JAKARTA, GRESNEWS.COM - PPP hasil muktamar Jakarta yang diketuai Djan Faridz bersikukuh menilai kubu muktamar Surabaya versi Romahurmuziy (Romi) tak lagi berhak mengatasnamakan dirinya sebagai pengurus PPP dalam pilkada mendatang. Hal itu, kata kubu Djan, sudah ditegaskan lewat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham)yang mengesahkan kubu Romi.

Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP hasil Muktamar Jakarta Fernita Darwis mengatakan, Romi tidak boleh menggunakan namanya sebagai ketua umum PPP pasca keluarnya putusan PTUN. Sebab putusan PTUN jelas membatalkan SK Menkumham soal kepengurusan Romi. Kecuali nanti ada putusan hukum di atas putusan PTUN, maka pihaknya akan mengikuti.

"SK menkumham keluar dalam posisi sengketa internal PPP. Selama sengketa hukum SK menkumham belum diberlakukan, apalagi sudah ada keputusan PTUN yang menyatakan membatalkan SK tersebut," ujar Fernita saat dihubungi Gresnews.com, Jumat (27/2).

Ia melanjutkan, kubu Romi dikabarkan juga akan mengajukan banding terhadap putusan PTUN. Sehingga selama masih dalam proses hukum, SK Menkumham yang sudah dibatalkan putusan PTUN tersebut juga dianggap tidak bisa diberlakukan dalam proses pendaftaran pilkada. Saat ditanya kemungkinan PPP terancam tidak bisa mengikuti pilkada gelombang pertama pada Desember 2015, ia mengatakan akan melayangkan hasil putusan PTUN pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan penyelenggara pemilu lainnya.

Selanjutnya, Fernita mengatakan, akan menunggu keputusan dari KPU soal kubu mana yang berhak mengikuti pilkada. Ia meyakini penyelenggara pemilu memahami proses hukum dan pasti mengakui putusan hukum. "Putusan PTUN membuat kubu Romi tidak bisa melenggang begitu saja menuju pilkada," ujarnya.

Pada kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal DPP PPP hasil muktamar Surabaya Arsul Sani mengatakan pendaftaran pilkada PPP kubunya tidak akan terganggu putusan PTUN. Ia menceritakan saat kunjungannya ke KPU, KPU menegaskan tidak akan memihak kubu manapun.

KPU, kata dia, akan melihat siapa yang memiliki legalitas berdasarkan surat yang dikeluarkan pejabat yang oleh undang-undang diberi kewenangan secara administratif mencatat kepengurusan itu. Dalam hal ini menkumhamlah pejabat yang dimaksudnya.

"KPU sudah kirimkan surat pada menkumham termasuk untuk PPP dan sudah dijawab. Jawabannya menkumham bilang bahwa secara administrasi kepengurusan terakhir yang tercatat adalah DPP hasil muktamar Surabaya. Selesai kalau sudah begitu," ujar Arsul pada wartawan usai memberi keterangan pada uji materi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin (26/2).

Sebelumnya, internal PPP terbelah karena ada dua kepengurusan hasil dua muktamar yang diselenggarakan di tempat berbeda. Muktamar di Surabaya menghasilkan Romahurmuziy dan Muktamar di Jakarta menghasilkan Djan Faridz sebagai Ketua Umum.

Keduanya sama-sama mendaftarkan kepengurusannya ke kementerian hukum dan HAM. Tapi hanya kubu Romahurmuziy yang diakui pemerintah. Akibatnya persoalan pengesahan kepengurusan ini dibawa kubu Djan ke PTUN. PTUN pun membatalkan SK tersebut lantaran menkumham dianggap sewenang-wenang mengintervensi masalah internal PPP dan melanggar UU Partai politik.

BACA JUGA: