JAKARTA, GRESNEWS.COM - Secara terbuka Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto menginstruksikan seluruh kadernya untuk memasang foto presiden Jokowi dimana-mana. Instruksi tersebut sebagai strategi Golkar memenangkan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2017, serta pemilihan presiden (pilpres) dan pemilu legislatif 2019 mendatang.

Langkah tersebut tentu saja mengundang kecaman PDIP selaku partai pengusung Jokowi pada pilpres 2014 lalu. Sejumlah pihak juga menganggap manuver  Golkar jelang Pilkada itu sebagai permainan politik tanpa garis definitif atau politik cair yang mengarah pada politik transaksional.

Apalagi jika melihat ke belakang saat PilPres 2014, Golkar bukanlah partai yang mendukung Jokowi, bahkan menjadi Rival dengan mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Sikap Golkar yang cukup keras menentang Jokowi pada waktu, kini berbalik 180 derajat. Golkar bahkan terang-terangan menjadikan Jokowi sebagai alat bantu pemenangan Pilkada.

Menanggapi manuver ini pengamat politik Emrus Sihombing menilai sikap Partai Golkar itu sangat transaksional. Hal itu menurutnya tidak bisa jadi jaminan bahwa Golkar akan mendukung Jokowi pada pemilu 2019 mendatang. Pasalnya saat mendeklarasikan dukungan terhadap Jokowi di Pemilu 2019, Jusuf Kalla sebagai kader asli partai pohon beringin justru tidak mendapat ruang dukungan.

"Malah Jokowi yang jelas-jelas dari PDI-P yang didukung," ujar Emrus Sihombing melalui pesan yang diterima gresnews.com, Kamis (15/9).

Emrus juga menilai, hal ini mengindikasikan Golkar tidak mampu melahirkan kader yang mumpuni. Keputusan mengadopsi kader PDI-P dalam Pilpres 2019 membuktikan kaderisasi di tubuh Golkar tidak berjalan normal. Padahal dari segi umur, Golkar merupakan salah satu partai tertua di Indonesia, seharusnya sudah memiliki sistem yang matang dan amunisi kader-kader andalan yang mumpuni.

Tindakan Golkar membawa-bawa simbol Jokowi dalam bentuk apapun untuk kepentingan politik praktis, menurut Emrus justru akan merusak brand Jokowi sendiri. Selama ini Jokowi sudah memiliki brand yang baik, mulai dari Walikota Solo sampai ke Presiden RI bersama PDI-P. Hal itu tentu harus dijaga dengan konsisten untuk membuktikan bahwa Jokowi konsisten dan mempunyai visi dan garis politik yang jelas.

Jika ada partai menggunakan simbol terkait Jokowi dalam kampanye politik, misalnya, dari aspek komunikasi politik bisa jadi dapat merugikan posisi Jokowi sendiri di mata rakyat, sebagai pemilik kedaulatan.

"Jokowi pun harus turun tangan mengingatkan partai yang mempergunakan simbol dirinya,"ujar Emrus.

Diketahui Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto telah menginstruksikan seluruh kadernya di daerah untuk memasang gambar Jokowi di setiap acara yang diselenggarakan pengurus Golkar di daerah-daerah. Perintah itu didalihkan untuk mendukung pencalonan Jokowi. "Untuk itu pasang gambar, pasang foto di baliho, spanduk billboard," ujar Setya, Jumat lalu.

Perintah itu juga ditujukan kepada setiap calon kepala daerah yang akan maju pada pilkada mendatang. Mereka diminta agar mengikutsertakan gambar Jokowi di dalam setiap baliho yang dipasang di jalan-jalan.  "Buat desain baliho semenarik mungkin. Sehingga itu juga berdampak positif bagi Golkar ke depan," katanya.

LARANGAN PENGGUNAAN ATRIBUT PRESIDEN - Disisi lain, DPR dan KPU telah sepakat melarang penggunaan segala bentuk atribut Presiden dan Wakil Presiden dalam kampanye. Aturan itu nantinya menegaskan bahwa setiap gabungan parpol maupun pasangan calon yang maju dalam pilkada tidak boleh memasang foto Presiden dan Wakil Presiden di alat peraga kampanye.

Larangan itu juga  tercantum dalam Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kampanye Pemilihan Kepala Daerah. Dimana dinyatakan bahwa foto atau nama presiden dan wakil presiden yang sedang menjabat tidak boleh dicantumkan dalam alat peraga kampanye dan bahan kampanye. Sedangkan untuk mantan presiden dan mantan wakil presiden masih diperbolehkan.

"Sebagai lambang pemersatu bangsa, foto presiden tak layak digunakan di pilkada," ujar Lukman Edy dari Komisi II DPR RI, di gedung DPR, Kamis (15/9).

Namun Lukman menggarisbawahi aturan tersebut hanya berlaku saat masa kampanya, sehingga yang dilakukan Golkar dengan memasang foto Presiden Jokowi saat ini belum melanggar aturan. Akan tetapi saat masa kampanye spanduk tersebut harus segera dicopot, sebab pelarangan  pemasangan foto presiden oleh partai hanya berlaku saat masa dan kegiatan kampanye.

"Kalau di luar kegiatan kampanye ya silahkan," ujar Lukman.

Senada dengan Lukman, Arteria Dahlan dari Komisi II DPR juga menghimbau seluruh calon kepala daerah, tim sukses, partai pendukung dan seluruh relawan agar tidak mempergunakan foto presiden demi kepentingan kampanye. Hal itu menjadi kewajiban yang harus dipatuhi oleh seluruh peserta pilkada, sebab pelarangan ini sudah disepakati oleh seluruh pihak yaitu KPU, Pemerintah dan DPR RI. "Jika mengacu pada UU No 10 tahun 2016 pasal 9 maka keputusan ini bersifat mengikat secara hukum," ujar Arteria.

Ia menjelaskan bahwa DPR dan KPU sepakat, jika foto presiden dipampang dalam alat peraga kampanye salah satu tokoh akan menguntungkan tokoh tersebut dan jelas akan merugikan pasangan lainnya. Sehingga disepakati untuk membuat norma yang jelas di PKPU untuk kampanye.

"Ini berlaku di semua tahapan terutama kampanye," ungkap Arteria di gedung DPR RI, Kamis (15/9).

Peraturan ini menjadi warning untuk seluruh peserta pilkada dan partai pendukungnya agar segera mencabut spanduk yang memasukan atribut Presiden. Sebab secara konstitusi, Presiden sebagai simbol pemersatu bangsa tidak boleh terlihat mengusung atau mengedepankan salah satu pihak. Sehingga pemasangan atribut Presiden untuk kepentingan kampanye dengan alasan apapun dilarang.

Sementara itu, KPU sendiri menyatakan akan menindak tegas pelaku yang mempergunakan atribut presiden di alat peraga kampanye pilkada. Tapi tindakan itu hanya dapat dilakukan saat sudah memasuki masa kampanye, apabila ada Partai pasangan yang mempergunakan atribut Presiden di luar masa kampanye, KPU sepakat tidak berhak menindaknya.

"Aturan ini hanya berlaku saat masa kampanye dimulai sampai berakhir," ujar ketua KPU Juri Ardiantoro di gedung DPR, Kamis (15/9).

Walaupun tidak memiliki hak menindak pemakaian atribut presiden di luar masa kampanye, ia berharap partai peserta pilkada seperti Golkar tidak memasang foto presiden maupun wakilnya di alat peraga. Sebab larangan tersebut sejatinya dibuat untuk menjaga Marwah presiden sebagai simbol pemersatu bangsa, sehingga tidak digunakan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.

"Untuk sekarang ini dapat dicari payung hukum lain dalam menindak penggunaan atribut Presiden," ujarnya

Dalam draft pelarangan tersebut, telah diatur apa saja yang boleh menjadi konten dalam alat peraga kampanye, baik itu spanduk, baliho atau pun yang lainnya. Alat peraga kampanye hanya boleh berisikan visi misi pasangan calon baik dalam bentuk gambar atau pun tulisan. Sedangkan untuk gambar orang atau tokoh, Juri mengatakan KPU hanya memperbolehkan untuk memasang pasangan calon dan pengurus partai pengusung dari pasangan calon.

Ini bukan kali pertama Golkar membuat manuver politik yang melibatkan Jokowi. Sebelumnya Golkar sempat membuat gaduh saat menyatakan telah mengantongi beberapa nama yang akan diajukan sebagai pendamping Jokowi di Pilpres 2019. Hal ini tentu saja membuat geram PDI-P sebagai partai yang telah mengusung Jokowi di Pilpres 2014 lalu, padahal dalam PilPres 2014 Golkar bersuara sangat keras menentang Jokowi walaupun Jusuf Kalla selaku tokoh Golkar menjadi pasangan Jokowi.

Sikap Golkar berbalik saat Setya Novanto menjadi ketua umum, Golkar segera mendeklarasikan diri sebagai partai pendukung Jokowi. Hal ini pun tidak sia-sia, Golkar untuk menangguk kursi kabinet saat reshuffle Jilid II  yaitu dengan diperolehnya kursi Menteri Perdagangan.

BACA JUGA: