JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrat sedang berusaha mengkaji penggunaan hak angket terkait kasus dugaan penyadapan percakapan antara Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ma´ruf Amin dan mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dugaan penyadapan percakapan kedua tokoh ini mencuat dalam persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Kubu Ahok mengancam akan memidanakan KH Ma´ruf Amin karena dinilai berbohong soal percakapan dengan SBY. Kubu Ahok lantas mengaku punya bukti adanya percakapan itu. Yang bikin heboh, dugaan adanya penyadapan muncul lantaran kubu Ahok tahu persis waktu dimulainya percakapan yaitu pukul 10.16 WIB tanggal 7 Oktober 2016.

Hal inilah yang tengah dikaji oleh pihak Demokrat. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan, Fraksi Demokrat sedang mengkaji untuk menyelesaikan polemik penyadapan KH Ma´ruf Amin-SBY itu lewat jalur politik dengan menggulirkan hak angket.

"Perkembangan terakhir di fraksi Demokrat ya sedang kita jajaki. Ada beberapa fraksi yang setuju dan ada juga yang kontra, kita tunggu saja," kata Roy Suryo dalam sebuah diskusi yang bertajuk "ngeri-ngeri sadap", di Jakarta, Sabtu (4/2).

Terkait dugaan penyadapan, berbagai lembaga negara yang memang memiliki kewenangan menyadap, telah membantah melakukan penyadapan terhadap KH Ma´ruf Amin dan SBY. Menteri Sekretaris Kabinet (Seskab), Badan Intelijen Negara (BIN), terakhir Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) telah membantah adanya penyadapan percakapan kedua tokoh tersebut.

Kendati begitu, Roy Suryo mengutarakan, ada beberapa kejanggalan pernyataan yang diungkap tim penasihat hukum Ahok saat persidangan. Pertama, kata Roy, pernyataan tim penasihat hukum mengungkapkan adanya waktu percakapan yang sebenarnya tidak ada dalam pemberitaan.

Kedua, konten pembicaraan keduanya yang detil diungkap pengacara Ahok. Roy beralasan mendorong penggunaan hak angket DPR karena dugaan penyadapan secara illegal itu telah menjadi perbincangan di publik.

"Dalam situs liputan6.com hanya disebutkan pembicaraan KH Ma´ruf Amin dengan SBY tidak pernah ada konten apa lagi waktunya," ujar Roy.

Dalam pernyataan itu, tim kuasa hukum Ahok sempat menanyakan kepada KH. Ma´ruf Amin saat menjadi saksi dalam persidangan itu apakah ada pembicaraan antara dirinya dengan SBY pada pukul 10.16 WIB. Dan menyatakan permintaan SBY dalam percakapan itu agar Agus Harimurti Yudhoyono yang juga kandidat Gubernur DKI Jakarta agar diterima di Kantor PBNU. Selain itu adanya permintaan agar dikeluarkan fatwa penistaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama.

Kejanggan-kejanggalan itu menurut mantan Menpora tersebut, layak dipertanyakan melalui hak angket DPR. Bahkan Roy menantang untuk pihak kuasa hukum Ahok untuk membuka fakta itu di persidangan agar kisruh itu dapat diselesaikan. "Karena mengeluarkan statamen pertama itu soal indikasi penyadapan adalah pihak kuasa hukum Ahok," ujarnya.

UNGKAP SUMBERNYA - Dalam kesempatan terpisah, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Bakir Ihsan menilai, langkah DPR untuk mewacanakan hak angket terkait polemik adanya indikasi penyadapan secara ilegal perlu dijelaskan kepada publik. Setidaknya DPR mesti memiliki alasan politik yang kuat jika ingin menggulirkan hak angketnya.

Sejauh ini, Bakir menilai belum ada alasan yang kuat DPR untuk mendorong penggunaan haknya sebagai anggota DPR yakni hak angket. Dia menuturkan, jika nanti benar tim kuasa Ahok bisa membuktikan hal itu secara politik bisa saja digulirkan hak angket oleh DPR RI.

"Tanpa data yang akurat tentang penyadapan, alasan wacana angket tidak kuat," ungkap pengajar Fisip UIN Jakarta itu melalui pesan singkatnya kepada gresnews.com, Sabtu (4/2).

Lebih jauh Bakir menilai, ada konsekuensi politik jika indikasi itu nanti benar adanya baik ketika itu dilakukan paslon tertentu yang berlaga di DKI maupun pemerintah sendiri. "Bila dilakukan oleh yang berwenang, maka akan mendegradasi rezim pemerintahan saat ini karena lembaganya terlibat dalam politik praktis," kata Bakir.

Dugaan penyadapan itu memang belum terang terutama soal sumber darimana diperoleh percakapan antara KH Ma´ruf Amin dan SBY. Karena alasan itu polemik memang telah menjadi sorotan publik dan politisi DPR agar dapat diselesaikan.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Arwani Thomafi menekan, agar pihak kuasa hukum Ahok membuka saja bukti yang diklaim dimilikinya. Arwani juga menyesalkan pernyataan tim kuasa hukum Ahok yang mencerca Ma´ruf Amin dengan alasan memiliki bukti percakapan tersebut.

"Kan katanya infonya akan memberikan pembuktian atau dukungannya. Ya kita tunggu saja seperti apa bukti atau dukungannya itu dalam bentuk apa, rekaman atau transkipan. Nah nanti akan kita coba lihat," tukas anggota DPR Komisi II itu beberapa waktu lalu.

Arwani menyatakan, memang publik secara konstitusional tidak dibenarkan melakukan penyadapan. Sesuai perundang-undang hanya penegak hukum yang dibenarkan untuk melakukan penyadapan. Kalau percakapan itu dapat dibuktikan tentu diperoleh secara ilegal dan tidak berdasarkan aturan hukum.

"Jika penyadapan itu dilakukan bukan dalam kerangka penegakan hukum, bukan oleh penegak hukum, ya tentu itu di luar aturan perundang-undangan. Ya ilegal itu, tapi itu kalau ya, kita kan belum tahu kayak apa," kata Arwani.

BACA JUGA: