GRESNEWS.COM - Gagasan supaya partai politik memiliki badan usaha untuk menyokong keuangan partai dikhawatirkan justru akan menjadikan badan usaha partai sebagai sarana korupsi baru. Elite partai pun akan lebih sibuk mengurusi bisnis ketimbang rakyat.

"Untuk konteks Indonesia dengan banyaknya kasus korupsi terungkap yang melibatkan parpol maka tak tepat jika parpol tersebut memiliki badan usaha," kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow kepada Gresnews.com di Jakarta, Kamis (14/3). Gagasan badan usaha parpol itu dilontarkan kemarin oleh Wakil Ketua DPR yang juga politisi PDI Perjuangan Pramono Anung Wibowo.

Jeirry mengakui di banyak negara lain memang parpol diizinkan untuk memiliki badan usaha. Di satu sisi gagasan itu bagus karena parpol akan memiliki kegiatan yang sah untuk membiayai parpol. "Namun sulit dipastikan kalau di Indonesia apakah badan usaha itu akan mencegah korupsi," kata Jeirry sambil menambahkan bahwa usulan itu sudah telat untuk dimasukkan dalam undang-undang parpol.

Kekhawatiran yang sama dilontarkan oleh peneliti Lembaga Survei Nasional (LSN) Gema Nusantara. Dia mengatakan jika parpol memiliki badan usaha maka para politisi akan cenderung mengarahkan proyek-proyek APBN kepada badan usaha masing-masing. "Bukan begitu caranya mencegah korupsi politisi," katanya.

Namun, Koordinator President Institute Muhammad Rahmat mengatakan parpol boleh memiliki badan usaha asalkan kewenangan DPR menyusun anggaran dihapuskan. "Jika tidak dicabut, korupsi anggota dewan akan semakin banyak," ujarnya.

Dimintai pendapatnya secara terpisah, anggota DPR dari PDI Perjuangan Dewi Aryani mengatakan badan usaha yang dimiliki parpol harus dikelola dengan baik dan menerapkan prinsip good corporate governance. "Sehingga proses mendapatkan proyek dan manajemen perusahaannya bisa dipertanggungjawabkan dengan baik dan akan lebih baik jika bisa sifatnya seperti public company yang tercatat di bursa efek," katanya.

Menurut dia, badan usaha milik parpol seharusnya bersifat terbuka dan publik bisa memiliki saham badan usaha tersebut.

Dorongan agar parpol memiliki badan usaha juga pernah dilontarkan oleh anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Masykur Musa. Dia mengatakan sebaiknya parpol dibolehkan memiliki badan usaha yang dijalankan secara profesional guna mengurangi ketergantungan Parpol terhadap APBN dan APBD dan menghindarkan wakil rakyat dari wilayah anggaran yang selama ini telah membuat banyak dari mereka terjerat kasus korupsi.

Kemarin Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja menyatakan berdasarkan hasil penelitian KPK, keuangan parpol di Indonesia cenderung tidak mandiri dan sangat bergantung kepada elite bermodal besar.

Aturan
Transparency International Indonesia (TII) pada 2002 pernah meneliti mengenai keuangan parpol dengan studi perbandingan Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Ceko, Portugal, Filipina, Thailand, Afrika Selatan. Hampir semua negara yang dipelajari melarang partai politik untuk mempunyai usaha, menanamkan usaha di perusahaan atau memiliki saham di perusahaan-perusahaan untuk mencegah adanya konflik kepentingan antara partai dengan dunia usaha. Pengecualian adalah di Ceko untuk kegiatan yang sangat khusus seperti konsultan. Filipina melarang jenis-jenis kegiatan tertentu untuk usaha pencarian dana partai sedangkan Italia sama sekali tidak mengatur.

Di Indonesia, UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik mengartikan keuangan partai politik adalah semua hak dan kewajiban partai politik yang dapat dinilai dengan uang, berupa uang, atau barang serta segala bentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi tanggung jawab partai politik.

Pasal 34 ayat (1) mengatur keuangan partai politik bersumber dari:
a. iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.

(3) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada partai politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.

(3a) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota Partai Politik dan masyarakat. (DED/GN-01)


BACA JUGA: