JAKARTA, GRESNEWS.COM - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK mulai menabuh "genderang perang" untuk menyelidiki kinerja KPK, khususnya terkait pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani dalam kasus e-KTP. Usai terbentuk pekan lalu, Pansus Angket KPK kemudian membentuk Posko Pengaduan Hak Angket KPK.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, posko ini akan menjadi medium bagi perdebatan nasional soal korupsi yang melibatkan semua orang di Indonesia. Menurut Fahri, pengaduan yang datang dari masyarakat secara online atau surat menyurat akan menjadi medium bagi perdebatan nasional yang orkestratif sehingga semua orang memikirkan bagaimana memberantas korupsi itu semua orang.

Fahri menjelaskan, inisiatif DPR ini dalam rangka membuka perdebatan yang luas di tengah masyarakat terkait isu korupsi, sehingga akan banyak orang yang terlibat dalam pemberantasan korupsi. Salah satu keberhasilan pansus adalah semakin banyak orang yang "memiliki" isu anti korupsi.

"Isu anti korupsi harus menjadi milik semua orang. Suatu bangsa yang ingin maju, dengan anti korupsi harus menjadi gaya hidup, bukan hanya pada pejabat atau masyarakat, tapi semuanya," kata Fahri, Senin (19/6).

Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra itu meminta kepada Sekretariat Jenderal DPR RI untuk memberikan dukungan secara umum kepada Pansus, dan secara khusus kepada posko pengaduan. Seperti fasilitasi staf ataupun dokumentasi data-data.

"Semoga ini ikhtiar mulia yang menjadi satu tonggak sejarah besar bangsa kita, dimana yang masa akan datang, Indonesia bisa bebas korupsi. Negara yang menggapai kemajuan yang tinggi, karena standar dari kesadaran kita, indeks persepsi korupsi kita menjadi baik di masa mendatang," harap politisi asal dapil NTB itu.

Sebelumnya, Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa menegaskan, posko pengaduan ini bukan tempat penyelesaian kasus. Melainkan untuk menampung aspirasi terkait penyimpangan tugas dan kewenangan KPK.

Menurut Agun, Posko pengaduan ini adalah tempat untuk menampung berbagai pihak yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan KPK. Pihak-pihak itu yang mendapatkan bentuk pelayanan publik dari KPK, yang dirasakan perlu dilaporkan kepada Pansus.

Agun menambahkan, hal-hal yang dapat dilaporkan kepada posko ini seperti proses penanganan yang tidak ditindaklanjuti atau pun proses tertentu yang terambil alih, atau hak-hak tertentu yang tereleminir. Agun memastikan, posko ini diadakan bukan untuk pengaduan penyelesaian kasus.

"Posko ini sebagai bentuk dukungan terhadap Pansus Angket KPK dalam rangka menjalankan tugas penyelidikannya. Tugas penyelidikan itu yang objeknya adalah tugas dan kewenangan KPK, dalam melakukan koordinasi, supervisi, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," jelas Agun.

Selain itu, jelas politisi F-PG itu, posko pengaduan ini diadakan semata-mata dalam rangka menjalankan prinsip clean and good government, yang memiliki prinsip akuntabilitas, transparansi dan partisipatif. Sehingga dengan adanya posko ini, prinsip-prinsip itu bisa dijalankan.

Agun memamparkan, posko pengaduan ini sudah dilengkapi pengaduan secara online, yang bisa disampaikan melalui surat elektronik ke [email protected]. Selain itu, juga bisa melalui pos yang dialamatkan ke Ruang Posko Pengaduan Pansus Angket KPK, Gedung Nusantara III Lantai I, Kompleks Gedung DPR/MPR/DPD, Jalan Jenderal Gatot Soebroto, Senayan, Jakarta, 10270.

"Bisa juga dilakukan pengaduan secara langsung ke posko. Nanti ada mekanisme yang diatur. Penerimaan di sini (posko), kemudian akan di deliver ke Lantai 2 Gedung Nusantara III, di sana ada pimpinan dan anggota yang bertugas. Kalau harus diterima dalam RDPU, maka akan dilaksanakan RDPU," papar Agun.

Dalam kesempatan itu, Agun melaporkan, pihaknya telah menerima tiga laporan dari masyarakat. Laporan itu diantaranya terkait tebang pilihnya penyelesaian kasus kemudian soal pansel KPK yang tidak fair, hingga permasalahan suap pada RAPBD di Sumatera Selatan. "Laporan ini akan dikaji. Laporan yang memiliki korelasi dengan Pansus, akan kita tindaklanjuti," pasti politisi asal dapil Jawa Barat itu.

KPK TERUS MELAWAN - Sementara itu, KPK juga tak tinggal diam dengan langkah-langkah yang diambil pihak Pansus Angket KPK. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengemukakan kritiknya soal Pansus Angket KPK. Syarif mempertanyakan tujuan dibentuknya pansus di DPR tersebut, termasuk pemanggilan Miryam S Haryani.

"Jadi, kalau ada surat pemanggilan seperti itu, sebenarnya kami ingin mempertanyakan, ini dari segi formalitas surat ini salah? Karena ditandatangani Wakil Ketua DPR, bukan oleh Ketua Panitia Hak Angket," ujar Syarif kepada wartawan di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (19/6).

Namun KPK tak mau terlalu mencampuri berjalannya Pansus Angket yang dibentuk dengan pemicu penolakan pembukaan rekaman pemeriksaan Miryam Haryani di KPK. "Tetapi ya sudahlah, masak kita mau mengajari mereka yang pintar-pintar di DPR itu? Toh, kan mereka punya profesor sendiri-sendiri. Jadi seorang profesor itu ketahuan, mana loyang, mana emas," imbuhnya.

Hingga saat ini KPK, sambung Syarif, belum melihat objek angket yang spesifik mengenai penyelidikan kinerja KPK. Sebab, surat mengenai pembentukan Pansus Angket belum pernah diterima KPK, kecuali surat panggilan Miryam.

"Kami menanyakan yang mau di-angket terhadap KPK itu apa? Objek angket itu harus jelas, spesifik, apakah tentang penanganan kasus saja, kami cuma dengar di media. Mereka katanya (bentuk) angket sebagai bagian dari pengawasan, tapi pengawasan yang mana? Pencegahan, koordinasi, supervisi, monitoring, dan penindakan, jadi mereka mana yang mau di-angket? Semua apa salah satu? Nggak jelas," tutur Syarif.

Syarif menegaskan pemanggilan Miryam S Haryani oleh Pansus Angket KPK bisa dikategorikan merintangi penyidikan. KPK kembali mempertanyakan keabsahan Pansus Angket. "Itu pendapat KPK. Kami sudah kirim surat, KPK beranggapan ini adalah menyangkut tentang penyelidikan kasus. Jadi ada potensi obstruction of justice, menghalangi penuntasan kasus," ujarnya.

Syarif mempertanyakan dasar pembentukan Pansus Angket KPK. Sebab, KPK hanya menerima surat panggilan untuk Miryam Haryani dihadirkan pada Pansus hari ini. Surat panggilan Miryam, menurut Syarif, ditandatangani Wakil Ketua DPR, bukan pimpinan Pansus Angket.

"Kami sesuai hukum. Orang mau menolak itu kalau kita sudah dapat dokumen angketnya, sampai hari ini kita nggak dapat. Apa yang diangket dari KPK. Tiba-tiba kemarin datang surat panggilan terhadap Miryam yang ditandatangani bukan oleh Ketua Pansus, tetapi oleh Wakil Ketua DPR. Ini mau angket atau apa? Kami pikir sebenarnya tidak ada angket," paparnya.

Soal penolakan menghadirkan Miryam di Pansus, KPK beralasan pada proses hukum yang sedang ditangani KPK. KPK, ditegaskan Syarif, bersikap independen dalam proses hukum. "Tetapi apakah ini sikap resmi KPK terhadap angket? Bukan. Itu hanya (sikap) atas panggilan itu (Miryam), orang dokumennya saja (terkait pembentukan Pansus) nggak ada," sambung Syarif.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebelumnya mengatakan pihaknya akan bersikap kooperatif bila DPR ingin memverifikasi hasil audit keuangan KPK oleh BPK. Namun bila materi Pansus Angket menyasar proses penyidikan, KPK tidak akan merespons. "Kita menghormati menjadi hak DPR. Cuma, dalam hal materinya menyangkut masalah dalam proses penyidikan, ya kita tidak memberikan," ujarnya terpisah.

Pihak Pansus sendiri tetap ngotot terkait pemanggilan Miryam. Poin soal obstruction of justice dalam surat KPK mendapat reaksi keras dari anggota Pansus. KPK disebut sedang mengancam DPR.

"Saya meminta pimpinan Pansus agar surat ini disikapi secara hukum juga khusus pada poin dua. Ini surat sungguh arogan dengan lambang Garuda Pancasila muncul di DPR. Saya meminta surat ini disikapi secara hukum, khususnya pada poin dua," ujar politikus PDI Perjuangan Junimart Girsang. (dtc)

BACA JUGA: