JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dua partai dari Koalisi Merah Putih yaitu PPP dan PAN menghadiri Rapat Kerja Nasional PDIP di Semarang. Hadirnya kedua partai tersebut menuai spekulasi kemungkinan perubahan haluan koalisi kedua partai tersebut. Apalagi di internal PPP sendiri tengah terjadi dinamika internal dimana sebagian kubu menghendaki bergabung dengan PDIP. Lalu hubungan PAN dan PDIP juga mulai mencair paska bertemunya ketua umum PAN Hatta Rajasa dengan presiden terpilih Joko Widodo paska pilpres.

Menanggapi hal ini, pengamat politik dari Universitas Atmajaya, Agus Nugroho mengatakan para relawan menyarankan agar Jokowi berhati-hati dalam memilih mitra koalisi. Namun ia menilai PPP dan PAN memenuhi syarat untuk menjadi mitra koalisi karena keduanya partai yang reformis. Jika mau membandingkan kemungkinan terbesarnya, menurutnya PPP tentu akan lebih mudah menjadi mitra koalisi Jokowi-JK.

Sebab menurut Agus, PPP pernah ada dalam koalisi Megawati-Bintang dan duet Megawati-Hamzah Haz. Sementara perubahan kepemimpinan di internal PPP juga memberikan peluang besar bagi partai tersebut mengubah haluan. Disisi lain kemungkinan PAN untuk mengubah haluan juga terbuka karena aslinya PAN adalah partai yang reformis.

Namun, menurutnya, ada dua hal yang bisa menghambat bergabungnya PAN ke PDIP. Pertama Hatta Rajasa adalah calon wakil presiden Koalisi Merah Putih. “Kedua, nama Amien Rais dan anaknya (Hanum?) membuat PAN berbau "ikan busuk" bagi para pendukung Jokowi,” katanya pada Gresnews.com, Sabtu (20/9).

Sependapat dengan Agus, pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Tahir Kasnawi menilai ada kemungkinan PPP berpindah haluan dengan kondisinya yang sedang mengalami konflik internal. Menurutnya, kelompok yang ambil alih kepemimpinan PPP saat ini adalah mereka yang dari awal memang cenderung ke pihak Jokowi. “Kalau PAN saya kira kecenderungannya tetap bersama Koalisi Merah Putih lebih kuat daripada beralih ke Jokowi,” ujarnya pada Gresnews.com, Sabtu (20/9).

Namun pengamat politik dari Universitas Brawijaya, Darsono Wisadirana mengatakan kemungkinannya kecil partai PAN dan PPP akan mendapat jabatan strategis di Kabinet Jokowi, mengingat PPP dan PAN saat pilpes dulu tidak mendukung Jokowi-JK. "Partai politik akan rasional, jika tak diberikan jabatan tentu akan di luar pemerintahan," katanya.

Sementara pengamat politik dari Universitas Andalas, Rani Emilia menuturkan permasalahannya kini bukan soal mereka akan pindah koalisi atau tidak. Menurutnya, posisi parlemen sudah jelas memang diisi koalisi merah putih dan Jokowi-JK. Tapi ia menilai tidak berarti mereka akan selalu berada dalam dikotomi karena suatu saat mereka bisa ada di sisi yang sama atau satu persepsi. Selain itu di parlemen juga ada mekanisme tersendiri untuk meloloskan sebuah program kerja.

Pengalaman yang lalu pasti akan terjadi proses dialogis. Sehingga tidak harus menjadi sesuatu yang sangat kaku seperti Koalisi Merah Putih pasti akan selalu bertentangan dengan Jokowi cs. "Saya kira tidak begitu. Tidak rigid seperti itu cara berpikirnya,” katanya pada Gresnews.com, Sabtu (20/9).

BACA JUGA: