JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya memastikan akan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) terkait UU Pilkada dan menyerahkannya ke DPR. Hal itu dilakukannya menyusul protes banyak pihak atas dikembalikannya mekanisme pemilihan langsung Kepala Daerah menjadi dipilih DPRD.

Dalam rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada kemarin terlihat jelas opsi pemilihan kepala daerah melalui DPRD didukung oleh partai-partai kubu Koalisi Merah Putih, seperti Partai Gerindra, Partai Golkar, PKS, PAN dan PPP. Sementara opsi pemilihan langsung didukung oleh partai PDIP dan koalisinya, seperti Partai  Kebangkitan Bangsa dan Partai Hanura.  

Kini ketika Perppu tersebut diserahkan oleh presiden ke  DPR, juga bukan jalan mudah untuk memperoleh persetujuan DPR. Pasalnya suara DPR masih didominasi  Koalisi Merah Putih. Apalagi sejumlah kursi pimpinan DPR gagal direbut oleh partai koalisi PDIP.

Sidang paripurna pemilihan pimpinan DPR telah mengesahkan kelima anggota DPR menjadi pimpinan DPR antara lain, Ketua DPR Setya Novanto dari Fraksi Golkar, sementara wakil ketua diduduki Fadli Zon dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Agus Hermanto dari Fraksi Demokrat, Fahri Hamzah dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Taufik Kurniawan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN)

Menurut pengamat Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang, Muhammad Ali Syafaat saat ini nasib Perppu UU Pilkada berada di tangan Partai Demokrat. Ali menjelaskan dengan dikeluarkannya Perppu UU Pilkada oleh presiden, UU Pilkada yang baru disahkan pada Jumat (26/9) otomatis tidak berlaku lagi. “Perppu yang dibuat Presiden langsung berlaku dan UU Pilkada menjadi tidak berlaku,” kata Ali kepada Gresnews.com, Kamis (2/10).

Namun, Ali mengatakan, Perppu itu harus disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan DPR. Nah, nasib Perppu itu di DPR bergantung pada konstelasi politik. Ketika SBY masih memegang kendali atas Fraksi Partai Demokrat maka Fraksi Demokrat yang memiliki 61 di DPR akan dipastikan tidak berposisi menolak Perppu seperti anggota Koalisi Merah Putih (KMP) yang lain.  “"Bisa dipastikan DPR akan menerima Perppu ini,” jelasnya. Sebaliknya, kalau Perppu itu ditolak DPR, maka Perppu tidak berlaku dan UU Pilkada berlaku kembali.

Namun ketika Fraksi Demokrat, menerima Perppu itu dan dinyatakan berlaku, peta politik kembali akan beranjak ke proses hukum. Sebab DPR masih bisa mengajukam uji materi undang-undang tentang penetapan Perppu tentang UU Pilkada tersebut ke Mahkamah Konstitusi. “Dengan begitu, judicial revew terhadap UU Pilkada hanya bisa diajukan setelah ada keputusan DPR terhadap Perppu.

Sebelum itu yang dapat dilakukan adalah judicial revew terhadap Perppu seperi judicial revew terhadap UU Nomor 4 tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU MK,” jelasnya.
 
Namun demikian, proses uji materi di MK akan memakan waktu yang lama. “Selain proses yang lama, belum tentu juga diterima. Di MK bisa diterima atau ditolak kan,” tegasnya.
 
Mahkamah Konstitusi pernah mengabulkan uji materi UU Nomor 4 tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU MK yang sebelumnya telah disetujui oleh DPR. MK mengatakan, gugatan tersebut telah memenuhi syarat perundang-undangan. Sehingga Perppu Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2014 tersebut tidak berlaku lagi dan aturan Mahkamah Konstitusi kembali keaturan semula.
 
Perppu itu muncul tidak lama setelah bekas ketua MK Akil Mochtar ditangkap KPK lantaran terlibat dalam dugaan kasus suap penanganan sengketa Pilkada.  Presiden SBY selanjutnya menerbitkan Perppu untuk menyelamatkan MK dari krisis kepercayaan. Namun, keputusan ini memicu pro dan kontra. Polemik ini kemudian berakhir setelah Hakim Konstitusi membatalkan Undang Undang No 4 tahun 2014 tentang Penetapan Perppu No 1/2013 tentang Perubahan Kedua UU Mahkamah Konstitusi (MK) atau eks Perppu MK.
 
Seperti diketahui, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disebutkan menyerahkan draf Perppu UU Pilkada ke DPR pada hari ini, Kamis (2/10). SBY pun berharap agar anggota parlemen dapat menyetujui penyusunan Perppu tersebut. "Saya berharap ini menjadi solusi. Perppu ini ingin mengembalikan Pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan," kata SBY kepada wartawan seusai mengadakan pertemuan dengan sejumlah menteri dan elite politik di Jakarta Convention Centre (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10).
 
Beberapa waktu lalu, anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat menilai penerbitan Perppu itu tidak memiliki alasan yang kuat untuk diterbitkan, seperti yang diamanatkan undang-undang.

Alasan kuat yang dimaksudnya, Indonesia dalam keadaan genting dan memaksa sehingga memerlukan keputusan cepat. "Misalnya, adanya kekosongan hukum dan DPR dalam keadaan tidak bersidang," kata Martin kepada wartawan, Selasa (30/9). Sementara menurutnya, saat ini Indonesia tidak berada dalam keadaan genting, memaksa dan aturan hukum tidak ada yang kosong.
 
 

BACA JUGA: