JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) boleh saja menjadi pemenang pemilihan umum legislatif (Pileg) 2014 lalu. Namun di parlemen PDI-P tak berdaya dan "dipermainkan" oleh Koalisi Merah Putih yang dimotori Gerindra, Golkar, PKS, PPP, PAN, Demokrat.

Dalam perebutan kursi pimpinan DPR, PDIP sebagai partai penguasa ini tak satu pun mendapatkan jatah pimpinan. Paripurna DPR yang berlangsung Rabu (1/10) malam menghempaskan keinginan PDIP memegang posisi pimpinan DPR.

Padahal beberapa upaya untuk berkuasa di parlemen sudah dilakukan. Salah satunya mencoba merajut kembali hubungan PDIP dengan Demokrat.  Diskusi itu dilakukan pada Selasa (30/9) malam kemarin. Saat itu Jokowi bertemu langsung dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Demokrat memang memiliki kepentingan yang sama dengan Koalisi Indonesia Hebat yang dipimpin PDIP, yaitu memperjuangkan pemilihan kepala daerah (pilkada langsung). Presiden SBY akan segera menerbitkan Perpu yang mencegah berlakunya UU Pilkada. Perpu yang mengatur pilkada langsung dengan perbaikan ini nantinya akan dibahas di DPR, untuk digugurkan atau diterima lalu dijadikan Undang-undang.

Perjuangan PD ini sebangun dengan perjuangan Koalisi Indonesia Hebat yang sejak awal mendukung pilkada langsung. Di sinilah pintu koalisi Demokrat dan Koalisi Indonesia Hebat, kepentingan yang sama untuk memperjuangkan pilkada langsung. Seperti kata pepatah, tak ada kawan dan lawan yang abadi di politik, hanya kepentingan.

Jokowi pun membenarkan pertemuan dengan SBY pada Selasa malam membicarakan mengenai paket pimpinan DPR dan juga soal Perpu yang akan dikeluarkan SBY. "Kami bicara banyak hal. Ini menyangkut sebuah program jangka panjang, menyangkut sebuah kepentingan negara bangsa dan rakyat. Tapi juga ada sedikit yang berkaitan hari ini (pimpinan DPR). Kami juga punya pandangan yang sama mengenai pilkada langsung," kata Jokowi, Rabu (1/9/2014) malam.

Dari pembicaraan pada Selasa malam, berlanjut ke tahap selanjutnya. Kabarnya, SBY meminta agar bisa bertemu langsung dengan Megawati untuk membicarakan mengenai paket pimpinan DPR.

Namun upaya SBY untuk bertemu Megawati buntu. Sebaliknya Megawati mengirim utusan yakni Jokowi, Jusuf Kalla, Puan Maharani, Surya Paloh dan Aksa Mahmud untuk menemui SBY. Namun utusan tersebut juga gagal bertemu SBY, karena sang Ketum Demokrat itu memang ingin bertemu langsung dengan Megawati.

"Dari pihak saya sebenarnya sudah sejak lama ingin bertemu Ibu Megawati, tapi memang Tuhan belum mengizinkan," jelas SBY mengenai gagalnya pertemuan dengan Megawati, Kamis (2/10/2014) dini hari.

Juru bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul dengan gamblang menjelaskan keinginan SBY untuk menjalin komunikasi. Namun sayangnya hal tersebut kandas lantaran Megawati hanya mengirim utusan untuk bertemu dengan SBY. Hal itu dinilainya akan menjadi hambatan tidak efektifnya komunikasi yang akan dijalin. "Sudah dari dulu Pak SBY mau bertemu, tapi jika kejadiannya seperti kemarin malam saya hanya bisa bilang walaupun SBY sangat santun, tapi tetaplah ia punya rasa sebagai manusia," ujarnya sesaat sebelum memasuki ruang sidang paripurna MPR, Senayan, Kamis, (2/10).

Menurutnya dalam etika berpolitik hendaknya diimbangi dengan sikap tulus ingin bertemu, SBY sebagai Presiden RI tentunya menginginkan kesetaraan dalam berkomunikasi. Bukan hanya diharapkan dan didekati ketika terjadi suasana genting saja. SBY hanya menginginkan pertemuan dihadiri langsung oleh Megawati bukan dengan utusan maupun perwakilan. "Bapak selalu mengajarkan politik penting mengalir untuk rakyat, tidak ada masalah bertemu Mega," jelasnya.

Ia memang membenarkan adanya usaha PDIP untuk berkomunikasi dengan Demokrat, namun sayangnya memang tidak secara langsung diajukan Mega. Bahkan Pramono Anung pernah mendatangi dirinya dan meminta bertemu dengan Edie Baskoro. "Bang kita mau melakukan apa lagi? Kurang apa kita? saya jawab saja kami ini ibarat buku, diatas langit masih ada langit," ucapnya meniru perkataan Pramono.

Terkait dengan rencana pertemuan lanjutan ini, politikus senior PDIP Pramono Anung menyatakan Megawati dan SBY gagal bertemu karena adanya perbedaan pandangan.

"Kalau Pak SBY ingin bertemu dulu baru bicara. Sedangkan Ibu (Megawati) ingin kita bersama-sama dulu (dalam satu koalisi), baru bisa bertemu," ujar Pramono.

Pramono mengatakan jika utusan itu ditemui SBY, Mega akan melakukan kontak dengan SBY. "Jika ditemui, Ibu akan menelepon melalui Mbak Puan. Tapi yang diutus Ibu tidak bisa bertemu Pak SBY," kata Pramono.

Sedangkan, pihak PDIP tetap bersikukuh mengatakan masalah bangsa tidak boleh terkalahkan hanya karena ego dan alasan "Ibu Mega yang tak mau bertemu" karena kalimat tersebut dianggap hanya menjadi alasan lama. Padahal, permasalahan bangsa yang sebegitu luas dan harus segera diselesaikan. "Jangan hanya berkutat pada sakit hati para sesepuh partai, alasan tersebut tidak relevan dan tidak bisa dipertahankan," tutur Rieke Dyah Pitaloka, Senayan, Kamis, (2/10).

Ia berpendapat memang seharusnya kedua belah pihak antara Megawati dan SBY bertemu untuk menyelesaikan permasalahan dan menjalin komunikasi. Namun, ia tidak menjamin ketika nantinya pertemuan benar dilakukan dapat terjadi suatu kesepakatan politik yang baik. "Jangan-jangan pertemuan yang sudah direncanakan kemarin gagal akibat memang sengaja didesain seperti itu, ketika ibu sudah oke malah tidak jadi," katanya. Namun ketika ditanyakan masalah hanya utusan yang menemui SBY, Rieke mengatakan pihak SBY pun sama, hanya membuka pintu lewat sesama utusan.

BACA JUGA: