JAKARTA, GRESNEWS.COM - Di tengah upaya Partai Gerindra untuk mencari calon terbaik untuk diajukan di ajang Pemilihan Gubernur Jawa Timur, sebuah "serangan" tak terduga justru muncul dari tokoh yang sebenarnya sudah digadang bakal diajukan sebagai calon gubernur Jatim oleh Gerindra, yaitu La Nyalla Mattalitti. La Nyala mendadak "menyala" melancarkan serangan kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Tak tanggung-tanggung, La Nyalla menuding Prabowo telah meminta uang sejumlah ratusan miliar kepada dirinya agar bisa direkomendasikan sebagai calon gubernur Jatim. Permintaa itu, kata La Nyalla, tak bisa dia penuhi dan akibatnya dia urung direkomendasikan.

La Nyalla mengatakan, semua itu terjadi dimulai saat dia diundang Prabowo menghadiri deklarasi pasangan Mayjen (Purn) Sudrajat-Ahmad Syaikhu, yang diusung di Pilgub Jabar 2018.

"Saya diundang Pak Prabowo tanggal 9, ada acara deklarasi Pak Sudrajat. Saya dipanggil di dalam ruang kerjanya dan di situ ada Saudara Sugiono, ada Saudara Prasetyo, dan Pak Prabowo sendiri, menanyakan kesiapan saya," ucap La Nyalla alam konferensi pers di Restoran Mbok Berek, Jl Prof Dr Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (11/1).

Dalam pertemuan itu, saat ditanya soal kesiapan maju ke Pilgub Jatim, La Nyalla menyanggupi. Lalu La Nyalla menyebut pembahasan uang mulai disinggung Prabowo. "Kemudian Pak Prabowo mengatakan apakah saya siap uang, saya bilang saya siap kalau masalah uang. Dia tanya lagi, ´Bisa kapan uang?´ Saya bilang, ´Nanti saja, Pak, setelah rekom selesai, saya ada pengusaha-pengusaha muslim,´" tutur La Nyalla.

Mantan Ketum PSSI itu mengatakan juga sudah menyiapkan uang Rp 5,9 miliar. Namun respons Prabowo saat itu membuatnya kaget. "Dan saya sampaikan saya sudah kasih keluar uang Rp 5,9 miliar, diterima oleh Saudara Daniel dan sudah disampaikan ke Saudara Fauka. Nah, uang ini sudah keluar dan Pak Prabowo, dia juga kaget, ya saya ditanya, ya saya ngomong apa adanyalah," jelas La Nyalla tanpa memerinci lebih jauh.

La Nyalla mengaku, dia dimintai uang untuk uang saksi. Uang tersebut, kata dia, akan dipakai untuk membiayai saksi di 68.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Jumlah totalnya, menurut La Nyalla, sebesar Rp28 miliar dengan rincian Rp200 ribu untuk satu saksi dan satu TPS ada dua saksi sehingga biaya per TPS adalah Rp400 ribu dikalikan jumlah TPS.

"Tapi, yang diminta itu Rp 48 miliar dan harus diserahkan sebelum tanggal 20 Desember 2017. Nggak sanggup saya,ini namanya saya beli rekom, saya nggak mau," ujar La Nyalla.

La Nyalla mengaku kecewa disyaratkan duit oleh partainya sendiri. Padahal, dia mengaku telah berkorban banyak untuk partai besutan Prabowo Subianto itu. Masih di forum yang sama, La Nyalla juga mengaku kecewa karena Prabowo meminta uang hingga sebesar Rp200 miliar.

"Prabowo sempat ngomong, siapkan kamu sanggup 200 miliar? 500 saya siapkan, kata saya karena di belakang saya banyak didukung pengusaha-pengusaha muslim," kata La Nyalla.

Bagi La Nyalla, ucapan Prabowo kala itu hanyalah bercanda saja. Dia kaget ternyata syarat tersebut benar-benar diterapkan. "Saya pikir main-main, ternyata ditagih betul Rp40 miliar, saya bilang nanti. Saat itu juga saya sampaikan saya mau pasang fotonya Bapak, Gerindra, cuma jangan tulis calon gubernur, tulisnya bakal calon. Saya pasang di Pacitan sampai desa foto Prabowo. Semua sudah tahu Prabowo mendukung La Nyalla," beber La Nyalla.

Selain itu La Nyalla juga menuding, Ketua DPD Gerindra Jatim Soepriyatno meminta Rp170 miliar kepada dirinya. Namun, La Nyalla menolak. "Dia minta uang Rp170 milyar. Langsung saya sampaikan kepada Daniel (pengusaha Tubagus Daniel Hidayat, bendahara La Nyalla saat mencoba mendapatkan rekom) saya lebih baik bangun masjid saya bilang. Biar yang mengganjal ini tanggung jawab," ujarnya.

BAWA 212 - Tak hanya mengaku telah dimintai uang, La Nyalla juga mengungkit-ungkit soal gerakan 212. La Nyalla mengaku dia didukung oleh ulama untuk maju, namun tetap gagal maju karena dimintai syarat uang ratusan miliar. "Akhirnya saya lapor para ulama di Jatim dan Jakarta, termasuk Pak Amien Rais (Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais) dan Ibu Rachma (Waketum Gerindra Rachmawati Soekarnoputri). Saya sampaikan keluhan saya," ujar La Nyalla.

La Nyalla mengatakan kepada Amien dan Rachmawati bahwa dirinya bukannya tak sanggup mengemban tugas dari Gerindra soal syarat uang. Namun La Nyalla ingin rekomendasi Pilgub Jatim keluar terlebih dahulu sebelum membayarkan syarat itu.

"Saya tidak mau di depan, saya maunya di belakang. Saya mau urusan saya semuanya selesai dulu, baru saya dikatakan kalau disuruh bayar, saya bayar. Kalau dikatakan uang saksi, ya kan itu 2018, waktu itu masih lama dari 2018. Karena saya tidak bisa menyiapkan di tanggal 20 Desember 2017, saya kembalikan," sebut La Nyalla.

Dikatakan La Nyalla, Amien Rais hingga Rachmawati mengupayakan pencalonannya. Namun, lagi-lagi katanya usaha itu nihil hasil. Di sinilah La Nyalla mengungkit dan membawa-bawa nama Presidium Alumni 212 yang terbentuk lewat aksi bela Islam berjilid-jilid terkait Pilgub DKI 2017.

"Tapi nyatanya yang dilakukan Bu Rachma, Pak Amien, Ustaz Aminuddin semua sia-sia. Sampai Ustaz Abdul Rasyid bikin surat resmi dari Presidium Alumni 212, diserahkan sendiri oleh Ustaz Al-Khaththath, ketemu sendiri dengan ketua-ketua partai, tapi nggak ada yang ditanggapi," beber dia.

"Di satu sisi saya selalu sampaikan, selalu 08 (Prabowo) omong saya tidak didukung oleh ulama, yang menyampaikan itu adalah Soepriyatno, Ketua DPD Gerindra Jatim," imbuh La Nyalla.

La Nyalla mengaku kecewa tidak mendapat rekomendasi dari Gerindra. Menurutnya, pengorbanannya untuk Gerindra selama ini sia-sia saja. "Yang jadi penyesalan, saya ini kader Gerindra sejak 2009 yang berjuang untuk 08 sampai 2018, saya geer ternyata. Ultah Bu Rachma di Hambalang saya dipanggil ketemu sama 08, disampaikan saya ingin maju, kemudian saya minta izin. Sudah pernah ketemu Amien Rais, terakhir sama 08 sudah oke," ucapnya.

Dia lalu menyerukan kepada seluruh ulama dan Presidium Alumni 212 agar tak mau lagi dijadikan alat politik. "Biar yang mengganjal ini tanggung jawab. Saya ingatkan ulama dan umat 212, jangan mau lagi ditumpang-tumpangi sama partai yang nggak jelas," tegas La Nyalla.

Sementara itu, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Al-Khaththath yang ikut hadir saat La Nyalla Mattalitti menggelar jumpa pers, menyayangkan yang terjadi pada La Nyalla. "Kami prihatin kasus yang dihadapi oleh La Nyalla dan beberapa nama yang kami ajukan kepada pimpinan partai agar kader dari Aksi 212 itu. Dari 171 (pilkada), kita hanya minta lima agar bisa diberi rekom khusus, jalur khusus. Kalau diperlakukan seperti yang lain, buat apa kita bikin rekom," kata Al-Khaththath.

Alumni 212, kata Al-Khaththath, membuat surat yang diantarnya langsung ke pertemuan tiga pimpinan partai, PKS-Gerindra-PAN, di rumah dinas seorang ketum. Surat rekomendasi calon kepala daerah itu diteken oleh KH Abdul Rosyid Abdullah Syafii.

"Jadi, dari lima nama, salah satunya Mas La Nyalla, itu tidak satu pun yang diberi rekom. Kita kan menganggap para ulama sudah memperjuangkan dengan pengerahan Aksi Bela Islam 212 yang sangat fenomenal dan kita di Jakarta sudah berhasil memunculkan Gubernur Anies-Sandi," ujar Al-Khaththath.

Dia juga mengatakan Habib Rizieq sudah menitip pesan kepada tiga ketum agar mengusung calon yang direkomendasikan oleh para ulama. Al-Khaththath mempertanyakan saat calon-calon itu tak diusung.

"Pesan Habib Rizieq ketika saya pergi ke Mekah, meminta kepada tiga pimpinan partai supaya meng-copas (copy-paste) yang ada di Jakarta supaya mendapatkan kemenangan di provinsi-provinsi lain. Nah, tentunya saya nggak tahu apakah ada mispersepsi seolah-olah kita mendukung dengan cek kosong. Mungkin pemahaman mereka seperti itu," tutur Al-Khaththath.

"Kita mendukung munculnya Gubernur Anies-Sandi dengan semangat 212, semangat Al-Maidah 51. Kita berharap hal itu terjadi di tempat-tempat lain," imbuhnya.

BANTAHAN GERINDRA - Terkait tuduhan yang dilantarkan La Nyalla, Waketum Gerindra Fadli Zon dengan tegas membantahnya. "Kalau dari Pak Prabowo nggak ada ya, dan saya tidak pernah mendengar dan juga menemukan bukti semacam itu ya," kata Fadli Zon kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (11/1).

Menurut Fadli, Prabowo memang pernah bertemu La Nyalla. Namun yang dibahas adalah persiapan dana untuk Pilgub Jatim 2018 dari sisi La Nyalla, bukan meminta mahar. "Kan belum tentu dananya dia bisa, juga penggalangannya. Jadi saya kira bukan untuk Pak Prabowo atau untuk DPP Gerindra, saya kira itu lebih untuk pada persiapan calon yang bersangkutan," ujar Fadli.

Fadli mengatakan Jawa Timur adalah provinsi besar. Perlu dana besar untuk pemenangan, baik yang digunakan sebagai ongkos perjalanan kampanye, maupun membayar saksi. Konteks pembahasan Prabowo dengan La Nyalla, kata Fadli, soal kesiapan dari mantan Ketum PSSI itu, bukan meminta uang.

"Saya kira wajar soal hal itu. Bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan partai, tapi untuk kepentingan yang bersangkutan," ujar Wakil Ketua DPR ini.

"Pak Prabowo ini... sekali lagi, untuk saksi itu kan harus ada transport-nya. Saya nggak tahu ya, saya harus cek dulu, kalau itu disebut untuk saksi, saya kira masih wajar, karena memang misalnya kita harus menyiapkan sekian ribu saksi di setiap TPS yang mereka mencatat, kan mereka harus diberikan transportasi, konsumsi pada waktu hari H maupun persiapan sebelumnya," sambung Fadli.

Fadli merasa ada miskomunikasi. Dia berulang kali menegaskan tak ada permintaan duit dari Prabowo ke La Nyalla. "Saya kira itu miskomunikasi lah ya," ujar Fadli.

DPD Gerindra Jatim juga membantah tudingan La Nyalla Mattalitti. Gerindra Jatim tak percaya tudingan itu. "Nggak tahu. Saya merasa tidak berkompeten berbicara terkait DPP. Kecuali kalau terkait DPD, saya nggak bisa bicara soal itu karena itu di Jakarta kan, kepengurusan di DPP. Tapi teman-teman di DPD dan kader di Jatim tidak ada yang mempercayainya," kata Sekretaris DPD Gerindra Jatim Anwar Saddad, Kamis (11/1).

Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria juga mengeluarkan bantahan serupa. Dia membantah ada syarat miliaran rupiah untuk mendapatkan rekomendasi menjadi cagung dari Gerindra.

"Ya nggak benar. Jadi Partai Gerindra ini partai yang dalam proses pilkada itu selalu mengedepankan kepentingan bangsa kepentingan negara di atas kepentingan parpol," ujar Riza.

Riza kemudian mengungkap lagi soal Pilkada DKI 2012. Saat itu Gerindra, kata Riza, berani mengusung pasangan Jokowi-Ahok saat partai lain mendukung Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Saat itu Gerindra memohon kepada Ketum PDIP Megawati agar Jokowi diperbolehkan maju.

Panjang-lebar, akhirnya Megawati menyetujui pencalonan Jokowi-Ahok. Namun masalah uang sempat merintangi niat tersebut. Akhirnya, kata Riza, Gerindra mengeluarkan duit untuk Jokowi-Ahok.

"Ada masalah lain di situ, apa? Ternyata pasangan (Jokowi-Ahok) ini tidak punya uang. Bagaimana dengan uang? Dipertanyakan. Bagaimana pembiayaan pilkada? Ketika itu Bapak Prabowo, Pak Hashim, menyampaikan, ´Kita akan siap mencarikan dananya.´ Partai Gerindra ketika itu Pak Hashim ketika itu sampai Rp 62,5 miliar itu keluar uang untuk kepentingan Pilkada DKI Jokowi-Ahok," tutur Riza.

"Apa artinya di situ? Kami bukan partai yang meminta, apalagi mengambil uang dari pasangan calon. Tapi buktinya kami justru partai yang mengeluarkan uang untuk kepentingan pasangan calon," tegas dia. (dtc)

BACA JUGA: