JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( Pansel KPK) 2015 terus bekerja mencari petinggi lembaga anti rasuah. Pansel baru saja menjalankan profile asessment bagi 48 Calon Pimpinan KPK 2015-2019 pada tanggal 27-28 Juli 2015 lalu dan selanjutnya menelaah hasil profile assesment tersebut. Masyarakat berharap benar tim ini mendapakan pimpinan KPK yang berani berjuang sampai titik darah penghabisan memberantas korupsi di negeri ini. Jangan sampai garda terakhir pemberantasan korupsi ini disusupi orang-orang yang tidak pro pemberantasan korupsi.

Jubir Pansel Betti Alisjahbana mengatakan, profile assesment merupakan serangkaian tes yang sangat lengkap dan menyeluruh. Tes itu ditujukan untuk mengukur potensi dan kompetensi para calon pimpinan KPK. "Kami melibatkan 8 asesor Hukum, 8 asesor Bidang SDM & Organisasi, dan 16 psikolog senior," ujar Betti di Jakarta, Rabu (29/7).

Selanjutnya hasil profile assessment diolah dan dipresentasikan kepada Pansel KPK tanggal 5 Agustus. Pansel kemudian akan menggelar rapat pleno untuk menganalisa, mendiskusikan dan memutuskan calon pimpinan KPK yang lolos tahap selanjutnya.

Tanggapan masyarakat serta hasil penelusuran rekam jejak akan menjadi pertimbangan juga di dalam menentukan calon pimpinan yang lolos ketahap selanjutnya, yang diumumkan pada 2 Agusts 2015. Tahapan kali ini sangat krusial menentukan masa depan KPK. Sebab setelah itu mereka yang lolos ke tahap selanjutnya akan mengikuti tes kesehatan dan wawancara akhir yang akan dilaksanakan pada 24-27 Agustus 2015. Pada tanggal 31 Agustus, Pansel KPK baru menyampaikan laporan kepada Presiden.

Integritas dan rekam jejak calon pimpinan KPK adalah bagian yang sangat penting di dalam menentukan calon pimpinan KPK yang lolos seleksi. Pansel KPK telah menjalin kerja sama penelusuran rekam jejak dengan KPK, Kepolisian, Kejaksaan, BIN, PPATK, Kementerian Keuangan dan Koalisi Masyarakat Sipil.

"Seluruh 48 Calon Pimpinan KPK telah menandatangani surat kesediaan untuk ditelusuri rekam jejaknya, termasuk transaksi keuangannya  dan ketaatan didalam membayar pajak," kata Betti.

ADA 48 YANG LOLOS - Sembilan srikandi pansel KPK telah mengumumkan 48 nama tersebut di Gedung Setneg, Jalan Veteran, Jakpus, Selasa (14/7/2015). Pengumuman ini merupakan hasil penilaian seleksi tahap makalah yang sebelumnya sudah dilakukan. Proses penilaian makalah 194 orang itu melibatkan 15 penilai independen sejak 9-10 Juli. Tim penilai ini berasal dari kalangan akademis, praktisi hingga penggiat antikorupsi.

Ketua Pansel Capim KPK Destry Damayanti menjelaskan komposisi profesi capim KPK yang lolos selesksi yakni, penegak hukum (hakim, Polri dan Jaksa) 9 orang, Akademisi 8 orang, Korporasi 6 orang, KPK 5 orang, Auditor 4 orang, Advokat 4 orang, CSO 3 orang, Lembaga Negara 4 orang, PNS 3 orang dan lain-lain 3 orang.

Dari perwakilan polisi, . Irjen Pol Purn Rudiard M L Tampubolon,  Irjen Pol Syahrul Mamma,  Kapolda Papua Irjen Yotje Mende dan Brigjen Pol Basaria Panjaitan berhasil lolos seleksi. Sedangkan dari TNI diwakilkan oleh Hendardji Soepandji.

Berikut nama-nama mereka yang lolos seleksi :

1. Ade Maman Suherman, Prof., Dr., S.H, M.Sc (48 tahun)
2. Agus Rahardjo, S.T., MSc.Mgt. (59 Tahun)
3. Agus Rawan, Drs., S.H., M.M., M.Si. (60 Tahun)
4. Alexander Marwata, Ak., S.H., CFE. (48 Tahun)
5. Basaria Panjaitan, Brigjen Pol., S.H., M.H. (58 Tahun)
6. Budi Pribadi, A. (51 Tahun)
7. Budi Santoso, S.H., LL.M (51 Tahun)
8. Chesna Fizetty Anwar, B.A., M.Sc. (54 Tahun)
9. Firman Zai, Drs., M.Si. (58 Tahun)
10. Firmansjah, Ir. , CES (60 Tahun)
11. Firmansyah TG. Satya, S.E., M.M. (50 Tahun)
12. Giri Suprapdiono, S.T., MA. (41 Tahun)
13. Hendardji Soepandji, Mayjen TNI. (Purn), Drs., S.H. (63 Tahun)
14. Hesti Armiwulan Sochma, Dr. Hj., S.H. (52 Tahun)
15. Hulman Siregar, S.H. (53 Tahun)
16. Indra Utama, S.E., M.M., CFE (51 Tahun)
17. Jamin Ginting, Dr., S.H., M.H. (43 Tahun)
18. Jimly Asshiddiqie, Prof., DR. S.H. (59 Tahun)
19. Jimmy M. Rifai Gani, BA, MPA (43 Tahun)
20. Johan Budi Sapto Pribowo, S.T. (49 Tahun)
21.Krisnadi Nasution, DR, S.H., M.H. (55 Tahun)
22. Lalu Suprapta, Drs., M.M. (61 Tahun)
23. Laode Muhamad Syarif, Ph.D. (50 Tahun)
24. Lucky Djuniardi Djani, S.T., MPP., Ph.D. (44 Tahun)
25. Maman Setiaman Partaatmadja, Drs. Ak., M.P.A (63 Tahun)
26. Moh. Gudono, Prof. Ph.D., CMS., C.A. (52 Tahun)
27. Monica Tanuhandaru, S.E., M.M. (45 Tahun)
28. Mulyanto, DR. (52 Tahun)
29. Niko Adrian Azwar, S.H. (44 Tahun)
30. Nina Nurlina Pramono, S.E. (57 Tahun)
31. R. Bagus Dwiantho, S.H., M.H. (44 Tahun)
32. Rodjai S Irawan, S.H, M.M. (59 Tahun)
33. Roni Ihram Maulana, S.E., M.M. (55 Tahun)
34. Rooseno, S.H., M.Hum. (58 Tahun)
35. Rudiard M L Tampubolon, Drs. Irjen Pol. (Purn) (59 Tahun)
36. Sarwono Sutikno, Dr. Eng., CISA, CISSP, CISM (56 Tahun)
37. Saut Situmorang, Drs.MM. (56 Tahun)
38. Sri Harijati P. S.H., M.M. (57 Tahun)
39. Suhardi, S.H. (57 Tahun)
40. Sujanarko, S.T., M.S.E. (54 Tahun)
41. Surya Tjandra, S.H., LL.M. (44 Tahun)
42. Syahrul Mamma, Irjen Pol. DR. Drs., S.H., M.H. (57 Tahun)
43. Ubaidillah Nugraha, S.E., M.M. (42 Tahun)
44. Wewe Anggreaningsih, S.E., Ak., M.Si. (51 Tahun)
45. Y. Usfunan, Prof. Dr. Drs. S.H., MH. (60 Tahun)
46. Yohanis Anthon Raharusun, Dr., S.H., M.H. (50 Tahun)
47. Yotje Mende, Drs., S.H. ,M.Hum. (58 Tahun)
48. Yudi Kristiana, Dr., S.H., M.Hum. (44 Tahun)

PUTUSAN NYELENEH SALAH SATU CAPIM KPK - Seorang pimpinan KPK seharusnya orang yang teguh tidak melakukan korupsi termasuk tidak membenarkan sikap korup. Tapi, tidak dengan calon pimpinan KPK yang lolos dengan urutan nomor empat ini. Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang juga Calon Pimpinan KPK, Alexander Marwata membenarkan sikap korup yang dilakukan oleh Direktur PT Soegih Interjaya (SI) Willy Sebastian Lim.

Dalam sidang perkara kasus Innospec di tingkat pertama yang digelar Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Willy dinyatakan bersalah dan dihukum penjara tiga tahun. Willy juga harus membayar denda kepada negara sebesar Rp50 juta. Dan apabila denda itu tidak dibayarkan, maka pria yang hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ini harus rela dikurung dalam jeruji besi dalam kurun waktu tiga bulan. Karena dinyatakan bersalah, biaya perkara sebesar Rp7.500 pun disematkan kepadanya.

Menarik mencermati pengambilkan keputusan pemberian vonis ini. Hakim anggota keempat Alexander mempunyai pendapat sendiri yang bertentangan dengan para koleganya. Ia berpendapat bahwa Willy tidak bersalah dan harus dinyatakan bebas dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Menimbang oleh karena terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi baik sebagaimanan didakwakan jaksa penuntut umum baik dakwaan pertama atau dakwaan kedua maka terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan-dakwaan tersebut," kata Alexander, Rabu (29/7) malam.

Dalam pendapatnya, Alexander beralasan bahwa anggapan penuntut umum yang menyatakan Direktur Pengolahan Pertamina kala itu Suroso Atmomartoyo yang melakukan pertemuan dengan pihak rekanan yaitu Willy Sebastian Lim bukan merupakan pelanggaran hukum.

Meskipun, pertemuan tersebut mempunyai maksud untuk memperpanjang kontrak penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) pada akhir 2004 dan awal 2005 serta juga mengetahui bahwa TEL di PT Pertamina yang dipasok Octel Company Limited atau Innospec mengandung zat additif yang tidak ramah lingkungan.

Kemudian Alexander juga menganggap pendapat jaksa bahwa dalam pembelian TEL antara Pertamina dan Octel melalui PT Soegih Interjaya tanpa melalui perencanaan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang menyebabkan mahalnya harga pembelian TEL sebanyak 450 MT (Metrik Ton) dengan harga US$11 ribu/MT tidak melanggar hukum.

"Tidak membuat OE atau HPS sebagai acuan negosiasi harga dengan pihak rekanan yaitu OCTEL sehingga PT Pertamina membeli TEL dengan harga yang tinggi menurut hakim anggota 4 adalah tidak berdasar," tutur Alexander.

Menurutnya, tidak ada relevansi pertemuan Suroso dengan Octel dan PT Soegih Interjaya dengan perpanjangan penggunaan TEL. Padahal, jaksa juga memaparkan dari transaksi tersebut Suroso telah meminta imbalan sebesar US$500/MT.

"Bahkan dalil penuntut umum saling bertentangan di satu sisi menyalahkan perpanjangan penggunaan TEL di sisi lain menyalahkan Suroso Atmomartoyo karena tidak memperpanjang MoU untuk memenuhi kebutuhan TEL," ucap Alexander yang malah menyalahkan surat dakwaan jaksa.

Demikian halnya tidak ada relevansinya antara harga TEL dengan perpanjangan MoU atau berdasarkan RKM. Alexander beranggapan harga TEL ditentukan melalui negosiasi antara Octel yang diwakili M Syakir dari PT Soegih Interjaya dengan tim Pertamina. Suroso Atmomartoyo dianggapnya tidak terlibat dalam proses negosiasi dalam penentuan harga TEL.

Perpanjangan penggunaan TEL, sambung Alexander adalah keputusan yang diambil oleh manajemen PT Pertamina dan bukan semata-mata keputusan Suroso Atmomartoyo. Keputusan tetap menggunakan TEL juga tidak dapat dilepaskan dari keputusan pemerintah terkait dengan pemberian subsidi BBM.

"Jadi pendapat penuntut umum yang menyatakan perpanjangan penggunaan TEL adalah keputusan Suroso Atmomartoyo karena ada kesepakatan pemberian fee sebesar US$500 untuk setiap metrik ton pembelian TEL dengan harga US$11 ribu/metrik ton menurut hakim anggota 4 adalah tidak berdasar," pungkas Alexander.

Dengan demikian, menurutnya dakwaan Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diajukan penuntut umum seharusnya membuktikan korelasi atau hubungan pemberian uang yang diberikan oleh terdakwa dikaitkan dengan kewajiban yang melekat pada Suroso Atmomartoyo.

Dari penuturannya itu, Alexander menganggap perpanjangan penggunaan TEL telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada. Tidak ada hal-hal yang diperbuat Suroso Atmomartoyo yang bertentangan dengan kewajiban dalam jabatannya.

"Penggunaan TEL adalah kondisi yang tidak dapat dihindarkan Pertamina karena tanpa TEL Pertamina tidak dapat memproduksi bensin yang dibutuhkan masyarakat," imbuh Alexander.

Fakta-fakta persidangan, kata Alexander menunjukan Willy maupun orang lain tidak pernah mempengaruhi Suroso Atmomartoyo selaku Direktur Pengolahan PT pertamina maupun pejabat lain untuk memperpanjang penggunaan TEL. Willy, baik secara sendiri maupun orang lain tidak pernah mempengaruhi Suroso Atmomartoyo untuk menerbitkan surat pemesanan TEL.

Dari semua paparannya itu, ia berpendapat bahwa unsur karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya tidak terbukti menurut hukum. Dengan tidak terbuktinya salah satu unsur maka dakwaan tidak terbukti.

"Dengan demikian dakwaan penuntut umum pasal 5 ayat 1 huruf b tidak terbukti menurut hukum demikian halnya dengan dakwaan pasal 5 ayat 1 huruf a (dakwaan pertama) mengigat esensi pasal 5 ayat 1 huruf a maupun huruf b menurut hakim anggota empat adalah sama yaitu pemberian harus ada kaitannya dengan perbuatan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bertentangan dengan kewajiban atau dalam jabatannya," tandas Alexander.

TAK DIDUKUNG KOLEGANYA - Namun sayang, usaha keras Alexander membela koruptor ini terbentur para koleganya sendiri. Sebab, dari lima hakim yang ada, hanya dirinya yang mempunyai pendapat berbeda. Empat hakim lainnya termasuk Ketua Majelis John Hasalan Butar Butar menganggap Willy terbukti bersalah melakukan korupsi. "Meskipun ada perbedaan pendapat, tetapi keputusan tetap diambil sesuai suara terbanyak," ucap Hakim Ketua John yang akhirnya memutus Willy bersalah melakukan korupsi.

Menurutnya, Willy telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi suap kepada Suroso Atmomartoyo sebesar US$190 ribu. Suap itu juga tidak bisa dilepaskan dengan keinginan Willy untuk kembali merayu Pertamina membeli TEL yang mengandung timbal.

Padahal, ketika itu pemerintah sedang mencanangkan program langit biru yang melarang pembelian bensin dengan timbal karena merusak lingkungan. Peran Suroso dianggap vital untuk memuluskan hal itu karena ia merupakan Direktur Pengolahan PT Pertamina persero.

Terlebih lagi, Willy sendiri yang membukakan rekening atas nama Suroso di United Overseas Bank (UOB) Singapura. Ia juga mentransfer uang dari rekeningnya ke rekening Suroso beberapa kali yang seluruhnya berjumlah US$190 ribu. "Karena mentransfer dari rekening terdakwa tentunya terdakwa mengetahui dan telah mengkonfirmasinya," papar Hakim Ketua John.

Dalam memberikan putusan, Hakim John juga mempunyai beberapa pertimbangan. "Untuk memberatkan perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi. Dan meringankan, terdakwa bersikap sopan dan belum pernah dihukum," pungkas Hakim John.

Dan akhirnya Willy dijatuhi hukuman pidana selama tiga tahun dan denda Rp50 juta subsidair tiga bulan kurungan. Ia dianggap terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama Suroso dan juga perbuatan ini dilakukan secara berlanjut.

Ia terjerat Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Baik Willy dan Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir atas putusan ini. Keduanya mempunyai waktu tujuh hari untuk menanggapi apakah akan banding ke Pengadilan Tinggi, atau menerima putusan tersebut. Vonis ini memang lebih kecil d‎ari tuntutan Jaksa KPK yang meminta hakim menghukum Willy dengan penjara 4,5 tahun dan denda Rp250 juta.

BUKAN KALI PERTAMA - Alexander memang bukan kali ini saja "terlihat aneh" dengan sikapnya membela para koruptor dipersidangan. Dalam beberapa perkara sebelumnya, ia pun kerap kali berbeda pendapat atau yang lazim disebut dissenting opinion dengan para hakim anggota, maupun ketua majelis.

Contohnya, ia juga menganggap Ratu Atut Chosiyah tidak bersalah dan membebaskannya dari hukuman. Dan yang terbaru, Alexander yang menjadi hakim anggota dalam perkara suap Sentul City mengatakan bahwa perbuatan Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng yang mengarahkan anak buahnya untuk memindahkan sejumlah dokumen yang berkaitan dengan perkara itu tidaklah melanggar hukum.

Tetapi kali ini "ulahnya" itu dilakukan pada saat Alexander maju mengikuti seleksi calon pimpinan KPK. Sungguh menjadi keputusan yang berani, atau mungkin ia ingin membuktikan konsistensi dirinya membela para perampok uang negara, pemberi, ataupun penerima suap. Semoga saja para srikandi pansel Pimpinan KPK tidak silap mata dalam menentukan siapa yang lolos dalam tahap selanjutnya.

BACA JUGA: