan atau gugatan terhadap keputusan KPU, caleg tersebut harus menyertakan permohonannya melalui dewan pimpinan pusat (DPP) parpolnya.

BACA JUGA: