JAKARTA, GRESNEWS.COM - Satinah binti Jumadi Ahmad, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) urung dihukum pancung di Arab Saudi pada awal April ini. Tim negosiasi utusan Indonesia dan ahli waris korban menyatakan keluarga korban bersedia menurunkan nilai diyat (uang darah) yang disyaratkan sebelumnya sebesar 7 juta riyal menjadi 5 juta riyal. Namun uang itu tak membuat Satinah bisa lepas dari hukuman mati.  

Rupanya pihak keluarga korban hanya memberikan penundaan pelaksanaan eksekusi hukuman mati yang direncanakan pada 3 April nanti diperpanjang hingga dua tahun ke depan. Itu pun jika pihak keluarga korban di kemudian hari tak mengingkari kesepakatan tersebut. Sebab bisa saja pihak keluarga korban berubah pikiran dan tetap menuntut diyat hingga 7 juta riyal.

Sungguh aneh permintaan keluarga korban ini. Kemungkinan besar ada mafia diyat yang mengatur soal ini sehingga mempersulit pembebasan Satinah dan berusaha mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari pihak korban maupun simpatisannya.  

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengakui fenomena uang diyat tidak murni lagi sebagai bentuk pemberian maaf dari korban. Tapi fenomena diyat, kata Anis, menjadi ladang bisnis untuk mengais keuntungan. "Fenomena diyat ini sudah ada mafianya," kata Anis di Jakarta, akhir pekan lalu.

Berdasarkan penelusuran Migrant Care, sejumlah kasus pembunuhan berakhir perdamaian setelah membayar diyat yang sangat mahal. Misalnya, Siti Zaenab, yang terancam hukuman mati pada 1999 telah dimintai diyat sebesar Rp90 miliar. Lalu ada Darsem yang membunuh majikannya, lantas bebas setelah membayar Rp4,7 miliar.

Persoalan mafia diyat ini harus direspons tegas oleh pemerintah. Pemerintah harus memberantasnya. Sebab dalam praktiknya melibatkan kedua negara. Apalagi jika dilihat dari berbagai kasus, kata Anis, keberadaan mafia diyat sudah teroganisasikan dengan baik.

"Ini tidak bisa dibiarkan, pemerintah harus berantas," tegas Anis.

Sebelumnya Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur menjelaskan saat ini uang diyat untuk Satinah sudah terkumpul sebanyak 4 juta riyal. Uang telah dititipkan ke Baitul Maal Pengadilan Umum Buraidah, Arab Saudi. Uang tersebut merupakan bantuan dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sebesar 3 juta riyal, kemudian 500 ribu riyal dari Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) dan 500 ribu riyal lagi dari para dermawan di Arab Saudi.  Pemerintah semula berharap keluarga korban bersedia mengambil uang diyat Satinah sebesar 4 juta riyal di Baitul Maal Pengadilan Umum Buraidah itu. "Namun informasi terbaru, keluarga korban bersedia mengambil jika sudah ada tambahan sebesar 1 juta riyal lagi, sehingga genap menjadi 5 juta riyal," kata Gatot.

"Kita doakan Satinah bebas dari pemancungan, juga agar keluarga korban setelah menerima diyat Satinah sebesar 5 juta riyal itu kemudian memaafkannya, dan tidak akan meminta lagi sisa diyat Satinah sebesar 2 juta riyal," katanya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, akibat kasus pembunuhan yang dilakukan Satinah, keluarga majikan Satinah, Nurah binti Muhammad Al Gharib, menuntut qishas Satinah dengan syarat mengganti diyat sebesar 15 juta riyal. Namun upaya keras pemerintah melalui diplomasi, baik dilakukan oleh Kemenlu, Satgas TKI/WNI di Luar Negeri Yang Terancam Hukuman Mati maupun Perwakilan RI di Arab Saudi (KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh) hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkirim surat kepada Raja Arab Saudi lalu menemui keluarga korban, serta pendekatan pada tokoh masyarakat. Upaya itu melunakkan keluarga korban hingga bersedia menurunkan tuntutan diyat menjadi 7 juta riyal

Gatot meyakini, sesuai kesepakatan terakhir dengan ahli waris korban di Riyadh, asal ada 1 juta riyal saja untuk menggenapi menjadi 5 juta riyal dan bisa diserahkan kepada keluarga korban maka vonis qishas bisa diperpanjang 2 tahun lagi.

Menurut Gatot, uang sebesar 1 juta riyal untuk menunda hukuman pancung Satinah itu dibawa oleh mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni yang diutus Presiden SBY ke Arab Saudi. Setelah itu akan segera diserahkan ke Baitul Maal Pengadilan Umum Buraidah, sehingga hukuman pancung bisa ditunda selama dua tahun ke depan.

BACA JUGA: