JAKARTA, GRESNEWS. COM - Sudah sepekan berjalan sejak DPP Partai Golkar Munas Pekanbaru, Riau mengirimkan surat resmi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Surat tersebut perihal permohonan agar KPU segera menindaklanjuti putusan provisi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Surat itu tertanggal 17 Juni 2015, serta ditandatangani oleh Ketua umum Aburizal Bakrie dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham. Namun hingga saat ini KPU belum memberikan jawaban resmi terkait surat tersebut.

Dalam surat tersebut, DPP Partai Golkar kembali menegaskan putusan yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Utara. Dalam salah satu amar putusannya, PN Jakarta Utara menyatakan sebelum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap terkait sengketa Partai Golkar yang melibatkan kubu Munas Bali dan kubu Munas Ancol pimpinan Agung Laksono, kepengurusan yang sah adalah hasil Munas Riau 2009 dengan Ketua Umum Aburizal  dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Munas Riau Tantowi Yahya menyatakan seharusnya KPU tidak perlu sulit untuk mengambil keputusan terkait persolan ini. Menurutnya ini hal yang  sederhana, karena putusan dari dua Pengadilan yaitu PTUN Jakarta dan PN Jakarta Utara sudah sangat jelas, dimana keduanya sudah tidak mengakui keberadaan dua hasil Munas, baik itu Munas Ancol maupun Munas Bali.

"Itu artinya ada kevakuman pengurus, dan partai politik tidak boleh vakum kepengurusannya. akhirnya itu kembali merujuk kepada hasil munas yang masih terdaftar di Kemenkumham yaitu Munas Riau. Jadi secara logika itu gampang sekali," ujarnya kepada gresnews.com.

Bagi Tantowi tidak ada alasan bagi KPU untuk tidak mengesahkan Partai Golkar Munas Riau ikut Pikada. "Bila KPU meminta agar kepengurusan yang baru didaftarkan kembali ke Kemenkumham, permasalahannya pengurusan yang mana, karena yang Riau kan sudah terdaftar," ujarnya seusai rapat Paripurna DPR RI, (23/6).  

KPU BERGEMING - Namun meski sudah ada putusan pengadilan, KPU bergeming dari sikap awalnya terkait konflik partai dalam menghadapi Pilkada serentak ini. KPU masih berpegang teguh kepada PKPU No 9 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota.

Sikap tersebut tercermin dari penyataan Ketua KPU Husni Kamil Manik saat dikonfirmasi terkait sikap lembaganya dalam menghadapi putusan provisi tersebut. Apakah kepengurusan Munas Riau tetap harus mendapatkan SK Menkumham meskipun sudah ada putusan pengadilan.

Dia tetap mengharuskan Partai Golkar memiliki SK terbaru dari Menkumham yang mensahkan kepengurusannya. Husni berdalih PKPU yang diterbitkan itu sudah sesuai dengan UU No 2 Tahun 2011 tantang Partai Politik. "Saya tidak perlu menjelaskan teknis sekali, karena prinsipnya itu sudah diatur dalam PKPU. Sikap KPU ya berdasarkan PKPU," ujarnya kepada gresnews.com di Gedung DPR RI, Kamis (24/6).

Husni juga mempertanyakan apa dasar dari sikap Partai Golkar Munas Riau yang ngotot berhak untuk ikut Pilkada serentak karena adanya putusan provisi. "Itu dasarnya apa, undang-udangnya apa," ujar mantan Ketua KPU Provinsi Sumatera Barat ini.

Memang pada Pasal 36 Ayat 2 PKPU menyatakan KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota tidak dapat menerima pendaftaran Pasangan Calon sampai dengan adanya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan ditindaklanjuti dengan penerbitan keputusan dari menteri tentang penetapan kepengurusan partai politik. Itu artinya Partai Golkar Munas Riau tidak otomatis bisa langsung mengikuti Pilkada serentak Desembar mendatang. Karena putusan pengadilannya belum inkracht.

Komisioner KPU Sigit Pamungkas mengatakan  saat ini KPU tengah mempelajari semua putusan pengadilan yang berkaitan dengan partai yang tengah bersengketa.  Apakah putusan tersebut menciptakan hukum baru atau tidak. Mengenai putusan pengadilan terkait konflik Partai Golkar, Sigit mengakui bila soal itu termasuk yang menjadi kajian KPU.  "Tetapi kami belum dapat mengambil kesimpulan terkait posisi partai yang tengah bersengketa dalam pilkada," ujarnya kepada gresnews.com.

Namun Sigit menegaskan kajian tersebut akan selesai sebelum pendaftaran pasangan calon di Pilkada dibuka pada 26 Juli mendatang. Mereka juga akan memberikan kejelasan terhadap nasib partai politik yang  tengah berkonflik "KPU sudah akan punya sikap, apakah sama dengan PKPU atau akan ada cara pandang lain," ujar komisioner yang juga akdemisi Universitas Gadjah Mada ini.

Menanggapi sikap dari KPU yang enggan untuk segera menuruti perintah putusan provisi tersebut. Kuasa hukum Partai Golkar Munas Bali Yusril Ihza Mahendra menilai KPU sudah membuat peraturan yang aneh. Bagi Yusril kekuatan semua jenis putusan pengadilan itu memiliki kekuatan yang sama dan harus ditaati.

"Putusan sudah jelas begitu, mereka saja yang buat peraturan aneh-aneh, katanya harus putusan yang inkracht. Namanya putusan pengadilan itu sama saja kekuataanya mau itu putusan sela, mau provisi, mau yang lain itu sama saja mereka saja yang tidak mengerti," ujarnya kepada gresnews.com.

PUTUSAN PROVISI - Yusril menjelaskan, SK Menkumham Munas Riau sudah ada  dan itu tidak pernah dicabut oleh Menkumham. Belakangan memang menteri mengeluarkan SK baru yang mengesahkan Agung Laksono, dan itu oleh putusan pengadilan TUN dinyatakan batal meskipun mereka sedang banding. Tapi kan sudah ada putusan sela  yang memutuskan menunda pemberlakuannya hingga ada putusan tetap PTUN.

"Putusan itu kemudian dikuatkan oleh PN Jakarta Utara. Putusannya menyatakan secara tegas karena SK Menkumham cacat maka dalam putusan provisinya SK yang sah adalah SK yang mensahkan DPP Partai Golkar Munas Riau, jadi tidak perlu lagi ada surat SK yang baru," ujar pengacara sekaligus sebagai politisi Partai Bulan Bintang ini.

Yusril mengingatkan bahwa sikap KPU itu adalah sikap yang ngawur. Karena meskipun ada putusan eksekutif, tetapi pengadilan punya kewenangan untuk mengatakan putusan  itu sah atau tidak. "Ini sudah ada dua putusan pengadilan tetapi mereka masih ngeyel bagaimana ini," pungkasnya.

Pandangan Yusril, sejalan dengan pandangan pakar hukum Tata Negara, Margarito Kamis. Menurut Margarito, KPU sudah tidak taat pada hukum jika tidak mengikuti perintah dari putusan pengadilan. Secara hukum tidak ada alasan bagi KPU untuk menolak menyelenggarakan perintah pengadilan tersebut, karena perintah pengadilan tersebut mengikat mereka juga, kecuali mereka memakai hukum rimba politik.

"Itu namanya hukum KPU yang ngawur, memang KPU itu tunduk pada hukum negara mana. Bukankah yang diperkarakan adalah SK yang mereka persoalkan. Yang diperkarakan adalah soal keabsahan salah satu kepengurusan, dan itu yang diperintahkan tidak bisa dilakukan. Terus mereka mau pakai hukum apa lagi," ujarnya kepada gresnews.com.

Margarito mengakui memang putusan provisi adalah putusan sela, namun meskipun begitu putusan itu dengan sendirinya menurut hukum akan mengikat semua pihak yang terkait dengan perkara tersebut. Jadi tidak ada alasan bahwa itu belum inkrach. Dengan demikian, menurut Margarito seharusnya KPU langsung mengesahkan kepengurusan Munas Riau yang berhak ikut pilkada serentak tahun 2015 ini.

"Justu karena belum inkracht itulah ada putusan sela. Begitulah hukum acara kita. sehingga tidak ada alasan hukum untuk tidak menaati putusan pengadilan. Putusan itu memastikan pengurus yang sah yang ada dalam putusan tersebut," tutup Doktor lulusan Universitas Indonesia ini. (Lukman Al Haries)

BACA JUGA: