JAKARTA, GRESNEWS.COM - Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) No 1446/KPU/VII tanggal 25 Juli 2014 terkait perintah pembukaan kotak suara hasil pemungutan suara dipermalahkan Tim kuasa hukum Pasangan Prabowo-Hatta. Tim Advokasi Prabowo-Hatta menyatakan tindakan KPU itu sebagai pelanggaran.Menurut Wakil Ketua Tim Advokasi Prabowo-Hatta Razman Arif Surat Edaran KPU tersebut sebagai bentuk pelanggaran kode etik. Hal itu , menurut dia, membuktikan adanya dugaan kuat jika ada manipulasi data oleh KPU terkait hasil Pilpres. "SE jelas pelanggaran kode etik kedua, bahkan sudah masuh pidana," kata Razman kepada Gresnews.com, Jumat (1/8).


Sebelumnya KPU menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla meraih suara terbanyak 53.15 % mengalahkan pasangan Prabowo-Subianto sebesar 46.85%.

Razman menyebut SE tersebut menunjukkan tidak kredibelnya dan tidak akuntabel proses penghitungan hasil Pilpres oleh KPU. Bahkan menurut dia saat dilakukan rekap pada 22 Juli lalu, keesokan harinya Tim Prabowo-Hatta telah menemukan sebanyak 265 kotak suara yang masih tersegel. Temuan tersebut membuktikan bahwa KPU telah berbohong jika tidak ada kotak suara yang belum dihitung.

Dalam konteks tersebut,Razman menuding KPU melanggar kode etik. Tindakan KPU tersebut telah dilaporkan ke DKPP. Kemudian pada 25 Juli, KPU mengeluarkan SE untuk membuka kotak suara. Padahal sebagai pihak terlapor dan tergugat di DKPP maupun di MK hal itu tidak boleh dilakukan KPU.

Untuk itu Razman meminta tindakan KPU tersebut diberikan sanksi berat. DKPP harus tegas memberhentikan Ketua KPU Husni Kamil Manik. "Hukum harus ditegakkan kepada siapapun yang melanggar. Jika diberhentikan maka semua produk yang dilakukan KPU batal demi hukum," kata Razman.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti. Menurut Ray pembukaan kotak suara di beberapa tempat yg dilakukan oleh PPS atau PPK atas dasar SE KPU RI No 1446/KPU tanggal 25 Juli 2014 menurutnya janggal.

Pertama, KPU sebagai penyelenggara pada dasarnya tidak memiliki kewenangan eksklusif untuk dapat bertindak sekehendak hati atas seluruh arsip pemilu. Kewajiban KPU hanyalah menyimpan arsip yang dimaksud, bukan kemudian memperlakukannya secara sepihak sekehendak hati. Kedua, bahwa saat ini KPU sendiri tengah menghadapi sengketa hasil pilpres di MK. Artinya, pembukaan kotak suara itu berlangsung secara sepihak tanpa persetujuan baik Bawaslu maupun peserta pilpres. Ketiga, lazimnya karena hasil pilpres tengah disengketakan MK semestinya pembukaan dokumen atau arsip pemilu yang jadi bahan sengketa harus melalui persetujuan MK.

"Sejauh ini, MK belum membuat keputusan agar dilakukan pemeriksaan dokumen-dokumen terkait dengan hasil Pilpres," kata Ray kepada Gresnews.com melalui Blackberry Messeger.

Oleh karena itu, aktivitas pembongkaran kotak suara semestinya tidak dilakukan. Apalagi hal ini dilaksanakan secara sepihak oleh KPU. Perlu diketahui, hak untuk mendapatkan salinan dokumen dan arsip pilpres adalah hak yang dimiliki oleh seluruh peserta pemilu dan penyelenggaranya. KPU tidak lebih berhak dari Bawaslu atau dua pasangan capres. Jika KPU dapat membuka kotak suara secara sepihak, maka Bawaslu dan peserta sejatinya juga memiliki hak yang sama untuk melakukannya.

Tentu saja, akan sangat ganjil, kalau semuanya tiba-tiba ingin saling membuka kotak suara. Sikap ini justru memberi sinyal buruk bahwa seolah KPU tidak memiliki kesiapan dan keyakinan diri bahwa apa yang telah mereka lakukan selama penyelenggaraan pilpres berlangsung sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu, agar tidak terlalu jauh menjadi bahan pertanyaan masyarakat dan meningkatkan ketidakpercayaan pada kinerja KPU, lembaga ini harus segera menghentikan aktivitas pembongkaran kotak suara.

Namun Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyatakan memiliki kewenangan untuk membuka kotak suara. Sehingga apa yang dilakukannya tidak melanggar peraturan. "Tidak ada larangan membuka kotak suara. Kami juga menjalankan sesuai prosedur. Jadi saya kira niat kami memperlancar persidangan, karena banyak dokumen dalam kotak," ujar Hadar di Hotel Novotel Jakarta, Jl Gadjah Mada, Taman Sari, Jakarta Barat, Jumat (1/8).

Menurutnya, justru akan menghambat persidangan apabila pemeriksaan dokumen baru dilakukan ketika masa sidang. Selain itu pembukaan kotak suara juga dilakukan dalam rangka mengumpulkan bukti.

"Di sisi lain kami harus menunjukan bukti. Bagaimana membawa dan membuka dalam persidangan. Niat ini bukan untuk menganggu, dan ini bukan percaya diri dan tidak. Kami pun mengumpulkan bukti seperti hal pihak pemohon," jelas Hadar.Hadar menjelaskan bahwa proses pembukaan kotak suara tidak masalah karena menghadirkan Panwaslu dan Bawaslu.


Berdasarkan dokumen SE 1446/KPU/VII/2014, KPU beralasan penerbitan surat edaran karena dalam rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pilpres secara nasional saksi pasangan calon menyampaikan keberatannya.

Para saksi pasangan calon presiden dan wakil presiden mempermasalahkan keberadaan pemilih yang menggunakan formulir model A5 PPWP (DPTb) dan pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT/DPTb/DPK dan menggunakan hak pilihnya satu jam sebelum berakhirnya waktu pemungutan suara di TPS (DPKTb).

KPU meminta KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota menyiapkan salinan formulir A5 PPWP dan C7 PPWP yang telah dilegalisir serta segera menyampaikan sebagai alat bukti di Mahkamah Konstitusi (MK). KPU juga menginstuksikan agar dalam proses pengambilan formulir A5 PPWP dan C7 PPWP, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk berkoordinasi dengan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota dan pihak kepolisian. Setelah formulir A5 PPWP dan C7 PPWP digandakan, formulir asli kemudian dikembalikan ke dalam kotak suara dan dikunci/digembok seperti semula.

KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota selanjutnya diminta melegalisir salinan dua formulir tersebut melalui Kantor POS. Terakhir, membuat berita acara pembukaan kotak suara yang ditandatangani oleh Ketua KPUD Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Surat ditandatangani Ketua KPU Pusat, Husni Kamil Manik. (dtc)

BACA JUGA: