JAKARTA, GRESNEWS.COM - Salah satu masalah krusial dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) yaitu terkait ambang batas suara parpol untuk bisa mengajukan calon presiden atau presidential threshold (PT) sepertinya mulai mengerucut ke arah kesepakatan. Angka yang kabarnya sudah mulai disepakati fraksi-fraksi di DPR kabarnya berada di angka 10 persen.

Hal itu terbaca dari sikap beberapa partai yang mulai mempertimbangkan untuk menerima angka PT sebesar 10 persen. Partai Amanat Nasional (PAN) misalnya, menegaskan siap mengajak fraksi lain supaya sepakat dengan ambang batas capres atau presidential threshold (PT) sebesar 10 persen. Angka tersebut dinilai sebagai jalan tengah soal angka PT.

"Kita beberapa hari ini pertemuan sangat intensif dengan fraksi-fraksi yang keukeuh di nol persen dan yang 20 persen. Kita ajak juga ke angka 10 persen. Kalau misalkan itu menjadi titik temu, saya kira selesai sudah RUU Pemilu tanggal 10 Juli bisa diambil keputusan," kata Sekretaris F-PAN Yandri Susanto di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/7).

"Sinyal untuk ke situ 20 ke 10 persen ada, tapi yang 0 ke 10 lebih bisa menerima jalan tengah itu," ucap Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu tersebut.

PAN sejak awal mengusulkan PT di angka nol persen. Tapi angka tersebut bisa saja berubah dengan melihat dinamika yang ada di DPR. PAN mengaku siap berkompromi soal PT sebesar 10 persen, tapi belum siap di angka 20 persen.

"Jadi kelihatannya ada semacam titik temu, kalau misalkan 20 persen terlalu tinggi dan 0 persen juga dianggap terlalu ekstrem karena tidak ada presidential threshold-nya, maka angka 10 persen untuk jumlah kursi DPR dan 15 persen suara sah itu bisa menjadi alternatif semua fraksi," tutur Yandri.

Pemerintah sampai saat ini diketahui masih berkukuh soal PT sebesar 20 persen. PAN berharap pemerintah siap berkompromi menurunkan angka PT. "Tanya ke pemerintah dong. Tapi kalau menurut kami ya sebaiknya mau kalau itu menjadi titik temu ya," ujarnya.

Sikap serupa juga diambil Partai Gerindra yang enggan membawa keputusan soal PT melalui mekanisme voting. Gerindra berpikir ulang soal angka ambang batas capres atau presidential threshold dari nol persen menjadi kisaran 10 persen. Alasannya, Gerindra menginginkan sebisa mungkin pengambilan keputusan RUU Pemilu dilakukan secara musyawarah.

"Kita pertimbangkan agar menghindari voting supaya suara DPR bersatu agar di titik berapa kita bicara. Kita bicarakan dengan semua fraksi agar di titik yang sama," ujar Sekjen Gerindra Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakpus, Kamis (6/7).

Gerindra mengaku sudah menjalin komunikasi dengan setiap fraksi di DPR termasuk PDIP dan PKS untuk membahas presidential threshold. Kompromi yang disampaikan Gerindra tersebut masih situasional.

Muzani mengatakan, alasan Gerindra mengusulkan angka nol persen berdasarkan putusan MK soal pemilu serentak. Sehingga pemilu serentak ke depan tidak perlu ada lagi presidential threshold.

"Kami minta pandangan dipakai secara bersama-sama, meskipun ada presiden tidak didukung parlemen ya mungkin saja karena konstitusi seperti itu, bagi kami bukan sesuatu yang risau. Namun, kalau ada kesepakatan, kita ingin bicara sebagai kesepakatan DPR supaya menghindari voting meskipun voting bukan sesuatu yang tabu," jelas Muzani.

Sebelumnya, Politisi Nasdem yang juga anggota pansus RUU Pemilu Johnny G Plate menyebut sudah ada pergeseran dari partai-partai yang selama ini ingin presidential threshold sebesar nol persen. Hal tersebut dipandang sebagai perubahan terhadap penafsiran konstitusional.

"Menurut informasi, yang tadinya mendukung tanpa ambang batas, sudah bergeser perlu ambang batas. Jadi ada perubahan posisi yang signifikan terhadap penafsiran konstitusional terhadap MK. Argumen konstitusinya sama saja baik 10 maupun 20 persen," ujar Johnny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakpus, Rabu (5/7).

Selain itu, Johhny juga menyebut partai koalisi pendukung pemerintah saat ini makin solid untuk mempertahankan presidential threshold sebesar 20 persen. Dirinya pun menegaskan hal tersebut bukan karena kepentingan Presiden Joko Widodo. "Ini untuk kepentingan semuanya. Jadi jangan seolah-olah ambang batas presiden ini kepentingan Pak Jokowi, tidak. Ini kepentingan semua calon presiden," sebutnya.

Saat ditanya apa alasan ada parpol yang akhirnya setuju adanya presidential threshold, Johnny tidak mau membuka alasannya. Namun yang pasti, hal tersebut adalah pergeseran argumen konstitusional pada MK.

Lebih lanjut, Johnny memaparkan mengapa presidential threshold diperlukan dalam pengusungan capres. Salah satu alasannya adalah karena dengan adanya presidential threshold, bisa membangun gotong royong dalam berpolitik antar partai.

Sementara bila tidak ada ambang batas, semua partai bisa mencalonkan capresnya sendiri-sendiri. Hal tersebut dianggap menghilangkan gotong-royong politik yang selama ini sudah terbentuk. "Imbasnya dukungan politik berkurang. Jadi (dengan presidential threshold) bisa membentuk koalisi yang kuat dari awal," ucapnya.

GOLKAR-PD NGOTOT - Meski mulai ada pergeseran di partai-partai tengah untuk menyetujui PT di angka 10 persen, namun Partai Golkar tetap ngotot untuk mematok angka PT minimal 20% perolehan kursi di DPR dan 25% suara nasional dalam pemilu.

"Pembahasan UU pemilu ini harus diorientasikan pada penguatan sistem presidensial. Perlu diatur sedemikian rupa sehingga hasil pilpres memiliki dukungan dari parlemen yang kuat juga," ungkap Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dalam jumpa pers di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (9/7).

"Bayangkan kalau 20% dan semua bisa nyalon, ada orang yang terpilih tapi nggak dapat dukungan parlemen. Kita jangan pikirkan kepentingan sendiri," imbuhnya.

Seperti diketahui, saat ini masih terjadi tarik ulur soal angka presidential threshold. Demokrat masih bersikukuh di angka nol persen, sementara partai seperti PDIP atau Golkar dan pemerintah ingin di angka 20-25 persen. Beberapa parpol seperti Hanura, PAN, Gerindra siap berkompromi di angka 10-15 persen sebagai jalan tengah.

Golkar memastikan syarat 20-25 persen ambang batas capres sudah ideal. Sebab hal tersebut juga menjadi aturan pada Pilpres dua periode ke belakang dan berjalan dengan baik.

"Dalam rangka itu maka ambang batas presiden 20 persen kursi dan 25 persen suara itu tetap kita jalankan. Apalagi itu udah pernah dilakukan di 2009 dan 2014," kata Idrus.

Meski begitu Golkar mengaku masih terus melakukan lobi-lobi politik ke partai yang lain. Khususnya partai-partai yang memiliki keinginan berbeda dengan Golkar. "Kita lobi saja semua, kita komunikasikan. Golkar hanya mengajak untuk mari kita miliki paradigma yang sama," ucapnya.

Pada sisi sebaliknya, Partai Demokrat bersikukuh ambang batas capres atau presidential threshold (PT) nol persen. Demokrat menginginkan kompromi soal angka PT berdasarkan akal sehat.

"Apa akal sehatnya? Pakai dong akal sehat. Hukum, politik, dan demokrasi pakai akal sehat, apa alasannya? Bukan soal 5, 10, atau 50 persen. Bukan soal persentase, soal akal sehat. PT soal akal sehat dalam politik. Apa pun kompromi basisnya akal sehat," cetus Wakil Ketua F-Demokrat Benny K Harman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/7).

Sebelumnya, Gerindra dan PAN yang awalnya mau presidential threshold dihapus, sudah membuka pintu kompromi. Masih berpegang pada sikapnya, Demokrat pun siap voting. "Kami siap apa pun keputusannya, musyawarah atau voting itu biasa. Kalau presiden ngotot ya silakan, urusan kau. Lobi kau punya pendukungnya di DPR. Kau yang gagal kita yang salah," jelas Benny.

Benny juga menginginkan pengambilan keputusan sejumlah isu krusial RUU Pemilu tidak dilakukan secara paket. Alasannya, pengambilan keputusan secara paket terkesan transaksional.

"Sekarang kita serahkan pada presiden, sikap kita nggak pernah berubah sampai saat ini. Kami ingin 5 isu itu diambil item per item nggak ada paket-paketan. Kalau paket terkesan tukar guling, transaksional. Kami serahkan pada pemerintah. Mekanisme di DPR jelas, musyawarah ya voting," kata Benny.

Benny menilai alasan pemerintah bersikukuh pengambilan keputusan secara musyawarah supaya menghindari kekalahan pada isu krusial RUU Pemilu. "Karena itu dia nggak mau. parpol pendukung justru yang nggak setuju usul pemerintah. Ini urusan presiden lah lobi parpol pendukungnya," tambahnya.

Benny menuturkan pengambilan keputusan di DPR sudah jelas antara musyawarah atau voting. Demokrat tidak gentar saat usulan tersebut tidak sepaham dengan fraksi lainnya.

"Nggak penting paham pahaman, mau nggak paham silakan musyawarah, voting, nothing to do soal sepemahaman. Kami di DPR jelas musyawarah atau voting. Masalahnya presiden mau ikut nggak? Ini kan karena ketidakmampuan presiden bangun koalisi majority di parlemen," imbuh Benny.

"Nothing to do dengan Demokrat mau nggak. Jangan paksakan kehendak yang nggak masuk akal. Maka kami minta presiden undang 10 partai untuk bertemu, jangan-jangan nggak ada konsepnya," tutupnya.

PKB KASIH SYARAT - terkait masih ngototnya partai pendukung pemerintah mematok angka PT 20 persen, Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin pun memberikan syarat tertentu. Cak Imin mengatakan, PKB akan berjuang supaya presidential threshold sebesar 10 persen, namun jika nanti dipatok di 20% ada syarat tertentu yang diajukan.

"Memang harus 10 persen asal poin-poin itu ada 38. Ada parliamentary threshold 5 persen, kalau PKB inginnya 5 sampai 7 persen, tapi namanya juga politik harus bareng-bareng, ya sudah 20 persen tapi syarat itu harus terpenuhi. Tapi sikap dasar PKB 10 persen dan kami akan masih berjuang presidential threshold 10 persen," ujar Cak Imin dalam acara Halal Bihalal di Restoran Bunga Rampai, Menteng, Jakpus, Jumat (7/7).

Namun, PKB siap berkompromi presidential threshold 20 persen atau sesuai keinginan pemerintah. Asalkan, metode konversi suara dengan sainta lague murni. "Ya, PKB pada posisi paket semua dalam satu kesatuan. Kalau 20 persen dipilih maka syaratnya cara penghitunganya harus sesuai dengan harapan, yaitu sainte lague murni," jelas Cak Imin.

Begitu juga soal parliamentary threshold (ambang batas parlemen). PKB mau presidential threshold 20 persen asalkan parliamentary threshold 5 persen. "Kalau mau 20 persen hitungannya harus parliamentary threshold 5 persen, kalau 20 persen maka kita mensyaratkan penghitungannya 38 kursi, jadi 1 paket. Kalau mau 10 persen lebih baik, kalai PKB condong 10 persen. Tapi kalau mau 20 persen it´s oke dengan syarat," imbuhnya.

Rencananya, pengambilan keputusan tingkat I RUU Pemilu akan digelar pada hari Senin (10/7). Kemudian, RUU Pemilu ditargetkan disahkan menjadi UU pada rapat paripurna 20 Juli. (dtc)

BACA JUGA: