JAKARTA,GRESNEWS.COM - Meski belum diketahui  pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan bertarung dalam pemilihan presiden pada 9 Juli mendatang. Dipastikan sejumlah partai telah memulai melakukan penghimpunan dana untuk biaya kampanye memenangkan pasangan calon mereka.  Sehingga tak menutup kemungkinan masuknya aliran dana haram dari konglomerat hitam dan koruptor ke partai-partai tersebut.

Untuk itu sejumlah lembaga anti korupsi mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan antisipasi dan pengawasan. Mengingat pada laporan dana kampanye pada pemilu legislatif lalu, banyak partai dan caleg yang menutupi asal dana kampanye mereka.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan banyaknya dana gelap yang masuk ke partai politik,  karena KPU sebagai penyelenggara masih menoleransi belum transparannya pelaporan dana parpol. "Ini mengindikasikan rentannya pengawasan dana kampanye pemilu," kata Abdullah di Kantor ICW (17/4).

Apalagi pada pelaksanaan pemilihan presiden disinyalir aliran dana kampanye akan sulit terdeteksi. Berkaca dari peristiwa Pilpres 2009, menurut Abdullah, aliran dana gelap masuk dengan massifnya.  Aliran dana yang tak jelas identitasnya itu juga masuk dalam  tim kampanye Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2009. Menurut Abdullah dari laporan akuntan terurai terdapat 84 donatur yang tidak jelas identitasnya. Para donatur itu terdiri atas 42 penyumbang perorangan dan 42 badan usaha.

Pada Pilpres 2009,  lanjut Abdullah,  penyumbang pasangan SBY- Boediono sebanyak 150 penyumbang dengan total dana kampanye SBY-Boediono senilai Rp234.734.504.312. Setelah dilakukan konfirmasi terhadap 68 penyumbang dengan nilai konfirmasi sebesar Rp113,98 miliar, hanya dua penyumbang yang mengkonfirmasi sumbangannya  sebesar Rp565 juta.

Karena itu Abdullah mendesak KPU untuk tegas terhadap parpol yang dana kampanyenya tak jelas. Menurut Abdullah, KPU sejatinya bisa mengantisipasi sejak awal. Sebab temuan kejanggalan itu baru terungkap setelah pemilu berakhir bahkan menjelang pemilu berikutnya. “Bawaslu harus perkuat penegakan hukumnya agar kasus serupa tidak terulang kembali pada Pemilu 2014," tegas Abdullah.

Kekhawatiran adanya aliran dana siluman saat pilpres 2014 mendatang juga disampaikan Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi. Ia memperkirakan menjelang pilpres akan ada kerawanan dalam pengelolaan uang negara. Baik dalam  pengelolaan APBN, APBD dan BUMN. Disebut rawan, karena sumber keuangan negara dikeruk untuk kepentingan politiknya.

Ia mengungkapkan hasil audit BPK semester II tahun 2010 atau setelah pesta demokrasi selesai ditemukan dugaan kebocoran anggaran sampai sebesar Rp 968 triliun di 85 kementerian atau lembaga negara. Sedangkan temuan kebocoran dari BUMN sebesar Rp220.7 triliun dengan rincian untuk 129 BUMN. Bahkan pada 2012, temuan kebocoran BUMN sekitar Rp14.6 Triliun untuk 78 BUMN. Kebocoran anggaran tersebut diduga digunakan untuk kepentingan tertentu.  "Untuk itu pilpres 2014 ini, publik harus mengawasi keuangaan negara ini, jangan sampai dipergunakan modal untuk memenangkan kandidat atau calon tertentu," jelas Uchok.

 FITRA juga meminta kepada Bawaslu dan KPU untuk segera melakukan audit dua kali kepada anggaran kampanye pilpres. Audit pertama adalah audit penerimaan atau sumber anggaran kampanye. Jika tak  jelas sumber anggaran kampanyenya, maka capresnya didiskualifikasi. Audit kedua dilakukan KPU sebelum menetapkan pemenang presiden.

BACA JUGA: