JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang drafnya telah diserahkan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat diprediksi akan berlangsung alot. Diantara masalah yang berpotensi menjadi perdebatan adalah soal sistem proporsional terbuka dan tertutup serta ambang batas parlemen (parliamentary treshold).

Pemerintah telah menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) ke Dewan Perwakilan Rakyat. DPR bahkan telah menetapkan susunan Pansus RUU Pemilu dengan Ketua Lukman Edy dari fraksi PKB, Ahmad Riza Patria (Gerindra), Benny K Harman (Partai Demokrat), Yandri Susanto (PAN) sebagai Wakil Ketua Pansus.

Diantara masalah yang menjadi perdebatan dalam RUU Pemilu adalah soal sistem proporsional terbuka dan tertutup, ambang batas parlemen (parliamentary treshold) yang dinilai berpotensi akan menyita perdebatan panjang antar partai. Perdebatan panjang itu diprediksi akan memperlambat pembahasan RUU Pemilu.

Kendati didera tudingan pesimisme bahwa RUU tersebut bisa diselesaikan dalam waktu lima bulan, Wakil Ketua Komisi II  Ahmad Riza Patria justru mengaku tetap optimis. Ia meyakini target penyelesaian akan tercapai pada Mei pertengahan tahun depan.

Menurut Riza, beberapa masalah dalam draft yang telah diajukan pemerintah dapat diklasifikasi ke dalam poin penting agar bisa diselesaikan. Politisi Partai Gerindra yang juga Wakil Pansus RUU Pemilu ini juga meyakini, Pansus yang telah dibentuk akan bekerja sesuai target. Menurut perhitungannya, kalau dikerucutkan hanya ada sekitar 10 poin penting yang menjadi perdebatan dalam pembahasan RUU Pemilu.

"Saya kira enggak lebih dari 20 isu penting dalam RUU itu, ya kalau disederhanakan bisa jadi 10 isu pentinglah," ungkap Riza di Jakarta, Jumat (25/11).

Riza mengatakan, draft yang diajukan pemerintah memang terlambat dari jadwal yang seharusnya. Seharusnya pemerintah telah menyerahkan draft itu pada pertengahan tahun 2016. Namun jadwal itu urung dilakukan. "Karena draftnya terlambat dari yang dijanjikan. Janji bulan Juni tapi baru diterima bulan November," tutur Riza.

USULKAN PROPORSIONAL TERBUKA - Partai Gerindra sendiri, menurut Riza, mengusulkan sistem proporsional terbuka, sikap itu berbeda dengan usulan partai PDIP maupun Golkar. Menurutnya, soal sistem proporsional terbuka maupun tertutup yang diperjuangkan partai politik memiliki alasan yang sama baik.

PDI, Golkar dan PKS mengajukan sistem proporsional tertutup juga harus dihormati. Sebab partai pasti punya alasan yang kuat terkait hal itu. Seperti PKS, beralasan sesuai dengan kultur partainya merupakan  partai kader yang perlu melewati proses pengkaderan.

Begitu pula dengan Partai Gerindra. Gerindra lebih menekan pada sistem rekrutmen calon legislatif dalam internal partai sebagai seleksi menyaring calon terbaiknya untuk diberi kesempatan yang sama melalui caleg.

"Moderatnya, tertutup ingin memberikan yang berjuang lama ingin duduk seperti Golkar dan PDIP. PKS juga ingin tertutup karena mereka partai kader agar bisa melalui proses. Sementara Partai Gerindra lainnya mengusulkan terbuka karena Parpol sudah diberikan kesempatan seleksi rekrutmen Caleg," ungkapnya.

PESIMIS TEPAT WAKTU - Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago justru mengaku pesimis Pansus RUU Pemilu bisa menyelesaikan RUU itu pertengahan tahun 2017 mendatang. Kecuali, bila DPR bisa fokus menyelesaikannya dan meletakkan RUU Pemilu sebagai prioritas. Sebab, selama ini DPR masih terlalu fokus pada pembahasan anggaran sehingga pembahasan legislasi cenderung diabaikan.

Terkait dengan pembahasan RUU Pemilu ini, menurut Pangi, menjadi pertaruhan DPR mengingat RUU ini menjadi payung hukum untuk kontestasi pemilu pada 2019 nanti. "Saya optimis kalau DPR memang punya komitmen dan mengalihkan energinya ke RUU Pemilu," ungkap Pangi kepada gresnews.com, Sabtu (26/11).

Pangi juga mengingatkan agar RUU Pemilu tidak menjadi ajang kompromi pragmatis bagi DPR. Sejauh ini, sambung Pangi, undang-undang Pemilu seperti belum menemukan bentuk ideal sehingga cenderung hanya menjadi kompromi politik yang menyebabkan UU Pemilu seperti ada celah yang membuat UU Pemilu selalu direvisi setiap tahunnya.

"Selama ini, tidak pernah clear. Tak ada UU Pemilu yang bisa dipakai lama, seperti ada celah agar undang-undang selalu direvisi setiap ada kontestasi Pemilu," kata Pangi.

Terkait dengan sistem proporsional terbuka maupun tertutup, Pangi melihat keduanya memiliki keuntungan dan kekurangan masing-masing. Kembali kepada proporsional tertutup pun menurutnya, bukan malah disimpulkan sebagai kemunduran demokrasi. Karena sistem tertutup juga akan membuat orang yang memiliki kapabilitas dalam parpol bisa diakomodir.

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, membuka peluang bagi politisi asal jadi karena dinilai punya popularitas yang tinggi dan kemampuan finansial yang memadai. Karena pemilu hanya memberi peluang kepada pemilik modal dengan gampang melenggang ke Senayan.

Namun, ada pilihan moderat yang bisa mengakomodir keduanya. "Pangkalnya kan ada direkrutmen partai politik. Makanya dibuat regulasi dalam partai politik," pungkas Pangi.

BACA JUGA: