JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kabar akan mundurnya Walikota Surabaya Tri Rismaharini, kini tengah menjadi pembicaraan hangat di berbagai media dan menjadi trending topic di berbagai media sosial. Hashtag #SaveRisma pun banyak disertakan di postingan. Isu mundurnya Risma memang sudah lama berhembus. Sang walikota memang dikabarkan tidak tahan menghadapi tekanan politik terkait masalah pembangunan jalan tol dalam kota Surabaya dan soal pengangkatan Wakil Walikota Surabaya Wisnu Sakti Buana.

Kedua kasus itu sebenarnya terkait erat. Pertama, dalam soal tol jalan kota, Risma memang seperti berhadapan dengan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, yang menyetujui pembangunan proyek jalan tol tersebut. Proyek itu dicanangkan pada tahun 2006 silam yang bertujuan untuk mengatasi kemacetan lalulintas di dalam kota Surabaya. Jalan tol itu direncanakan akan membentang sejauh 25 kilometer dari kawasan Bundaran Waru sampai ke Tanjung Perak. Dana yang dianggarkan lumayan besar, mencapai Rp 9,2 triliun rupiah.

Proyek ini kemudian tertunda selama 4 tahun karena masalah pendanaan dan pihak konsorsium PT Margaraya Jawa Tol baru bisa menyanggupi pembangunan tol itu pada tahun 2010. Konsorsium tersebut nyaris diakuisisi oleh Jasa Marga karena hampir dicabut kontraknya oleh Badan Pengatur Jalan Tol akibat penundaan ini.

Namun akhirnya konsorsium itu tetap bisa berjalan dan masih mengupayakan pendanaan lewat pinjaman dari pihak ketiga. Konsorsium ini memang masih membutuhkan dana sebesar Rp 6,5 triliun untuk melanjutkan proyek tersebut. Di luar masalah pendanaan konsorisum yang terengah-engah, Gubernur Jawa Timur Soekarwo sebenarnya sudah menyetujui pelaksanaan proyek ini.

Sayangnya soal perizinan, ternyata masih terganjal oleh kegigihan Tri Rismaharini sang walikota yang justru menolak pembangunan tol tengah kota tersebut. Alasan Risma, sebenarnya sederhana saja, dia bilang tol tengah kota akan menambah kemacetan kota, dan mengorbankan hak banyak warga yang rumahnya bakal tergusur proyek itu. Risma juga memperhitungkan banyak bisnis warga setempat yang mati jika jalan tol itu jadi dibangun.

Selain itu dari sisi estetika dia bilang tol akan merusak keindahan kota. Dan, dia memperhitungkan pembangunan jalan tol akan megakibatkan banjir. Dia mengaku tak mau nantinya warga Surabaya menyumpahi dia karena salah mengambil kebijakan. Toh Risma tak menolak tampa solusi. Dia setuju jika yang dibangun adalah jalan lingkar timur dan lingkar barat Surabaya. Dia memandang, pembangunan jalan lingkar ini justru akan mengurangi beban kemacetan di tengah kota.

Penolakan inilah yang membuat dia kemudian seolah berhadap-hadapan dengan Soekarwo. "Kebijakan jalan tol di Surabaya, posisi walikota berseberangan dengan posisi Gubernur Jatim dengan berbagai kepentingannya," kata Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo.

Pakde Karwo sebagai Gubernur Jatim di satu sisi adalah kepanjangan tangan pemerintah yang tentu punya kewajiban juga mengamankan kebijakan pusat termasuk soal pembangunan tol dalam kota Surabaya. Maklum, dalam kampanyenya dia juga mengusung program pembangunan infrastruktur jalan sebagai salah satu program unggulan menggenjot perekonomian Jawa Timur, termasuk proyek tol Surabaya yang merupakan warisan gubernur sebelumnya.

Di sisi lain sebagai gubernur Jawa Timur, dia juga harus mengayomi dan memahami posisi Risma sebagai Walikota Surabaya. Karena itu dalam kasus ini, Soekarwo sepertinya memang menggantung sikapnya. Di satu sisi dia menekankan agar masalah kemacetan diatasi. "Yang dipentingkan bukan Tol Tengah Kota, tapi solusi terhadap kemacetan," kata Soekarwo kepada wartawan usai orasi politik di gedung Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Rabu (12/2) lalu.

Di sisi lain, dia menyerahkan urusan itu kepada walikota Surabaya. Soekarwo sepertinya juga tak keberatan soal rencana  pembangunan ring road barat dan ring road timur. "Salah satu yang ditawarkan (Pemkot Surabaya) adalah ring road timur dan ring road barat," tuturnya. Soekarwo menegaskan, terkait pembangunan ring road di Surabaya, Pemprov Jatim tidak akan ikut campur. "Itu urusannya Surabaya, baik menyelesaikan ring road barat maupun ring road timur," terangnya.

Justru yang aneh bukan sikap Soekarwo melainkan sikap DPRD dan internal PDIP sendiri. Seperti diketahui, terkait proyek jalan tol tengah kota ini, pada tahun 2011 lalu, Ketua DPC PDIP Wisnu Sakti Buana, berupaya menggalang pelengseran Risma dari kursi walikota. Wisnu mencoba menggandeng Ketua DPC Partai Demokrat Wisnu Wardhana untuk menggolkan upaya hak angket pelengseran Risma.

Memang bukan soal urusan jalan tol yang membuat Risma maun didongkel, tetapi masalah pajak reklame ukuran besar yang dinaikkan Risma yang disoal ketika itu. Risma menjelaskan, dinaikkannya pajak itu agar kota Surabaya tak tampak buruk karena reklame besar bisa seenaknya terpampang di sana-sini. Dan entah apa pula urusannya DPRD Surabaya melengserkan Risma terkait kebijakannya ini.

Hingga Februari 2011, upaya itu terus digalang, namun Risma masih kokoh di kursinya karena dukungan rakyat Surabaya. Dalam perjalanannya, kemudian, ada banyak persoalan antara Risma dan Wisnu termasuk akar masalah lama yaitu persaingan ketika sama-sama akan menjadi calon walikota. Di internal PDIP, ketika itu mereka berdua bersaing, namun Risma akhirnya dimajukan PDIP dan gol.

Uniknya, kemudian Wisnu malah ditunjuk PDIP sebagai wakil walikota mendampingi Risma menggantikan Bambang DH. Sikap PDIP yang justru memajukan "seteru" Risma ini mendampingi Risma inilah yang dinilai janggal. Partai berlambang banteng moncong putih itu dinilai menekan Risma dengan menyandingkannya dengan Wisnu. PDIP dinilai telah menyandera Risma.

Risma dan Wisnu, atau mungkin PDIP sendiri sepertinya mencoba meredam isu perseteruan itu. Risma dan Wisnu misalnya, untuk pertama kalinya tampil bersama dalam peresmian lima Broadband Learning Center baru yang terpusat di Rusun Grudo, Surabaya. Keduanya tampil cair dalam suasana sambutan di depan warga, Rabu (12/2) kemarin. Toh, isu mundurnya Risma tak juga mereda.

Berbagai tekanan politik tampaknya tetap menyandera Risma dalam menjalankan tugasnya sebagai walikota. Inilah yang ditengarai menjadi penyebab utama ingin mundurnya Risma. "Capek saya ngurus mereka, yang hanya memikirkan fitnah, menang-menangan, sikut-sikutan," kata Risma. Hanya saja dia tak menjelaskan siapa "mereka" itu.

Di sisi lain setelah menghadapkan Risma dengan Wisnu, PDIP juga terlihat "cuci tangan" dengan tetap memberikan dukungan kepada Risma. Tjahjo Kumolo meminta Risma tak berhenti di tengah jalan dan menyelesaikan masa jabatannya. "PDIP memberikan dukungan kepada kepemimpinan Walikota Risma dan Wakil Walikota Wisnu untuk menyelesaikan tugasnya membangun masyarakat daerah Surabaya hingga pada akhir masa jabatan," kata Tjahjo, Senin kemarin.

Risma sendiri panen dukungan dari banyak pihak agar tidak mundur. Berdasarkan riset Awesometrics, isu pengunduran diri Risma menjadi trending topic di twitter selama beberapa hari pada pekan lalu. Ada saja obrolan tentang Risma setiap harinya di linimasa Twitter. Lebih dari 11.000 kali, Risma dipercakapkan di linimasa twitter. "Ada 229 lebih posting Facebooker membicarakan sosok perempuan yang membuat banyak gebrakan perubahan di kota pahlawan, Surabaya ini," kata Yustina Tantri, Marketing Communication Awesometrics, dalam siaran pers, Kamis kemarin.

Dari jumlah percakapan tersebut, lebih dari 1.100 kicauan di twitter dan 19 postingan di Facebook menyertakan hashtag #SaveRisma. Selain itu di Surabaya juga bertebaran puluhan baliho bertuliskan #SaveRisma, meski Risma sendiri kemudian minta agar baliho itu dicopot. "Bu Risma langsung perintahkan. Yang ada tulisan-tulisan dan gambar Risma, diambil saja," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang Linmas) Soemarno di Balai Kota Surabaya, Senin (17/2).

Baliho-baliho tersebut dianggap menyalahi aturan. "Itu baliho punya orang lain, kemudian ditulisi #SaveRisma pake cat pilox dan spidol besar," jelas Soemarno.

Meski begitu Risma sendiri menghargai dukungan yang ditujukan kepadanya. "Terimakasih supportnya. Semoga menjadi kekuatan tambahan. Itu saja," kata Risma, Senin (17/2). Hanya saja soal jadi mundur atau tidak Risma tak mau memberikan ketegasan. "Saya nggak boleh komentar banyak-banyak ke teman-teman," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: