JAKARTA, GRESNEWS.COM - Meski telah ada putusan Mahkamah Agung terkait konflik Partai Golkar, yang memerintahkan kepengurusan Golkar kembali kepada hasil Munas Riau tahun 2009. Konflik partai beringin ini belumlah usai. Putusan tersebut dijawab kubu Agung Laksono dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Tak hanya itu, kubu Agung Laksono terus mendesak digelarnya Musyawarah Nasional (Munas).

Beberapa petinggi Golkar versi Kubu Ancol pimpinan Agung menyatakan Golkar tak mungkin damai hanya dengan putusan pengadilan dan islah semata. Perlu ada tindak lanjut dengan memilih pemimpin baru sesuai yang diamanatkan AD/ART Golkar. Dalam Munas ini, kedua kubu, baik Kubu Munas Ancol maupun Kubu Munas Bali di bawah pimpinan Aburizal Bakrie (Ical) harus melepaskan egonya, untuk duduk bersama memilih pemimpin.

"Kita masih berjalan di tempat, menyedihkan di saat partai lain maju membuat sekolah partai, penjaringan kader," ujar Ketua Umum Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Dave Laksono dalam diskusi "Jalan Keluar Sengkarut Konflik Partai Golkar" di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta, Minggu (8/11).

Konflik yang sudah berjalan satu tahun lamanya ini, membuat Golkar merugi dalam hal investasi kaderisasi. Lantaran mereka terfokus dan terkuras energinya untuk mengurusi konflik dualisme kepemimpinan. Tak hanya itu, banyak politisi Golkar yang juga hijrah mencari tunggangan politik lain demi mendapatkan jabatan menteri atau kepala daerah.

"Masyarakat ingin melihat Golkar sebagai pembawa kemajuan Indonesia, bukan malah menjadi badut dengan saling menghina," katanya.

Nantinya, jika terealisasi, munas dapat mengajukan nama siapa pun, termasuk Agung, Ical, atau bahkan Jusuf Kalla (Jk) dan Akbar Tanjung. "Lebih baik munas, dari pada kedua belah pihak sibuk klaim kepengurusan yang paling sah," ujarnya.

USAI PILKADA - Dalam diskusi itu jelas tersirat desakan untuk mengajukan Munas secepatnya. Sebab, jika kedua kubu saling menunggu proses hukum yang berjalan, maka rekonsiliasi akan berjalan lambat.

"Yang bisa mengembalikan mekanisme partai ini hanya munas. Jangan hanya mementingkan kepentingan elit," tambah Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Jakarta, Ace Hasan Syazdily, di tempat yang sama.

Munas sendiri, menurutnya, telah diamanatkan dalam putusan Mahkamah Partai Golkar (MPG) yang meminta penyelenggaraan munas dilangsungkan sebelum Oktober 2016. Tak hanya itu, amanah Munas Riau 2009 juga menyatakan munas harus diselenggarakan pada tahun ini.

Walaupun mendesak untuk diadakan Munas, Ketua Tim Penyelamat Partai Golkar Yorrys Raweyai mengemukakan pelaksanaan Munas  tak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini lantaran perlu ada proses yang panjang untuk membicarakan masalah izin dan pendaftaran.

"Jadi bukan asal ngomong, kita juga harus menentukan peserta. Sekarang bagaimana kita tinggal duduk bersama," katanya.

Untuk itu, perlu ada pembicaraan pra munas antara kedua belah pihak. Namun, ia meminta hal tersebut tak menjadi fokus bahasan utama. Sebab masih ada agenda politik lain yang lebih penting untuk dijalankan.

"Penyelesaian politik sesuai AD/ART itu hanya munas, cuma yang mana dan kapan itu yang belum diketahui. Biarkan mereka komunikasi dan pilkada dahulu," katanya.

GANTI PEMIMPIN - Juru Bicara Poros Muda Partai Golkar Andi Ucok Sinulingga menyatakan konflik partai yang berkepanjangan ini diduga lantaran Golkar memiliki kultur budaya oligarkis. Ia menyatakan, kultur inilah yang membuat perdamaian kedua belah kubu semakin tersendat. Untuk itu, seluruh elemen Golkar tak perlu menurunkan kultur oligarki kepada generasi mudanya.

"Karena yang kita lihat politik seperti itu, menyelesaikan masalah dengan cara bisik-bisik," katanya.

Bagaimana pun, konflik berkepanjangan telah membuat partai Golkar dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Pada tataran partai lain, bahkan diyakini menjadi bahan pembicaraan dan olok-olok. Menurutnya, konflik harus segera diselesaikan agar Golkar dapat fokus mengurusi rakyat.

"Suara Golkar Suara Rakyat kini hanya slogan belaka, rakyat banyak bertanya, selama ini Golkar ke mana?" katanya.

PETA DUKUNGAN - Ditambahkan pengamat Politik Komunikasi Hendry Satrio jika kelak Munas Golkar diselenggarakan. Maka hal yang terbaik adalah melepaskan kedua nama yang selama ini berkonflik, yakni Agung dan Ical. Menurutnya masih terdapat nama lain yang dapat diajukan dan mumpuni memimpin partai ini, diantaranya Priyo Budi Santoso, Setya Novanto, Ade Komarudin dan Yorrys.

"Jika kedua nama itu (Agung dan Ical, red) maju lagi, maka konflik yang sama akan terulang. Golkar harus berikan tempat lain kepada kedua nama ini selain ketua," katanya kepada gresnews.com, Minggu (8/11).

Menurutnya, Novanto memiliki kans yang cukup besar untuk maju menjadi Ketua Umum. Ia diuntungkan lantaran selama ini sudah dikenal sebagai Ketua DPR RI.

Tak hanya Agung dan Ical, Hendry juga memperingatkan agar Jusuf Kala (JK) juga tak masuk dalam lingkaran pemilihan ketua umum. Lantaran JK sudah seharusnya berada pada tataran yang lebih tinggi dibanding hanya mengurusi partai politik saja.

"Kurang tepat ketika mereka maju kembali, nama tersebut seharusnya menjadi tokoh, karena bangsa butuh pembina yang mengawasi pemerintah saat ini," katanya.

Jatah tersebutlah yang menurutnya dapat diambil, terlebih ketiga nama tersebut pernah menjabat menjadi menteri dan wakil presiden. Untuk itu, sudah seharusnya ketiga nama tersebut bisa bersikap dewasa untuk merelakan jabatan ketua umum.

"Intinya Golkar tak akan kehabisan tokoh. Mereka parpol yang paling mature dan konflik ini hanya persoalan kecil," ujarnya.

Hal senada ditambahkan Peneliti Populi Center, Nico Harjanto. Munas Golkar haruslah memilih kandidat calon ketum yang paling prospektif untuk membawa PG lebih baik ke depan. Dan yang terpenting bukan dari kedua ketum yang sekarang terkait konflik, apalagi kedua nama tersebut sudah tidak berprestasi bagi partai.

"Jika dilihat dari karakteristik ketua Golkar pasca reformasi, maka biasanya figurnya adalah yang memiliki jabatan politik tinggi atau kekuatan finansial," katanya kepada gresnews.com, Minggu (8/11).

Dalam konteks saat ini ini figur-figur yang menurutnya akan mendapat dukungan menjadi ketum PG yakni Novanto yang sudah lama menjadi bendahara dan saat ini menjadi Ketua DPR. Kedua, Mahyudin yang saat ini menjadi wakil ketua MPR, lalu Nusron Wahid sebagai mantan politisi PG dan sekarang kepala BNP2TKI, ia diyakini memiliki jejaring kuat di kaum Nahdliyin.

"Selain figur-figur itu ada juga tokoh muda seperti Airlangga Hartarto, Agus Gumiwang, Andi Sinulingga dan Titik Hedijati," katanya.

Di luar itu, jika para elit PG mau membangun soliditas baru, ia pun memberikan saran-saran sejumlah nama populer. "Mereka bisa mempertimbangkan meminang tokoh nasional seperti mantan Panglima TNI Jendral (Purn) Moeldoko atau pengusaha nasional Thahir (Mayapada) yang sudah punya rekam jejak bagus dalam kepemimpinan dan komitmen terhadap bangsa," ujarnya.

BACA JUGA: