JAKARTA, GRESNEWS.COM - Persidangan dugaan penistaan agama yang dilakukan calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyisakan persoalan berimplikasi serius. Dalam persidangan kedelapan itu, anggota tim kuasa hukum Ahok, Humprey Djemat mengungkapkan adanya bukti telepon antara KH Ma´ruf Amin dengan Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mempertanyakan hal tersebut kepada Ma´ruf Amin saat dia memberikan keterangannya sebagai saksi ahli dalam peraidangan itu.

Salah satu isi pembicaraan antara Ma´ruf Amin dan SBY itu meminta agar kunjungan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni difasilitasi pada 7 Oktober 2016 di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Serta meminta kepada Ma´ruf Amin mengeluarkan fatwa soal penistaan agama yang dilakukan Mantan Bupati Belitung Timur saat kunjungannya ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.

Pihaknya mengklaim memiliki bukti yang kuat soal pembicaraan antara SBY dan Ma´ruf Amin. Bahkan mengancam akan membawanya ke proses hukum jika Ketua Rois ´Am PBNU tersebut terbukti memberikan keterangan palsu dalam persidangan meskipun hal tersebut diralat kembali.

Atas kejadian tersebut Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pun angkat bicara dengan memberikan keterangan persnya di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (1/2) sore.

"Hak saya diinjak-injak, privasi saya yang dijamin undang-undang dibatalkan dengan penyadapan ilegal," beber Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurutnya, bila benar telah terjadi penyadapan tanpa alasan yang sah dan hal yang dibenarkan undang – undang, itu adalah penyadapan ilegal. SBY meminta lembaga penegak hukum mengusut tuntas kejahatan sesuai dengan UU ITE yang dimiliki negara. Karena bagaimana pun juga, bukti percakapan antar dia dan Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin seperti yang disebut-sebut pengacara Ahok dalam sidang kemarin melahirkan banyak spekulasi miring.

"Karena kalau betul-betul ada percakapan saya atau percakapan siapa dengan siapa disadap tanpa alasan yang sah, tanpa perintah pengadilan, itu namanya penyadapan ilegal, illegal typing. Kalau penyadapan itu bermuatan politik, itu mananya menjadi political spying," ungkapnya.

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto juga berkomentar soal alat bukti percakapan antara SBY dan Ma´ruf Amin yang diumbar pihak kuasa hukum Ahok. Menurutnya, kalaupun  pihak Ahok memiliki bukti percakapan itu melalui penyadapan, menurut Agus itu merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.

Lebih jauh Agus mengungkapkan, sesuai dengan ketentuan undang-undang, wewenang melakukan penyadapan tidak dimiliki masyarakat biasa. Tentu informasi tersebut melanggar aturan dan bisa berujung tindak pidana.

"Kalau soal penyadapan itu melanggar Undang-Undang ITE. Karena tidak berwenang untuk menyadap," kata Agus Hermanto di Gedung DPR Senayan, Jakarta.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Mahummad Rullyandi Universitas Pancasila (UP) menilai tidak ada pelanggaran apapun ketika MUI mengeluarkan fatwa soal penistaan agama. Pasalnya, MUI sebagai institusi juga memiliki prosedur yang rigid saat mengeluarkan fatwa.

Dengan begitu, percakapan antara SBY dan Ma´ruf Amin bukan hal yang dapat dikategorikan sebagai langkah intervensi. Maka komunikasi itu merupakan hak warga negara yang dijamin konstitusi.

"Adanya komunikasi antara SBY dengan ketua umum MUI tidak dapat diartikan sebagai bentuk intervensi dalam mengeluarkan fatwa MUI karena  MUI juga memiliki prosedur dan cara dalam menerbitkan fatwa," kata Rully kepada gresnews.com.

Selain itu pula, dia melihat ada unsur pelanggaran ketika adanya pernyataan pihak kuasa hukum Ahok yang memiliki bukti soal percakapan tersebut. Menurutnya penyadapan dan perekaman bentuk pelanggaran hak privasi (a reasonable expectation of privacy) yang dijamin melalui Pasal 28 G Ayat (1) UUD 1945 dalam perkembangannya diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016.
TERINDIKASI PIDANA - Menanggapi polemik tersebut, Anggota DPR Komisi I Sukamta menuntut pihak kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama untuk membuka alat bukti yang diklaim dimilikinya. Menurut dia, polemik itu sudah masuk ke ruang publik sehingga perlu diklarifikasi untuk membuka alat bukti percakapan antara SBY dan Ma´ruf Amin dari mana sumbernya.

"Mereka dapat data darimana? Kan kalau seseorang tahu dapat telepon, tahu isinya, ini berarti ada peluang terbesar dari penyadapan. Kalau penyadapan dilakukan oleh sipil apakah itu yang bersangkutan atau penasihat hukumnya itu illegal menurut UU ITE Pasal 31 semua bentuk penyadapan itu dilarang," tukas politisi fraksi PKS itu.

Jika memang ada indikasi kebocoran data intelejen atau penyadapan, menurutnya tentu ada konsekuensi hukumnya. Pasalnya wewenang penyadapan hanya dimiliki aparat penegak hukum, sehingga penegak hukum berpihak terhadap salah satu kontestan Pilkada DKI Jakarta.

"Bukankah aparat pemerintah dibiayai oleh APBN diatur oleh UU untuk tidak berpihak. Jadi ini persoalan yang sangat serius yang harus diikuti," kata Sukamta.

Saat ditanya apakah perlu aparat penegak hukum seperti Kepolisian turun tangan? "Seharusnya nanti pihak-pihak terkait bisa turun tangan. Karena ini persoalan yg cukup seriuas," pungkasnya.

Kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Humphrey Djemat mengatakan sudah mengetahui SBY menelepon Ma´ruf Amin sejak jauh hari. Namun, dia baru melakukan konfirmasi saat persidangan.

"Kami tanya dulu sama saksi, benar enggak ada percakapan seperti itu, setelah dia berikan pernyataannya kan baru kita berikan seperti itu. Masa pada saat itu juga. Kita kasih kesempatan dulu," kata Humphrey dalam jumpa pers di Restoran Sedap Rempah, Jl Tengku Cut Diktiro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (1/2).

Soal buktinya, Humphrey tidak menyebut bahwa itu berbentuk rekaman. Pihaknya menunggu ´tanggal main´ untuk mengungkap buktinya itu. "Saya bilangnya komunikasi ya bukan rekaman. Ini sudah jauh hari sebelum persidangan. Kita akan berikan kepada majelis hakim, belum bisa kita pastikan di persidangan kapan tunggu tanggal mainnya aja," papar Humphrey.

Apakah bukti itu didapat dari Polri atau BIN? "Enggak ada kaitannya sama yang lain-lain, itu dari Tuhan. Dari Tuhan semuanya. Sekarang siapa yang lebih berkuasa? BIN, polisi atau Tuhan ? Tuhan dong, ya kan?" jawab Humphrey saat kembali ditanya usai jumpa pers.

Ditanya soal penyadapan, Humphrey mengatakan bahwa bukti yang dia miliki berupa komunikasi. "Kan saya bilang komunikasi. Kalian gak perhatiin sih tadi. Saya bilang komunikasi. Ada komunikasi. Komunikasi kan bisa berbagai bentuk nanti untuk dijadikan barang bukti," ucapnya. (dtc)

BACA JUGA: