JAKARTA, GRESNEWS.COM - PDIP yang notabene adalah partai pendukung Presiden Joko Widodo kembali bicara soal pemakzulan Jokowi. Lagi-lagi yang berbicara soal ini adalah politisi seniornya Effendi Simbolon. Effendi mempersoalkan keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memperpanjang izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia.

Dia menilai, langkah Sudirman Said memperpanjang izin ekspor konsentrat kepada Freeport melanggar Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Meski begitu, kata Effendi, langkah Sudirman ini tetap menjadi tanggung jawab Jokowi sebagai Presiden karena Sudirman Said hanya bertindak sebagai pelaksana.

"Presiden bertangggung jawab karena riil melanggar UU Minerba (Mineral dan Batubara). Sudirman itu hanya kacung saja. Presiden sudah melanggar UU," tegas Effendi Simbolon di gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/2).

Langkah Sudirman Said, kata dia, adalah kesalahan Jokowi sebagai pemimpin negara. "Kita tidak cari-cari kesalahan. Ini fakta. Sehingga kalau Presiden melanggar sumpah jabatannya, itu bisa di-impeach. Kita tidak mau negeri hancur," ujarnya.

Menurut Effendi pihaknya mendorong DPR untuk melaporkan presiden Jokowi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pelanggaran Presiden tersebut. "Kita DPR bisa menyampaikan ke MK dengan dasar pelanggaran tersebut  kalau presiden melanggar UU," tegasnya.

Berdasarkan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba, Freeport dan perusahaan tambang lain di Indonesia tidak boleh mengekspor konsentrat. Semua konsentrat harus dimurnikan di dalam negeri. Makanya, mereka diwajibkan membangun smelter atau tempat permurnian.

Hanya saja, sampai saat ini, Freeport belum juga membangun smelter. Meski begitu, pemerintah toh, akhirnya melunak dengan mengeluarkan PP Nomor 1/2014 yang membolehkan Freeport melakukan ekspor konsentrat hingga 28 Januari lalu meski belum juga membangun smelter. Sebagai syarat perpanjangan izin ekspor konsentrat ini, Freeport diwajibkan menyetor dana jaminan sebesar US$530 juta.

Masalahnya, Freeport juga tak mau membayar jaminan itu dengan alasan kesulitan keuangan. Lagi-lagi pemerintah melunak dengan memperpanjang izin ekspor konsentrat meski Freeport belum menyetor dana jaminan itu. Freeport hanya diwajibkan membayar Bea Keluar (BK) ekspor tambang sebesar 5%.

Karena itulah Effendi Simbolon menilai pemerintah melanggar UU Minerba dan pelanggaran ini bisa berujung pada pemakzulan Jokowi. Bicara pemakzulan, bukan kali ini saja PDIP, khususnya Effendi Simbolon menyinggung soal itu. Ketika mengkiritk kebijakan 100 hari kerja Jokowi-JK Effendi Simbolon juga menyinggung kinerja Jokowi yang dinilainya banyak menabrak UU dan ketika itu, dia bicara pemakzulan Jokowi.

Belum lama ini, dia juga mengkritik keras Jokowi terkait kereta cepat Jakarta-Bandung yang dinilainya sebagai proyek pemburu rente karena proyek itu dikerjakan dengan terburu-buru bahkan mengabaikan Kementerian Perhubungan yang belum mengeluarkan perizinan. "Saya curiga, jangan-jangan di situ ada tim pemburu rente yang sangat terkoordinir secara baik," ujarnya.

Jokowi dinilai tak mampu "menertibkan" Menteri BUMN Rini Soemarno yang terus memperburuk citra pemerintahan Jokowi. Sebelumnya, serangan terhadap Rini juga dipakai PDIP untuk "menembak" Jokowi. Panggungnya adalah Panitia Khusus Pelindo II yang dalam salah satu rekomendasinya adalah meminta Presiden Jokowi memecat Rini. Kartu ini belakangan juga digoreng PDIP lewat Ketua Pansus Pelindo II Rieke Dyah Pitaloka untuk memunculkan wacana pemakzulan Jokowi.

Rieke menegaskan, jika rekomendasi Pansus Pelindo II tak diindahkan Jokowi, maka DPR bisa mendorong dilakukannya hak angket yang juga bisa berujung pada pemakzulan Jokowi. Sikap PDIP ini memang terbilang cukup aneh, karena sebagai partai pendukung pemerintah, justu PDIP malah mendorong pemakzulan Jokowi.

Toh menurut Effendi Simbolon, wacana pemakzulan muncul karena salah Jokowi sendiri yang mampu dimanfaatkan lawan politiknya. Dia mengatakan, jika ingin selamat, Jokowi harus menutup rapat celah pemakzulan. Salah satunya dengan cara melakukan evaluasi pemerintahan. "Instrumen dalam pemerintahan itu sendiri tidak cukup baik untuk melaksanakan kerja sebagai pemerintah," ujarnya.

Effendi berharap pemerintahan Jokowi yang telah sering membentur segenap regulasi hukum, bisa menjadi lebih baik. "Itu poin saya. Saya ingin sampaikan ini agar Jokowi sebagai Presiden kemudian melakukan pembenahan dan kembali ke khitohnya. Sehingga, penyelengaraan negara, khususnya di eksekutif itu benar-benar di relnya dan sesuai dengan konstitusional," tandas dia.

DIMANFAATKAN LAWAN POLITIK - Kerja pemerintahan Jokowi yang banyak memancing kontroversi ini memang rentan dimanfaatkan lawan politiknya. Beberapa waktu lalu, misalnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sempat juga mengusung isu pemakzulan Jokowi, gara-gara penanganan kasus kabut asap di Sumatera dan Kalimantan yang dinilai lamban dan membuat rakyat di kedua pulau itu menderita selama berbulan-bulan.

Adalah senator dari Provinsi Riau Intsiawati Ayus, yang menyatakan konstitusi telah memerintahkan Presiden RI wajib melindungi warga negara dari berbagai ancaman, termasuk ancaman kematian dari kabut asap yang tiga bulan ini telah mengancam lebih dari juta penduduk Indonesia di 24 provinsi. Dan menurut dia, Jokowi gagal menjalankan amanat itu sehingga lebih dari 60 juta warga di 24 provinsi hidup dalam kondisi udara yang tidak sehat.

Ketika itu, Ayus menegaskan, Presiden Jokowi selaku penanggung jawab pemerintahan sudah harus turun melalui mekanisme pemakzulan. Langkah Ayus ini kemudian diikuti anggota DPD lainnya yang menandatangani surat kepada Presiden Joko Widodo tentang langkah-langkah penanggulangan bencana kebakaran hutan dan kabut asap.

Di antara mereka adalah Abdul Azis (Sumatera Selatan), Mervin Sadipun Komber (Papua Barat), M Syukur (Jambi), Permana Sari (Kalimantan Tengah), Anang Prihantoro (Lampung), Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalimantan Selatan), Novita Anakotta (Maluku), Aji Muhamad Mirza Wardhana (Kalimantan Timur), Dharmayanti Lubis (Sumatera Utara), Maria Goreti (Kalimantan Barat), Eni Khaerani (Bengkulu), Bahar Buasan (Bangka Belitung), Abdul Gafar Usman (Riau), Charles Simare-Mare (Papua) dan Ahmad S Malonda (Sulawesi Tengah).

Soal kabut asap ini juga pernah "digoreng" Partai Keadilan Sejahtera untuk mendorong dilakukannya hak angket lewat mekanisme pembentukan Pansus Kabut Asap. Pembentukan pansus ini sempat menjadi wacana yang hangat sebelum akhirnya menghilang seiring padamnya kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan.

PKS juga sempat menggoyang pemerintah lewat usulan hak angket terhadap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang dinilai telah bermain politik praktis dan melanggar hukum dalam kasus Golkar. Yasonna ketika itu mengesahkan kepengurusan Agung Laksono dan mengabaikan gugatan hukum yang tengah dilayangkan kubu Ical.

Terakhir terkait masalah Freeport, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga mendorong hak angket Freeport untuk menyelidiki kinerja dan pola hubungan PT Freeport Indonesia dengan pemerintah. Fahri sempat kembali mengusulkan pembentukan pansus itu ketika Maroef Sjamsoeddin mundur dari jabatan Presiden Direktur Freeport Indonesia.

"Pengunduran dirinya adalah peristiwa penting. Saya anggap ini sebagai bahan baku DPR untuk melakukan investigasi secara menyeluruh sebelum menentukan masa depan operasi Freeport di Papua," ujar Fahri beberapa waktu lalu.

Dia menduga mundurnya Maroef dilatari kepentingan kelompok tertentu di balik Freeport. "Ada permainan tingkat tinggi yang mungkin tidak kami mengerti. Sandiwara ini harus membuat kami curiga, kartu apa yang sedang dimainkan," ucapnya.

Karena itu, Fahri mengaku tengah mendorong pimpinan partai politik untuk menandatangani usulan penggunaan hak angket kasus Freeport. Belakangan, isu ini juga redam dengan sendirinya sampai kemudian masalah Freeport kembali memicu wacana munculnya pemakzulan Jokowi yang dilontarkan oleh Effendi Simbolon.

TAGIH SMELTER - Pengamat pertambangan Budi Santoso menilai, langkah pemerintah memperpanjang izin ekspor konsentrat Freeport tanpa jaminan sebesar US$530 juta bisa saja dilakukan. Hanya saja, pemerintah harus tegas menagih jadwal yang rinci terkait pembangunan smelter.

"Kalau Freeport dihentikan eskpornya, maka dampak buruknya juga besar. Freeport produksi 220 ribu ton ore (bijih) per hari. Jadi kalau dihentikan akan terjadi penumpukan material dan pemutusan hubungan kerja (PHK) serta lainnya, saya tidak melihat siapa dan kepentingan siapa, tapi saya melihat dampaknya saja," kata Budi di Jakarta, Rabu (10/2).

Budi menjelaskan, akan lebih buruk apabila Freeport mengajukan artibrase terkait larangan eskpor ini. Alasanya karena di dalam kontrak karya (KK) Freeport tahun 1991 sudah jelas disebutkan  bahwa kegiatan ekspor merupakan hak penambang. "Freeport harus menyetor uang jaminan kan hanya inovasi pemerintah dan itu debatable . Karena jika ditarik KK tidak ada disana. Pemerintah boleh saja izinkan ekspor, namun Freeport harus perlihatkan kesungguhan bangun smelter dengan memberikan jadwal yang serius dan kalau bisa pemerintah libatkan independen konsultan atau surveyor," jelasnya.

Budi menambahkan, dalam pembangunan smelter tersebut, pemerintah harus bisa memberikan kelonggaran jadwal yang realistis. Alasannya, karena membangun smelter tidak mudah. Freeport juga butuh jaminan dari pemerintah demi bisa mendapatkan sumber pendanaan dari bank. "Kalau untuk tempat saja belum jelas maka studi kelayakan yang bankable tidak mungkin soalnya Freeport tidak mungkin bangun sendiri, jadi tidak simpel, jadi harus ada tolak ukur jadwal yang jelas," ujarnya.

Pemerintah sendiri bersikap percaya akan komitmen Freeport membangun smelter sehigga Freeport diberikan izin mengekspor konsentrat. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, keputusan tersebut diberikan karena pihak perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) menyanggupi untuk membayar bea keluar sebesar lima persen.

"Freeport sudah merespons dan mereka (PT Freeport Indonesia) bersedia memenuhi yang lima persen (bea keluar), selanjutnya Kementerian merekomendasikan," kata Bambang di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/2).

Sementara itu, syarat kedua diantaranya, pembayaran uang jaminan kesungguhan pembangunan smelter akan dibicarakan lebih lanjut. "Untuk kemudian yang US$530 juta dibicarakan nanti, lebih lanjut," ujarnya.

Selanjutnya setelah diberikan rekomendasi, maka rekomendasi dari Kementerian ESDM itu diberikan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk diberikan izin ekspor konsentrat yang berlaku enam bulan ke depan. Sedangkan untuk izin ekspor kali ini, hingga Agustus 2016 atau selama enam bulan mendatang, Bambang menambahkan perusahaan asal Amerika Serikat ini memiliki kuota ekspor sebanyak satu juta ton.

"Satu juta itu. Jadi karena dia sudah sanggup ya sudah. Dan itu sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kordinator Bidang Perekonomian dan Peraturan Menteri yang ada," paparnya. (Gresnews.com/Agus Irawan/dtc)

BACA JUGA: