JAKARTA, GRESNEWS.COM - Niat partai-partai yang tergabung dalam koalisi kekeluargaan mencari lawan sebanding bagi calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mulai goyah. Kabar restu Megawati Soekarnoputri bahwa PDIP akan mendukung Ahok akan menjadi sandungan bagi keberlangsungan nasib koalisi kekeluargaan.

Meski baru sebatas klaim sepihak Ahok, PDIP sendiri memang sejak semula sudah terlihat berakrobat politik namun ujungnya bakal tetap mengusung pasangan Ahok-Djarot Saiful Hidayat. Jika nantinya PDIP memutuskan demikian, maka ini akan menjadi pukulan keras bagi koalisi kekeluargaan.

Meski nantinya PDIP benar mengusung Ahok-Djarot, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, koalisi kekeluargaan tetap memiliki kans kuat dalam konstestasi pilkada DKI Jakarta. Koalisi kekeluargaan yang terbangun dari tujuh partai itu akan tetap memiliki daya tawar tinggi meskipun akhirnya PDIP akan mengusung Ahok.

Koalisi kekeluargaan, menurut Pangi, bisa menjadi pilihan alternatif pilihan bagi warga DKI Jakarta asalkan mampu menghadirkan kandidat yang potensial. "Kemungkinan kalau Ahok-Djarot maju, kans koalisi kekeluargaan tetap masih besar, asalkan figur yang mereka usung laku dijual ke publik, sehingga bisa menjungkalkan Ahok," ujar Pangi saat dihubungi gresnews.com, Minggu (21/8).

Jika akhirnya PDIP mendukung Ahok sebagai calon gubernurnya, koalisi kekeluargaan tetap berpotensi mampu mendulang keuntungan. Pasalnya, di pemilih akar rumput pada dasarnya menginginkan PDIP memboyong Risma untuk dijagokan dalam pilkada DKI Jakarta. Kalau PDIP mendukung Ahok, maka semakin memperkuat daya tawar koalisi kekeluargaan sebagai antitesisnya Ahok.

"Misalnya koalisi kekeluargaan mengusung Rizal Ramli-Sandiaga. Bukan tidak mungkin bisa menjadi alternatif dan menjadi kuda hitam dalam kontestasi pilkada DKI Jakarta," ungkap Pangi.

Namun klaim tersebut masih memunculkan spekulasi dikalangan partai yang tergabung dalam koalisi kekeluargaan. Politisi Partai Gerindra yang juga Ketua Tim Penjaringan Gerindra, Syarif meyakini PDIP akan solid dalam barisan koalisi kekeluargaan.

Begitu dengan politisi PPP Arsul Sani. Sekretaris Jenderal Partai PPP kubu Romy ini meyakini komitmennya untuk tidak mendukung Ahok dalam pilgub awal 2017 mendatang. Arsul bahkan memastikan PPP akan mencari lawan tanding yang sepadan bagi petahana Ahok.

Ada tujuh Partai yang tergabung dalam koalisi kekeluargaan yang digadang-gadang menjadi penantang Ahok. Mereka adalah PDIP, Gerindra, Demokrat, PKB, PKS, PPP dan PAN. Bahkan sejak klaim Ahok tentang kabar dukungan dari pucuk pimpinan PDIP, nama Tri Rismaharini masih memiliki kans kuat untuk diusung meskipun tanpa PDIP.

LAYU SEBELUM BERKEMBANG - Berbeda dari Pangi Syarwi, pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, koalisi kekeluargaan bisa saja tak memiliki masa depan dalam kontestasi pilkada DKI Jakarta jika PDIP mengusung Ahok-Djarot. Usulan nama Risma yang muncul dalam koalisi, dinilai sebatas mencari perhatian publik karena mereka tidak memiliki kader yang bisa dijagokan.

"Karena tak ada figur lalu mereka coba menyebut nama Risma sekadar bisa menarik perhatian publik pada koalisi tersebut," ujarnya melalui pesan singkatnya kepada gresnews.com, Minggu (21/8).

Justru Lucius menilai keberadaan PDIP dalam barisan koalisi kekeluargaan sangat determinan. Bahkan kemunculan nama Risma merupakan upaya agar partai politik yang tergabung di dalam koalisi memiliki daya tawar. Dengan begitu, lanjut Lucius, ketika PDIP memastikan akan mengusung Ahok otomatis koalisi tersebut akan retak.

Pasalnya motif bergabungnya partai dalam koalisi kekeluargaan berawal dari kegamangan yang sama yakni tak memiliki kader yang sebanding dengan Ahok. Meskipun koalisi akan memunculkan kader lain, menurutnya Lucius tak memberi pengaruh signifikan dalam hajatan pilgub awal tahun mendatang.

"Sebagian lain mungkin akan bertahan sambil memunculkan figur sekadar untuk menunjukkan bahwa mereka tak menyerah sebelum Pilgub menyatakan pemenang sesungguhnya," ujarnya.

Dia menilai koalisi kekeluargaan pada dasarnya tak lebih sebatas ajang pertunjungan eksistensi parpol agar tak menyerah dengan Ahok. Lucius menambahkan, koalisi tersebut tak memiliki daya tawar yang kuat menandingi kekuatan calon petahana Ahok.

"Jadi hampir pasti ini merupakan koalisi emosional yang keberadaannya hanya untuk menunjukkan eksistensi yang berbeda, tetapi pada saat yang sama tak punya amunisi yang memadai untuk bersaing," pungkasnya.

IKUT DUKUNG AHOK - Peluang PDIP mengusung pasangan Djarot-Ahok sendiri masih 50-50. Hal itu dikatakan Kepala Biro Pemilu dan Pilkada Badan Saksi Pemilu Nasional PDIP William Yani, Sabtu (20/8). "Menurut saya peluangnya masih ´fifty-fifty," kata Yani.

Namun kalau toh benar PDIP mengusung pasangan Ahok-Djarot, menurutnya belum tentu koalisi kekeluargaan akan pecah. "Bisa saja ada anggota Koalisi Kekeluargaan yang ikut dengan keputusan PDIP nantinya," kata William.

PDIP, kata William, adalah pemrakarsa Koalisi Kekeluargaan. "Peluang koalisi itu bubar gara-gara PDIP mendukung Ahok masih belum pasti," ujarnya.

Sebaliknya, kata dia, ada peluang sejumlah partai anggota koalisi kekeluargaan bakal ikut PDIP bahkan bila PDIP mendukung Ahok. Yani menjelaskan ada pernyataan dari para anggota koalisi bahwa mereka bakal ikut saja apa yang diputuskan PDIP.

"Bisa saja yang di koalisi malah mendukung. Ada statement, bila ada keputusan apapun dari PDIP maka mereka akan ikut. Tapi memang mereka lebih senang bila PDIP mendukung yang bukan Ahok," kata Yani yang juga menjabat sebagai Juru Bicara Fraksi PDIP DPRD DKI.

Namun bila saja PDIP memutuskan mendukung Ahok kemudian para anggota koalisi kekeluargaan tak sepakat dan akhirnya hengkang, maka itu tidak jadi soal. Bagi PDIP Jakarta, Koalisi Kekeluargaan adalah penjajakan politik yang masih terpengaruh dinamika lanjutan. "Koalisi itu kan penjajakan. Ketika keputusan diambil dan ada yang tidak sreg, maka itu hal biasa," kata Yani.

Dia meluruskan, Koalisi Kekeluargaan juga belum memutuskan sosok cagub yang akan didukung. Bila pernah disebut nama Sandiaga Uno sebagai cagub yang akan diusung, sesungguhnya hal itu belum final dalam koalisi kekeluargaan. "Belum tentu (Sandiaga Uno). Kita belum ada keputusan," kata Yani.

Koalisi kekeluargaan berisi tujuh partai di tingkat Jakarta, yakni PDIP, Partai Gerindra, PKS, PPP, Partai Demokrat, PAN, dan PKB.

Sebenarnya, PDIP Jakarta juga sebagian besar tidak suka dengan Ahok. Namun sikap ini adalah sikap sebelum keputusan final PDIP soal Pilgub DKI 2017 diambil. Bila memang benar PDIP pasti mendukung Ahok, maka PDIP Jakarta bakal patuh terhadap keputusan itu.

"Sebelum ada keputusan, kalau ada dialektika berbeda pendapat, itu biasa. Namun kalau Ketua Umum sudah resmi memutuskan,maka kita ikut. Sampai sekarang belum ada keputusan. Jadi hari ini pengurus Jakarta lebih banyak yang tidak suka Ahok," kata Yani yang mengakui peluang Ahok didukung PDIP memang kuat. (dtc)

BACA JUGA: