JAKARTA, GRESNEWS.COM - Target Presiden Joko Widodo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen dinilai terlampau tinggi. Para ekonom pesimis Jokowi mampu mencapai angka pertumbuhan setinggi itu setelah melihat penempatan menteri-menteri ekonomi di Kabinet Kerja yang dinilai kurang kompeten.

Menurut pengamat pasar uang Farial Anwar pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen merupakan masalah berat karena tahun depan Indonesia akan menghadapi pasar bebas ASEAN. "Dimana momentum tersebut persaingan perdagangan menjadi semakin ketat, diprediksikan Indonesia akan kebanjiran impor barang dari negara-negara lain," kata Farial kepada Gresnews.com, Sabtu (1/11).

Kemudian, Indonesia juga masih menghadapi masalah neraca perdagangan yang selama ini mengalami defisit. Hal itu dikarenakan angka impor lebih besar daripada ekspor. Menurutnya permasalahan defisit neraca perdagangan dari hari ke hari menjadi semakin besar dan belum teratasi.

Dari sisi bunga kredit, Indonesia merupakan negara tertinggi se-Asia Tenggara yaitu sebesar 7,5 persen. Hal itu juga didukung dengan nilai tukar mata uang yang paling buruk di Asia, hal itu dinilai bisa mengganggu perekonomian secara keseluruhan.

Dia juga menambahkan dari sisi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) angka defisit selalu mengalami pembengkakan. "Itu yang menjadi beban berat yang akan dihadapi pemerintahan sekarang," kata Farial menambahkan.

Farial mengatakan dengan kondisi ekonomi tersebut, capaian pertumbuhan ekonomi 7 persen akan sulit tercapai. Hal itu dikarenakan kecenderungan pertumbuhan ekonomi selalu menurun, diperkirakan angka pertumbuhan ekonomi di tahun ini sebesar 5,6 persen dan di tahun depan bisa mencapai 5,1 persen.

Dia mengatakan, angka 7 persen semakin tidak realistis mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia didukung bukan dari sisi investasi sektor riil dan ekspor tetapi dari sisi konsumsi. Akibatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai oleh para ekonom merupakan pertumbuhan yang tidak berkualitas akibat tidak didukung oleh investasi dan ekspor. "Sekarang ini banyak sekali antara janji dan harapan tidak sesuai dengan kenyataannya," kata Farial.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan pemerintahan Jokowi masih ada memiliki peluang untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Hal itu bisa dilihat dari sifat respon negatif pasar atas kabinet Jokowi yang dinilainya hanya bersifat dinamis dan jangka pendek.

"Jika pasar ingin berinvestasi jangka panjang, hal itu tergantung terhadap langkah konkret dari pemerintah," kata Enny.

Menurutnya langkah konkret dari pemerintah yaitu berupa kebijakan di masing-masing kementerian. Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen diperlukan kerja untuk mewujudkan ekspektasi masyarakat.

Oleh karena itu, Enny mengatakan pemerintah harus melakukan pemulihan-pemulihan sektor riil dengan mengendorse orang-orang dari pelaku bisnis. "Pemerintah harus membuktikan. Pemilihan menteri-menteri ekonomi harus mewujudkan ekspektasi masyarakat," kata Enny.

BACA JUGA: