JAKARTA, GRESNEWS.COM - Musyawarah kerja nasional Partai Persatuan Pembangunan membawa hasil yang cukup menggembirakan bagi kalangan internal partai berlambang Ka´bah ini. Dalam acara yang berlangsung pada 23-24 April kemarin, perdamaian atau islah antara kubu Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dengan kubu Sekjen Romahurmuzy dkk., berhasil dicapai. Suryadharma akhirnya meminta maaf atas keputusannya mendukung pencapresan Prabowo Subianto yang diusung Partai Gerindra.

Perdamaian ini sendiri tentu saja sangat berdampak positif bagi soliditas PPP dalam menentukan arah koalisinya ke depan. Namun di sisi lain, perdamaian di internal PPP ini membawa kembali arah angin koalisi partai tersebut ke titik nol. Jika sebelumnya di bawah komando Suryadharma Ali arah PPP begitu kuat ke Gerindra, sementara kubu Romi cs., dikabarkan sangat ngebet mendekati Jokowi, kini semuanya sementara harus kembali ke "gigi netral".

Hasil mukernas memutuskan arah koalisi PPP berada di tangan Majelis Musyawarah Partai (MMP) yang berjumlah 9 orang. Kini ada tiga kemungkinan arah koalisi yang bakal ditempuh PPP. Pertama tetap merangkul Gerindra, kedua condong ke arah Jokowi, ketiga ke arah poros partai Islam. Semua kemungkinan ini masih sangat terbuka mengingat dinamika politik sangat cepat berubah arah.

Romi sendiri usai acara yang berlangsung di Hotel Seruni, Cisarua, Jawa Barat itu mengatakan PPP akan mendekati empat poros pasca mukernas ini.  "Poros yang pertama adalah mendekat ke koalisi partai Islam, kemudian ada pula yang usul untuk mendekat ke PDI Perjuangan dengan Pak Jokowi sebagai patronnya, ke Gerindra dengan Pak Prabowo sebagai patronnya, dan Golkar dengan Pak Aburizal Bakrie," sebut Romi, Kamis (24/4) kemarin.

Manuver pendekatan ini akan dilaksanakan mulai hari ini, Jumat (25/4). Untuk itu PPP sudah membentuk tim lobi-lobi yang terdiri dari 10 orang yang merupakan anggota MMP. Hanya saja beredar kabar, dengan adanya Emron Pangkapi di MMP, disinyalir PPP akan lebuh conding kepada Jokowi, meski Emron sendiri berupaya membantahnya. "Majelis musyawarah itu mewakili seluruh internal partai. Kan dimusyawarahkan, namanya majelis musyawarah," kata Emron.

Lebih lanjut, Emron menyebutkan kriteria partai mana yang akan disambangi PPP untuk berkoalisi. Kesembilan anggota MPP itulah yang akan melakukan pendekatan dan lobi-lobi politik. "(Partai politik) Mana yang paling strategis, mana yang pertimbangan politik menguntungkan Islam, mana yang menurut pandangan politik menang. Penetapannya (koalisi) nanti di Rapimnas," katanya.

Alih-alih menyebut nama Jokowi, Emron malah mengaku secara pribadi pribadi cenderung ke partai Islam atau berbasis Islam. "Seperti yang saya katakan tadi, untuk formal belum ada, tetapi kalau pribadi-pribadi lebih menyenangkan ke koalisi umat Islam itu. Karena platform yang sama. Dengan semua partai Islam dan partai berbasis Islam," pungkasnya.

Ini bertolak belakang dengan pernyataan Emron sebelumnya bahwa dia mendukung pencapresan Jokowi. Bahkan, dia mengklaim bersama Sekjen PPP Romahurmuziy yang pertama kali mendukung pencapresan Jokowi. Hal inilah yang disinyalir menjadi pangkal keretakan di PPP.

Soal bakal berlabuhnya PPP di poros partai Islam ini memang diperkirakan akan semakin menguat. Pengamat politik Islam Fachry Ali mengatakan, perdamaian yang dicapai PPP mempengaruhi optimisme parpol Islam lainnya untuk melanjutkan rencana koalisi. "Jadi benar, islah PPP ini menjadi momentum bersejarah yang berefek kolektif. Bukan hanya kepada PPP tapi juga kepada partai Islam lainnya. Tadinya kalau mereka tetap pecah, kesatuan (koalisi parpol Islam) tetap pecah. Dengan islah ini, efeknya menimbulkan optimisme dari partai-partai Islam lainnya. Ini pelajaran berharga," kata Fachry Ali.


Menurut Fachry, konflik yang terjadi di tubuh PPP bukan hanya terkait satu partai tapi juga berkaitan atau berpengaruh terhadap partai-partai Islam lain. Alasannya, jumlah suara 5 parpol Islam atau berbasis massa Islam berdasarkan hitung cepat sangat mengejutkan hingga mencapai 32 persen. Artinya, jika kelima parpol Islam ini bersatu dalam satu koalisi akan menentukan peta koalisi jelang Pilpres.

Fachry mengatakan, perpecahan di tubuh PPP juga tidak hanya disebabkan tindakan Suryadharma Ali yang ingin bergabung dengan capres Gerindra Prabowo Subianto, namun juga karena kuatnya kelompok di internal partai berlambang Ka´bah itu untuk lebih mengedepankan membentuk poros Islam.

Tindakan SDA, lanjut dia, harus dilihat dalam konteks kesejarahan pemilu 2009. Di mana pada waktu itu, menjadi titik anjak partai-partai Islam kurang menyadari untuk membagi pandangan yang sama, budaya yang sama di antara parpol Islam. Pengalaman ini yang menurut Fachry membimbing SDA memutuskan berkolaborasi dengan Prabowo sebelum Pileg.

Namun ternyata hasil Pileg sementara menunjukkan hal mengejutkan, parpol-parpol Islam mengalami kenaikan suara, termasuk PPP. Di sisi lain, tidak ada satu parpol pun, terutama parpol nasionalis yang memiliki suara paling dominan. "Nah, faksi non-SDA ini dengan melihat besarnya suara itu melihat ada kemungkinan-kemungkinan lain yang harus dilakukan dengan tidak lagi melakukan pola kebimbangan di 2009. Kalau kita lihat arah mereka ingin membentuk kekuatan tersendiri di partai-partai Islam," tuturnya.

Alasan koalisi parpol Islam, menurut Fachry, didasarkan pada pertanggungjawaban etik. Parpol Islam merasa berutang terhadap konstituen umat Islam yang telah menyalurkan suara politiknya kepada mereka. Konstituen parpol Islam adalah konstituen yang terorganisir atau organisasional, terdiri dari banyak ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah.

Ini berbeda dengan konstituen parpol nasionalis yang lebih cair dan tidak terorganisir. "Karena utangnya ke umat Islam, maka mereka ´harus izin´ dulu kepada pemilik suara. Itulah mereka lebih cenderung membentuk koalisi alternatif dulu," jelas pengamat dari LIPI ini. "Jadi opsi mereka itu yang pertama bukan bicara capres dulu, tapi apakah mungkin membentuk koalisi sendiri, koalisi alternatif, memperkuat bergaining position, karena merekalah kunci koalisi," pungkas Fachry.

Jika poros Jokowi dan poros Islam di PPP menguat, lantas bagaimana dengan nasib Gerindra sendiri? Partai besutan Prabowo itu sendiri tetap optimis jalinan koalisi bisa kembali terjalin dengan partai belambang kabah itu. "Dari Pak Romi (Sekjen PPP Romahurmuziy) pernyataannya bagus, seperti yang kita sama-sama ketahui. Beliau menyatakan belum menutup kemungkinan koalisi dengan Gerindra," tutur Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Djojohadikusumo.

Gerindra sendiri, kata Hashim, berniat membangun ´koalisi tenda besar´ yang berisi banyak partai politik. Jika PPP jadi berkoalisi dengan Gerindra, niatan itu bakal lebih mudah terealisasi. "Artinya, peluang koalisi besar bisa potensial," ucap Hashim.

Selain PPP, Gerindra juga sedang aktif berkomunikasi dengan partai-partai Islam lainnya, termasuk PKS. Capres Gerindra Prabowo Subianto telah bertemu dengan Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminudin di Bandung, Jawa Barat. "Dengan PKB juga partai Islam," imbuh Hashim.

Lalu bagaimana dengan PAN? Dari internal PAN sendiri sudah terpancar sinyal kuat bakal merapat ke Gerindra. Ketua DPP Viva Yoga Mauladi juga pernah menyatakan pasangan Prabowo dan Hatta Rajasa punya kecocokan. "Bagus kan (dengan PAN yang mengajukan Hatta Rajasa). Pak Hatta dan Pak Zulkifli itu sahabat kita," tanggap Hashim. (dtc)

BACA JUGA: