JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pernyataan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengaku tidak bisa bertemu Presiden Joko Widodo karena ada pihak-pihak di sekeliling presiden yang menghalang-halangi, mengundang reaksi beragam.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratniko misalnya menilai SBY terlalu mendramatisir kondisi tersebut. Sebab andai SBY ingin bertemu Jokowi, sebenarnya hal itu tinggal ditindaklanjutinya.

"Sebagaimana yang dikatakan Pak Pramono Anung dan Pak Johan Budi, pada prinsipnya Pak Presiden bersedia bertemu dengan siapa saja. Terlebih dengan Pak SBY yang notabene pernah menjadi presiden kita selama 10 tahun," kata Hendrawan kepada gresnews.com, Kamis (2/2).

Ia menjelaskan, pertemuan antar tokoh politik merupakan pertemuan yang wajar dan tidak perlu didahului dengan kegaduhan dan dramatisasi politik. Menurutnya, andai suasana politik dibuat gaduh, ada pihak-pihak yang bakal mengail di air keruh.

"Itu sebabnya kami selalu menegaskan tidak perlu menambah persoalan, tidak perlu membuat masalah baru. Itu yang selalu disampaikan Ketua Umum kepada para kader," papar Hendrawan.

Dalam konteks kasus Ahok vs Kyai Ma´ruf Amin kemarin, Hendrawan menilai ada pihak-pihak yang menghendaki kondisi politik nasional dan politik DKI gaduh terus. Menurutnya, pihak-pihak itulah yang kemudian diuntungkan dengan adanya kegaduhan.

Sementara, PDI P selaku partai pengusung Ahok, justru menginginkan Pilkada DKI dapat berlangsung damai. Masyarakatnya bergembira, karena inilah momentum lima tahunan untuk memilih seorang pemimpin. "Jadi tidak boleh ada psikologi ketakutan, kekhawatiran, rasa was-was," katanya.

Disinggung mengapa Jokowi tidak menemui SBY di tengah kegaduhan macam sekarang. Hendrawan menyebut jawaban atas pertanyaan  demikian ada di tangan Jokowi sendiri. "Itu harus ditanyakan ke Pak Jokowi. Tapi intinya, prinsip PDIP adalah politik nasional kita adalah politik gotong royong, politik persaudaraan, politik yang membangun keadaban dan punya komitmen untuk maju bersama," kata Hendrawan.

Itulah sebabnya, menurut politikus kelahiran Cilacap ini, partainya selalu mengingatkan kader, termasuk Jokowi, untuk selalu membangun silaturahmi dan sinergi dengan kader partai politik yang lain. "Kita tidak bisa mengurus negara ini sendirian," ujarnya.

Lantaran itulah, di tengah situasi kehidupan berbangsa saat ini, semua pihak sebaiknya bersikap bijaksana, mampu menahan diri, dan sama-sama membangun semangat persaudaraan.

"Jangan terus mengembuskan atau menginjeksi sikap-sikap permusuhan. Sekali lagi, politik kita adalah politik gotong royong, kita tidak bisa mengurus negeri ini sendirian," pungkasnya.

PENTING DIWUJUDKAN - Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menilai, demi merespons situasi politik saat ini, pertemuan antara Jokowi dan SBY sangat penting diwujudkan.

Menurutnya, sebagaimana pertemuan Jokowi dengan sejumlah tokoh politik lain, pertemuan dengan SBY juga bisa dimanfaatkan kader PDIP itu untuk membicarakan berbagai hal dan mencari solusi persoalan bangsa. Utamanya, terkait dengan situasi politik terkini.

"Komunikasi politik Jokowi-SBY penting dilakukan agar jangan sampai hasrat terhadap kekuasaan yang sesaat dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk melakukan polarisasi di tengah masyarakat," kata Emrus kepada gresnews.com, Kamis (2/2).

Emrus menambahkan, terutama dalam konteks menjelang Pilkada DKI, tidak bisa pungkiri bahwa tensi politik terus memercikan bara api.

"Bila tidak ada titik temu, antar berbagai kepentingan yang berseberangan, situasi bisa berubah menjadi chaos dan berpotensi memunculkan kondisi sosial politik yang saling berhadap-hadapan," katanya.

Emrus mengingatkan, hal itu tidak boleh dibiarkan terjadi. Para tokoh harus segera menemukan solusi dan mewujudkannya sesegera mungkin. "Jangan sampai mengulur waktu. Upaya preventif jauh lebih produktif daripada menyelesaikan konflik yang sudah atau sedang terjadi," kata Emrus.

Emrus juga mengatakan, dalam keadaan seperti saat ini, adalah perilaku tidak produktif andai masyarakat digiring untuk memperdebatkan--sekaligus menjadikannya bahan lelucon--soal ada-tidaknya pihak-pihak tertentu yang menghalang-halangi pertemuan Jokowi-SBY.

Menurutnya, bila memang ada orang yang menghalang-halangi pertemuan itu, sebaiknya nama orang tersebut disampaikan langsung oleh SBY kepada Jokowi ketika mereka bertatap muka, menjalin komunikasi privat antar mereka berdua. "Agar Jokowi dapat memahami orang yang ada di sekitarnya, sebaiknya tidak disampaikan di ruang publik," kata Emrus.

Emrus menggarisbawahi, bila pesan komunikasi untuk keperluan privat disampaikan di ruang publik,  bisa menimbulkan persepsi liar. Bahkan berpotensi membuat situasi politik semakin tidak kondusif. Di satu sisi, komunikasi langsung dapat meniadakan perilaku pembisik komunikasi yang ada di ring kekuasaan.

Lantaran itulah, ia menyarankan, agar Jokowi dan SBY bersikap lebih proaktif dengan menginisiasi adanya sebuah pertemuan.

"Ketika kedua tokoh ini bertemu dan disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia melalui media massa,  saling sapa penuh kehangatan, ini bisa jadi simbol non-verbal betapa tokoh bangsa kita juga sanggup menunjukkan sikap kebersamaan dan persatuan," paparnya.

Menurut Emrus, lepas dari persoalan politik, bila pertemuan tersebut segera direalisasikan, hal demikian akan menjadi teladan komunikasi bagi bangsa ini.

"Bukannya berbalas pantun politik. Itu sama sekali tidak memberi pendidikan politik dan nilai demokrasi bagi rakyat," pungkasnya. (Zulkifli Songyanan)

BACA JUGA: