JAKARTA, GRESNEWS.COM - Konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ternyata belum berakhir. Pasca pemecatan Suryadharma Ali pada rapat harian PPP, Rabu (10/9) lalu oleh kelompok Romahurmuzy Cs., konflik di partai berlambang Ka´bah malah semakin memanas. Kubu Romy menganggap sepi pemecatan balik yang dilakukan Suryadharma.

Kelompok ini beralasan pemecatan yang mereka lakukan terhadap Suryadharma lebih sah, karena sudah sesuai dengan AD/ART partai. Suryadharma dinilai sudah tidak mempunyai kewenangan menjalankan kewajiban dan hak sebagai ketua partai.

Wakil Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa mengatakan, berdasarkan Pasal 10 AD/ART partai, disebutkan  pemberhentian/pemberhentian sementara anggota dewan pimpinan yang terdiri dari dewan pimpinan pengurus, majelis-majelis, mahkamah partai dapat dilakukan karena meninggal dunia, permintaan pribadi yang bersangkutan, menjatuhkan nama partai, berdasarkan keputusan partai yang ditetapkan secara sah, dan oleh keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Hal itu juga diperjelas pada Pasal 15, bahwa pengurus terdiri dari 1 orang ketua umum, beberapa orang wakil ketua umum, dan seorang sekretaris besar. Dengan demikian, Suryadharma sebagai ketua umum merupakan anggota dewan pimpinan yang dapat dilengserkan berdasar keputusan partai yang sah.

"Beliau sudah menjatuhkan nama PPP dan ditetapkan sebagai tersangka KPK, itu yang paling berat untuk kami, sehingga pemberhentiannya sebagai ketua sudah dianggap sah. Jika beliau menganggap pemecatannya tidak sah mungkin tidak membaca dengan baik AD/ART yang kita punya," ujar Suharso Monoarfa, kepada Gresnews.com, Jumat (19/9).

Menurutnya, mekanisme pemberhentian tidak harus melalui muktamar, karena muktamar hanya memilih dan memutuskan penggurus pengurus pimpinan harian, majelis-majelis syariah, pakar, pertimbangan dan mahkamah partai melalui proses formatur. Sedang pemilihan formatur tidak mutlak karena suara terbanyak, hal ini tidak tercantum dalam AD/ART PPP.

Tata cara pemilihan formatur dan kedudukannya kemudian diatur dalam tata tertib yang diperbaharui di setiap muktamar. Dan pada muktamar lalu, pemilihan dan kedudukan formatur didasarkan pada suara terbanyak, sehingga SDA terpilih menjadi ketua formatur sekaligus ketua umum partai.

Dalam Pasal 51 Ayat (5) AD/ART PPP formatur diberikan tanggung jawab menyelesaikan pembentukan pengurus harian, pimpinan majelis, dan pimpinan mahkamah maksimal dalam jangka waktu 14 hari setelah muktamar, jika susunan tersebut belum terpilih dalam muktamar. Pengangkatan jabatan pun tidak dilakukan seorang diri oleh ketua formatur, melainkan dibantu oleh delapan formatur lainnya.

"Dengan begitu, saya dan jajaran pengurus lainnya bukan diangkat oleh Suryadharma tapi ditetapkan satu paket di muktamar," jelasnya.

Menanggapi tuduhan pengomplotan untuk menjatuhkan Suryadharma, Harso hanya tertawa dan mengatakan hal tersebut tidak beralasan, dirinya mengaku tidak ada niatan sedikit pun untuk menjatuhkannya. Sebelumnya, sudah terjadi kekosongan kepemimpinan di PPP yang mengakibatkan tidak beralannya rapat pengurus harian selama empat bulan. Padahal dalam AD/ART disebutkan rapat pengurus harus dilakukan sekali sebulan.

Selain itu, status tersangka Suryadharma pun dianggap membatasi ruang geraknya jika terus menabat sebagai ketua umum. "Kita sudah memberikan kesempatan untuk beliau mengundurkan diri saja secara terhormat. Tapi peluang itu tidak diambilnya, maka kami terpaksa melakukan langkah pemecatan," ungkapnya.

Sebaliknya, kubu Suryadharma menganggap pemecatan dirinya oleh kubu Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) yang dimotori Romy Cs., itu tidak sah. itulah sebabnya dia kemudian balik memecat Romy Cs., termasuk Emron Pangkapi yang didapuk menggantikan Suryadharma.

Suryadharma beralasan, pemilihan dan pemberhentian ketua seharusnya ditetapkan dalam muktamar. Dia merasa sebagai ketua umum sudah menjadi kewajiban untuk membawa PPP tetap utuh sampai muktamar ke-8 dilaksanakan. Dia menuding kelompok Romy yang didalamnya terdapat nama seperti Emron, Suharso Monoarfa, dan Lukman Hakim Saifuddin sengaja berkomplot untuk menggulingkannya.

Karena itulah Suryadharma memecat kelompok Romy. Dia mengaku memiliki legilitimasi kuat karena didukung oleh lebih dari 500 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di seluruh Indonesia. Sementara kelompok Romy yang menguasai Dewan Pimpinan Wilayah, hanya didukung oleh 33 DPW.

"Komplotan itu sudah ada sejak bulan Januari, 26 DPW dari 33 DPW tidak didukung oleh DPC-nya," kata Suryadharma beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: