JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terpilihnya Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden 2014-2019 akan langsung dihadapkan dengan sejumlah pekerjaan rumah, diantaranya masalah perlambatan ekonomi Indonesia yang sudah dikisaran 5,5 persen. Sehingga Jokowi-JK harus mengambil langkah antisipasi untuk mengatasi perlambatan ini. 

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan pekerjaan rumah yang ada di depan mata Jokowi-JK adalah perlambatan ekonomi Indonesia yang cukup signifikan. Awalnya Indonesia berada dikisaran 6 persen, lalu turun menjadi 5,5 persen. Bahkan kemarin World Bank pun memprediksikan akan terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5,1 persen.
"Jadi itu tantangan terberat," kata Enny kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (23/7).

Enny menambahkan, pekerjaan rumah berikutnya adalah tekanan fiskal akibat besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Menurutnya jika besaran subsidi tidak dicarikan jalan keluarnya maka di tahun 2015 besaran subsidi akan kembali membawa masalah di sektor Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Enny menjelaskan sebelum mendesign agar subsidi tidak menjadi beban di APBN, pemerintahan kedepan harus mencari langkah antisipasinya terlebih dahulu karena tidak mungkin pemerintahan Jokowi langsung menaikkan BBM, jika hal itu terjadi maka akan timbul perlambatan ekonomi.

Dia menuturkan salah satu langkah antisipasinya janji JK haruslah terealisasi yaitu mengkonversi minyak ke gas. Menurutnya potensi gas di Indonesia sudah siap pakai tapi ada beberapa persoalan yang harus diselesaikan yaitu infrastruktur. Menurutnya persoalan penyediaan lahan yang menjadi hambatan pengembangan infrastruktur gas. Untuk itu perlu adanya koordinasi dan model kepemimpinan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan antar sektor.

"Bukan karena kenaikan BBM bagus atau tidak bagus tapi kita harus melihat secara keseluruhan. Oleh karena itu harus dipercepat langkah-langkah antisipasinya yaitu mengkonversi minyak ke gas," kata Enny.

Kemudian untuk kebutuhan PT PLN, Enny menilai saat ini kebutuhan pasokan bahan baku gas dan batu bara harus dipenuhi oleh pemerintah, sehingga PLN tidak lagi tergantung dengan subsidi. PLN juga harus mengoptimalkan beberapa rencana pengembangan seperti membangun gardu induk dan mengembangkan transmisi. Pemerintah harus menjamin ketersediaan lahan. Untuk itu lagi-lagi harus membutuhkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.

"Jika langkah antisipasinya sudah jelas dan terarah maka triwulan II tahun 2015 pemerintah kedepan mau menaikkan harga BBM ya silahkan saja," kata Enny.

Sementara itu, pengamat pasar modal David Cornelis mengatakan hal yang paling terpenting untuk pemerintah kedepan adalah menciptakan suasana kemudahan bagi para pengusaha dan juga pemodal dalam berinvestasi dan mencari dana melalui pasar modal. Namun pemerintah dalam melakukan hal tersebut tanpa mengesampingkan manajemen resiko dengan latar belakang yang pruden dan memegang prinsip keterbukaan informasi.

David mengusulkan agar pemerintah kedepannya harus mulai mensosialisasikan kepada publik dan memberikan edukasi di lembaga maupun tempat pendidikan tentang pemahaman pasar modal. Ketika masyarakat sudah mengetahui pendidikan pasar modal, pemerintah juga harus memperkuat institusi lembaga keuangan pemerintah. "Menurut saya hal itulah yang paling penting dan menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintahan yang baru," kata David kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (23/7).

BACA JUGA: