JAKARTA, GRESNEWS.COM - Berakhir sudah pelarian tersangka kasus pemberian keterangan palsu terkait penyidikan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (EKTP) Miryam S Haryani. Senin (1/5) dini hari, Miryam yang merupakan politisi Partai Hanura dan juga anggota DPR, ditangkap oleh aparat kepolisian dari Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Miryam ditangkap di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. "Ditangkap di Kemang pukul 02.00 WIB (sebelumnya ditulis 00.20 WIB, red), di hotel," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasito, Senin (1/5).

Miryam menjadi tersangka kasus pemberian keterangan palsu setelah dalam persidangan kasus E KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto Kamis (23/3) lalu, memberikan kesaksian bahwa keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di KPK dibuat atas tekanan penyidik. Miryam kemudian mencabut keterangan BAP itu dalam persidangan. Setelah itu, Miryam dalam kesaksian di persidangan mengaku tak tahu-menahu soal bagi-bagi duit e-KTP, termasuk proses pembahasan anggaran di DPR.

Belakangan, Miryam diduga memberikan keterangan palsu terkait tekanan oleh penyidik KPK, lantaran tak bisa menunjukkan bukti termasuk soal rekaman saat diperiksa penyidik KPK. Miryam pun kemudian ditetapkan sebagai tersangka memberikan keterangan palsu.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Miryam tidak menghadiri panggilan pemeriksaan pada 13 April dan 18 April. Hingga akhirnya KPK menetapkan status buron terhadap Miryam. Miryam menjadi buronan setelah pada Selasa, 25 April KPK menggeledah empat lokasi, yaitu rumah Miryam Haryani di Tanjung Barat, Jagakarsa, Jaksel, dan kantor seorang pengacara di The H Tower, rumah seorang saksi di Jalan Lontar, Lenteng Agung Residence, serta lokasi keempat adalah rumah seorang saksi di Jalan Semen, Perum Pondok Jaya, Pondok Aren, Tangerang Selatan terkait kasus pemberian keterangan palsu soal dugaan korupsi e-KTP di persidangan.

Namun status buronan Miryam tak bertahan lama lantaran polisi berhasil mengendus keberadaannya. "Kita ikuti yang bersangkutan mulai dari keluar kota sampai kembali ke Jakarta. Kita kan dimintai bantuan KPK untuk menangkap yang bersangkutan. Perkara pokok KPK yang menangani," kata Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan di eks Senayan Golf Driving Range, GBK, Jakarta Selatan, Senin (1/5).

Usai ditangkap, Miryam dibawa ke Polda Metro Jaya. Setelah pemeriksaan awal, dia diserahkan ke KPK. "Kita lakukan pemeriksaan awal dulu berkaitan dengan kepergian yang bersangkutan. Kedua setelah pemeriksaan kita serahkan ke KPK," ujarnya.

Terkait penangkapan Miryam, KPK akan segera berkoordinasi dengan polisi untuk tindakan selanjutnya. "KPK telah mendapat informasi penangkapan DPO, tersangka MSH dan sedang berkoordinasi dengan Polri. Proses pasca penangkapan tersebut akan segera dilakukan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam pesan kepada detikcom, Senin (1/5).

Meski ditangkap, kesaksian Miryam soal adanya tekanan dari penyidik KPK sendiri telah memantik reaksi DPR. Bahkan kemudian DPR meloloskan hak angket terhadap KPK terkait kasus ini. DPR ngotot meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam. Sebaliknya, KPK bergeming tidak mau membuka rekaman pemeriksaan Miryam karena kasus pemberian keterangan palsu belum sampai ke pengadilan.

NASIB ANGKET KPK - Meski sudah diketok palu oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, nasib hak angket KPK di DPR sendiri tampaknya masih akan suram. Pasalnya kini mulai ada beberapa fraksi yang bereaksi menolak hak angket dan menganggap keputusan Fahri Hamzah sepihak.

Ketum PKB Muhaimin Iskandar menyebut anggota fraksinya yang sempat ikut meneken usulan hak angket KPK sudah mencabut dukungan sebelum rapat paripurna pembahasan dilakukan. Wasekjen PKB Daniel Johan menyatakan pencabutan dukungan juga sudah dikomunikasikan dengan pengusul lain dan pimpinan DPR. "Sudah dong, sebelum rapat bamus (badan musyarawarah) dia sudah cabut dukungan," ungkap Daniel, Sabtu (29/4) malam.

Dari daftar inisiator usulan hak angket, satu anggota Fraksi PKB, Rohani Vanath, diketahui menjadi salah satu yang ikut meneken. Menurut Daniel, itu dilakukan koleganya sebelum sikap fraksi resmi dikeluarkan. "Dia tandatangan pas masih di Komisi 3 sebelum fraksi ambil keputusan, tapi saat bamus, fraksi sudah ambil keputusan menolak angket sehingga dukungan dicabut," jelasnya.

Rapat bamus sendiri diadakan sehari sebelum rapat paripurna pembahasan angket KPK dilakukan, Kamis (27/4). Di rapat paripurna keesokannya, Jumat (28/4), PKB juga menyampaikan sikap penolakannya.

Namun usai Bamus, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan hanya Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS saja yang menolak usulan hak angket. Itu berarti, Fraksi PKB masih dianggap ikut menyetujui usulan. "Bamus hanya bahas mekanisme angket untuk paripurna. Intinya PKB menolak, heran juga kalau Pak Fahri bilang PKB menerima. Pencabutan sebelum bamus, sudah mencabut pas bamus," tutur Daniel.

Terkait hak angket ini Fraksi PKS dan Fraksi PAN protes karena mereka sebenarnya ingin menyampaikan penolakan namun Fahri sudah terlanjur mengetok palu tanda usulan hak angket diterima. Sikap Fahri membuat seluruh anggota Fraksi Gerindra walk out dari ruang sidang.

Soal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon berharap polemik soal hak angket KPK tidak berlanjut. Meski Fraksi Gerinda walk out saat sidang paripurna DPR lalu, Fadli enggan ngotot.

Fadli mengatakan menghormati keputusan Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR yang memimpin sidang paripurna, mengetok palu menyetujui hak angket. "Kita harus menghargai proses demokrasi yang terjadi. Jadi kita lihatlah, sebenarnya ini hal biasa-biasa saja. Hak bertanya, hak DPR untuk melakukan penyelidikan kasus tertentu," ujar Fadli, Sabtu (29/4/).

Menurut Fadli, rasa penasaran DPR adalah hal yang wajar. "Itu tentu sangat wajar, kalau mereka ingin tahu kebenaran kabar itu. Kalau ada yang ingin sebut nama, itu kan hak juga," kata Wakil Ketua DPR tersebut.

Saat ditanya soal keharusan KPK membuka rekaman, Fadli menjawab dengan gamang. Menurutnya, materi tersebut bahkan bisa diselesaikan tanpa harus membuka rekaman. "Tapi kalau tidak dibuka, kasus ini kan tidak ada kepastian. Saya pikir ini perlu di-clear-kan dan diklarifikasi saja," ucap Fadli.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan juga menegaskan PAN menolak keputusan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diambil DPR melalui ketok palu Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Fraksi PAN ingin menyampaikan penolakan dalam sidang paripurna, namun tak diberi kesempatan oleh Fahri. "Karena tidak diberikan kesempatan menyampaikan pendapatnya, kami jelas menolak," kata Zulkifli kepada wartawan di Telkom University, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (29/4).

Zulkifli memastikan dia telah memerintahkan Fraksi PAN di DPR menolak hak angket. Namun ada satu anggota Fraksi PAN, Daeng Muhammad, yang menjadi salah satu inisiator. "PAN sudah saya perintahkan untuk menolak dan semua memang menolak," tuturnya. (dtc)

BACA JUGA: