JAKARTA, GRESNEWS.COM – Menjelang dilantiknya anggota legislatif terpilih pada 1 Oktober 2014 mendatang, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendesak Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pengesahan Undang-undang (UU) MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). UU tersebut telah disetujui 8 Juli 2014 lalu, namun dinilai memiliki banyak kecacatan dalam isinya.

Salah satu isu yang paling panas dibicarakan adalah terkait mekanisme pemilihan pimpinan DPR. Dalam UU tersebut pimpinan DPR tidak otomatis dijabat partai pemenang pemilu melainkan dipilih lewat mekanisme pemilihan oleh anggota DPR. PDIP khususnya menuntut agar peraturan tersebut dikembalikan ke Pasal 82 UU Nomor 27 tahun 2009 bahwa pimpinan DPR berasal dari partai pemenang pemilu.

Wakil Ketua DPR yang juga politisi senior PDIP Pramono Anung mengatakan, PDIP siap kalau MD3 akan di-judicial review oleh MK. "Baru kali ini ada produk DPR yang banyak mendapat gugatan bukan hanya dari perorangan tapi juga sejumlah lembaga. DPD, KPK, ICW dan beberapa partai menggugat," katanya di gedung DPR, Rabu (20/8).

Lebih lanjut ia menilai, UU MD3 terkesan terlalu dipaksakan untuk disahkan karena banyak pihak yang menggugatnya. Terkait judicial review di MK, ia menuturkan jika UU MD3 tidak berhasil di-judicial review, pihaknya juga akan siap. Ia meyakini minimal akan ada partai yang bergabung sehingga partai pendukung MD3 kemarin akan balik badan. "Ada dua partai," katanya tanpa menyebutkan partai apa saja yang ingin gabung PDIP itu.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR dari fraksi PKS Sohibul Iman mengatakan, internal PKS belum membicarakan lebih lanjut terkait UU MD3. Ia meyakini UU tersebut tidak akan dibatalkan MK. PKS sendiri memang dikabarkan mengincar posisi Ketua DPR lewat mekanisme pemilihan itu.

Meski begitu Sohibul mengatakan tidak keberatan jika memang ada pihak yang tidak setuju dan mengajukannya melalui MK. "Begitu tidak puas, langkah konstitusional bila dibatalkan, kami menerima. MK final dan binding (mengikat)," ujarnya di gedung DPR, Rabu (20/8).

Sebelumnya, PDIP merasa UU MD3 terlalu dipaksakan untuk disahkan pada 8 Juli lalu. Pasalnya pengesahan tersebut dilakukan pada masa rangkaian pemilu presiden. PDIP yang menang dalam pileg merasa UU tersebut melanggar hak konstitusionalnya untuk bisa menjabat sebagai ketua DPR.

BACA JUGA: