JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tak kunjung ditetapkannya batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia di perairan antara  Pulau Sebatik dan Tawau (Malaysia) telah menimbulkan keresahan warga di kepulauan tersebut.  

Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid warga di kepulauan sekitar perbatasan Indonesia-Malaysia itu resah karena sampai saat ini tak ada kejelasan tentang batas wilayah wilayah.

Bahkan karena ketidakjelasan ini, menurut Asmin, masyarakat merasa  seolah-olah tidak diperhatikan oleh negara dan bangsa sendiri. "Padahal (batas wilayah) ini urusan dua negara yang mungkin belum disepakati bersama," katanya, saat menerima kunjungan Tim Utusan Khusus Presiden (UKP) bidang Penetapan Batas Maritim (PBM) RI-Malaysia, Eddy Pratomo, Selasa (13/6) siang.

Pemerintah daerah, menurut Bupati,  tidak henti-hentinya memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tetap konsisten dengan komitmen dan prinsip, yaitu NKRI harga mati dan masyarakat Nunukan juga sangat memegang teguh komitmen itu. Namun menurut Asmin, tidak bisa dilupakan begitu saja bahwa masih banyak PR yang harus diselesaikan agar kegalauan-kegalauan masyarakat ini tidak terus terjadi.

"Mungkin di sisi kita (pemerintah) aman-aman saja tetapi mungkin ada yang selalu datang dan sebagainya membawa provokasi dan sebagainya,” ujar Asmin seperti dikutip setkab.go.id.

Menurut Asmin, selain di Sebatik sebenarnya ada wilayah-wilayah perbatasan di Kabupaten Nunukan yang lebih memprihatinkan. "Sebatik sudah lumayan maju, namun ada yang lebih memprihatinkan lagi di wilayah berbatasan langsung dengan negara tetangga kita seperti wilayah Krayan dan Lumbis Ogong," kata Asmin.

Menanggapi keluhan Bupati Nunukan itu, Eddy Pratomo mengemukakan bahwa pihaknya tengah berupaya merundingkan batas wilayah antara dua negara. Pihaknya juga telah 6 kali melakukan berunding dengan pemerintah Malaysia.

Saat ini menurut Eddy timnya sudah mulai membuat garis-garis batas dengan Malaysia, dan ada beberapa segmen yang mulai dipahami oleh kedua negara.

"Kita sedang merancang suatu garis laut teritorial antara Tawau dan Sebatik ini. Kalau garis itu nanti disepakati, mudah-mudahan tahun depan atau syukur-syukur bisa tahun ini, karena tahun ini ada pertemuan antara Presiden (RI) dengan PM Malaysia," kata Eddy.

Pihaknya juga  berjanji akan menjadikan permasalahan-permasalahan yang disampaikan Bupati Nunukan sebagai bahan perundingan lebih lanjut dengan pemerintah Malaysia.

Menurut Eddy, batas laut teritorial sangat penting. Sebab jika batas-batas itu bisa diputuskan tahun ini. Maka aspek pengamanan illegal fishing, soal pelanggaran wilayah, akan segera bisa tertangani. Karena ada kepastian hukum," tuturnya dalam pertemuan di Pos Angkatan Laut, Sei Pancang, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Selasa (13/6) siang.

Lebih lanjut Eddy mengungkapkan bahwa pihaknya tengah berkonsentrasi (batas wilayah) di Pulau Sebatik dan Tawau (Malaysia). Pihaknya sedang merancang suatu ilustrasi klaim laut agar bisa mengamankan poin-poin terdekat dengan Malaysia. Menurutnya  Pos Angkatan Laut, Sei Pancang, merupakan salah satu pos yang sangat penting dalam kelautan.

"Lokasi ini lokasi penting dalam rangka membangun argumentasi hukum dalam perundingan dengan Malaysia," ujarnya.

Selain itu keberadaan Pulau Sebatik terkenal sekali terutama dalam tugasnya berunding dengan Malaysia

Menurutnya penentuan batas laut teritorial sangat penting, kalau bisa diputuskan pada tahun ini sehingga aspek pengamanan illegal fishing, soal pelanggaran wilayah, itu akan segera tertangani, karena ada kepastian hukum.

Setelah batas laut teritorial bisa disepakati pihak UKP PBM RI-Malaysia akan melanjutkan pembahasan ke arah tenggara Laut Sulawesi.

"Kita akan menentukan garis batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), sehingga menjadi jelas kepastian bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan  mengambil ikannya dimana. Lalu dilanjutlkan  dengan batas landas kontinen. Agar kita bisa jelas mengambil oil and gas," tutur Eddy.

Ketiga hal itu yakni laut teritorial, ZEE, dan landas kontinen, menurut Eddy, berada di dekat wilayah ini. "Ini merupakan prioritas Indonesia dan Malaysia, karena ini wilayah terdepan kita, etalase kita."  tambah Eddy.

Menurut Eddy, Presiden Joko Widodo sangat memiliki perhatian khusus terhadap wilayah perbatasan. "Sekarang (Sebatik) sudah menjadi begini ini merupakan pernyataan dari kita bahwa di Sei Pancang ini adalah titik yang paling penting dalam rangka membangun argumentasi Indonesia dengan Malaysia," ujarnya.

Untuk itu, Eddy menitipkan kepada Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid agar sosialiasi kepada masyarakat terus dilakukan.

"Saya minta dukungan dan minta doa restu mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa menyepakati  apa yang disebut dengan garis batas laut teritorial," pinta Eddy, seraya menambahkan, dirinya bangga karena potensi ikannya juga banyak dan garis batas merupakan garis yang sangat penting dalam melaksanakan kedaulatan kita.

KETENTUAN UNCLOS - Jatuhnya klaim Pulau Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia pada 2002 menjadikan dasar pandangan Malaysia terhadap laut teritorial, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) berubah.

Perubahan titik dasar Pulau Sipadan dan Ligitan yang telah diakomodir dan ditetapkan Pemerintah Repubik Indonesia dengan PP No. 37/2008 menjadikan antara Indonesia harus membicarakan kembali batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif (ZEE).   

Saat ini status penetapan batas laut teritorial, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) antara Indonesia dengan Malaysia di Laut Sulawesi masih dalam tahap perundingan.

Indonesia diketahui telah meratifikasi ketentuan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS) melalui Undang-Undang No. 17/1985, sementara Malaysia meratifikasi ketentuan itu pada tanggal 14 Oktober 1996. Sehingga keduanya baik Indonesia maupun Malaysia harus mengikuti ketentuan UNCLOS 1982 dalam melakukan klaim atas kawasan laut seperti laut teritorial, ZEE dan landas kontinen.  


PROBLEM WILAYAH PERBATASAN - Pulau Sebatik yang posisinya berada di lepas pantai timur Kalimantan tercatat sebagai salah satu pulau terpencil Indonesia. Pulau ini terbagi atas dua wilayah, yaitu Sebatik wilayah utara menjadi bagian wilayah Malaysia. Sementara Sebatik wilayah selatan menjadi bagian wilayah Indonesia.

Pulau Sebaik wilayah Malaysia berpenduduk sekitar 25.000 jiwa, sedang Sebatik wilayah Indonesia perpenduduk sekitar 80.000 jiwa. Walaupun terdapat penjaga perbatasan, Pulau Sebatik tidak mempunyai dinding atau kawat berduri yang membatasi perbatasan dengan jelas.

Menurut Kosasih Prijatna akademisi asal Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melakukan penelitian terhadap perbatasan Pulau Sebatik, selama ini pengukuran perbatasan Malaysia dan Indonesia didasarkan pada batas yang ditetapkan oleh Belanda dan Inggris yang menempati wilayah kedua negara sebelum mereka merdeka. "Dalam Artikel IV Konvensi London yang ditetapkan pada tahun 1891, garis perbatasan di Pulau Sebatik paralel dengan 4o10´ Lintang Utara," tulisnya dalam artikel di blok ITB.

Namun saat ini telah terjadi perbedaan, tekah terjadi perbedaan koordinat antara garis batas yang disebabkan penggunaan teknologi pengukuran saat itu dengan sekarang. "Hal inilah yang mendasari terjadinya permasalahan perbatasan di Pulau Sebatik," ujarnya. Apalagi menurutnya, dari belasan pilar yang menandai perbatasan Indonesia dan Malaysia itu, beberapa pilar sudah hilang, termasuk pilar paling barat.

Sebenarnya kata dia, hal itu tidak menjadi masalah karena pilar timur masih berdiri. Untuk mendapatkan garis perbatasan yang valid, hanya perlu penarikan garis paralel ke arah Barat. Namun, hal ini menurutnya tidak dapat diterapkan,  selain karena masalah teknologi dan pemetaan, tetapi juga karena ada aspek sosial politik yang terlibat.

Ia juga mengungkapkan bahwa ketidakjelasan batas wilayah antara negara menjadi penghambat bagi perkembangan daerah-daerah perbatasan tersebut. Hal ini karena ada aturan peraturan yang menyatakan uang negara tidak dapat digunakan untuk membangun daerah-daerah yang statusnya tidak jelas.

"Inilah yang mengakibatkan kondisi ekonomi di Sebatik bagian Indonesia tergolong buruk. Penduduknya harus menyebrang dahulu ke Malaysia untuk melakukan jual beli atas hasil tani mereka dengan harga yang rendah. Selain itu, kondisi infrastruktur di daerah perbatasan pun tidak memadai," ujarnya.

Untuk itu menurut dia, diperlukan pendekatan teknis dan politis untuk mempercepat penyelesaian batas negara. Termasuk peran akademisi dan ahli batas untuk memberikan masukan kepada pihak pemerintahan agar semuanya dapat diintegrasikan.

BACA JUGA: