JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno  menjual Gedung BUMN dan mengangkat orang asing jadi Direktur Utama BUMN dinilai  kontradiktif dan mengingkari  kebijakan ekonomi-politik pemerintahan Jokowi-JK. Bukan hanya itu, kebijakan Rini juga dinilai tidak sesuai platform ekonomi-politik partai PDIP, yang mengusung konsep Trisakti.

Mantan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN (FSP BUMN), Abdul Latif Algaf mengatakan rencana Menteri BUMN, Rini Soemarno menjual Gedung BUMN dan mengangkat orang asing jadi Dirut BUMN, merupakan stereotip kebijakan kaum neo-liberal. Kebijakan itu pasti akan ditentang banyak pihak, untuk itu  kebijakan tersebut harus dihentikan.

Dia menambahkan eksistensi dan misi BUMN yang merupakan amanat pasal 33  UUD 1945, diharapkan menjadi soko guru perekonomian nasional. Menurutnya jika Menteri Rini tidak menghentikan kebijakan yang secara diametral bertentangan dengan spirit konstitusi, tidak menutup kemungkinan karyawan BUMN menuntut agar Rini turun dari jabatan Menteri BUMN.

Latif menegaskan seharusnya Menteri BUMN fokus pada penguatan Good Corporate Governance (GCG), meningkatkan daya saing BUMN menghadapi pasar bebas, membereskan BUMN yang rugi dan bermasalah serta memberdayakan kualitas SDM yang ada. Bukan malah menjual aset dan melakukan impor CEO BUMN. Menurutnya, Menteri Rini seharusnya bisa belajar dari pengalaman beberapa Menteri BUMN yg berasal dari profesional. Seperti, Tanri Abeng, Laksamana Sukardi, Sofyan Djalil dan Dahlan Iskan.

"Jangan tiru Menteri BUMN yang suka ngobral aset BUMN, setelah selesai jadi menteri malah berurusan dengan KPK," ujar Latif kepada Gresnews.com, Jakarta, Senin (22/12).

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo mengatakan Kementerian BUMN seharusnya bisa memetakan dan menata ulang keberadaan perusahaan BUMN secara jelas. Dia mengatakan penataan tersebut dapat diklasifikasikan perusahaan BUMN yang profit oriented dan perusahaan yang public service. Kemudian tahap pemilihan direksi harus sesuai dengan tujuan BUMN tersebut.

Agus mengatakan untuk mewujudkan hal itu, Kementerian BUMN harus memilih orang-orang profesional dan tidak terkait dengan kasus korupsi untuk mengisi kursi direksi maupun komisaris BUMN. Menurutnya posisi direksi harus diisi oleh orang-orang yang profesional dan memiliki track record yang bersih.

Dengan penataan ulang dan penempatan direksi yang bersih, maka BUMN bisa bersaing dengan perusahaan swasta. Indonesia memiliki banyak tokoh yang profesional dan memiliki track record bersih. Untuk itu, diharapkan kursi direksi tidak dijadikan ajang bagi-bagi kekuasaan.

"Kalau Kementerian taruh orang kan biasa di Komisaris itu mewakili pemerintah. Tapi kalau sampai di level direksi ada orang titipan, ya kapan bagusnya BUMN kita," kata Agus.

BACA JUGA: