JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perayaan Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia ke-72 yang berlangsung di Dermaga Pelabuhan Indah Kiat, Cilegon, Banten, Kamis (5/10), berlangsung meriah. Selain diisi dengan atraksi kemampuan olah jurit para prajurit TNI, acara juga dimeriahkan dengan pameran kekuatan alat utama sistem senjata yang dimiliki TNI dari ketiga matra saat ini.

Namun, di tengah kemeriahan tersebut, terselip sebuah pesan penting yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato sambutannya. Jokowi meminta agar prajurit TNI tak berpolitik praktis. "TNI adalah milik nasional yang berada di atas semua golongan, yang tak terkotak-kotak dengan kepentingan politik yang sempit dan tak masuk ke kancah politik praktis. Yang selalu menjamin netralitas politik di NKRI ini," tegas Jokowi.

Prajurit TNI juga diminta menjaga stabilitas politik dan keamanan. Terutama membangun kepercayaan masyarakat internasional kepada Indonesia. "Tak ada jalan lain bahwa kita harus bergegas membangun jalan ekonomi kita harus Indonesia-sentris. Bagaimana doktrin tuntutan pertahanan semesta yang dipegang teguh TNI, harus menjaga stabilitas politik dan keamanan, harus menumbuhkan kepercayaan masyarakat internasional terhadap negara kita Indonesia," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Jokowi juga menyampaikan amanat pahlawan nasional Jenderal Sudirman di depan prajurit TNI. Ia berpesan bahwa politik TNI adalah politik negara. "Saya ingat pesan Jenderal Sudirman tentang jati diri TNI yang saya yakin sangat relevan sampai sekarang. Bahwa politik tentara politik negara, politik TNI adalah politik negara. Loyalitas TNI adalah loyalitas negara," ujar Jokowi.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pun menyambut baik imbauan Presiden Jokowi. Gatot mengatakan TNI menganut politik negara telah terangkum dalam sumpah prajurit. "Sebenarnya apa yang dikatakan politik negara itu telah dirangkum oleh TNI dalam sumpah prajurit Sapta Marga prajurit TNI," kata Gatot.

Dalam sumpah prajurit itu, lanjutnya, pengabdian utama TNI kepada NKRI yang didasarkan pancasila dan UUD 1945. Mencintai dan melindungi hanya untuk rakyat juga terangkum dalam sumpah itu.

"Yang ketiga adalah taat kepada atasan dalam hal ini atasan adalah Presiden Republik Indonesia yang dipilih secara konstitusi kesemuanya ini saya katakan. Jangan ragukan lagi kesetiaan TNI," jelas Gatot.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Dia menyebut, TNI merupakan alat negara dan tak boleh menjadi alat kepentingan politik. Fadli pun mendukung penguatan di tubuh TNI.

"Saya kira Panglima tadi, jarang ada dalam pidato, saya rasa menjawab juga tantangan komitmen sebagai alat pertahanan negara yang bebas dari politik dan mudah-mudahan itu yang terwujud. TNI alat negara dan tidak boleh menjadi alat kepentingan politik oleh siapa pun, kecuali untuk nasional," kata Fadli.

Fadli pun menegaskan TNI adalah alat pertahanan negara. Untuk itu, disebut Fadli, TNI harus diperkuat. "Tentu kita sangat mendukung segala upaya untuk membentuk suatu TNI yang kuat. Karena TNI alat negara pertahanan negara yang bisa mempertahankan kedaulatan negara," kata Fadli.

TNI HARUS DIPERKUAT - Dalam kesempatan tersebut, Fadli juga mengatakan, alutsista TNI harus diperkuat. "Menurut saya TNI kita harus lebih kuat lagi, terutama alutsista darat, laut, dan udara. Karena kita negara kepulauan, misalnya kapal selam, kita baru ada 2, kalaupun akan ada lagi mestinya lebih banyak lagi dan jauh lebih besar dari yang dulu," kata Fadli.

Selain itu, kata dia, TNI juga harus diperkuat dari sisi anggaran. "Menurut saya, anggaran TNI harus dinaikkan. Kita perlu mencapai apa yang mendekati negara-negara yang postur pertahanannya kuat," kata Fadli.

Fadli menekankan, Indonesia harus mempunyai alutsista yang mumpuni dan kuat. Pasalnya, negara dengan kekayaan belasan ribu pulau, baru mempunyai dua kapal selam, dan akan menyusul dua kapal selam lagi.

"Harusnya paling tidak 15 atau 20 kapal selam. Belum lagi kekuatan udara, atau darat lainnya. Saya kira TNI harus diperkuat. Pemerintah harus memberikan prioritas," tegas politisi F-Gerindra itu.

Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari sepakat bahwa TNI harus diperkuat. Dia mengatakan, tantangan yang dihadapi TNI semakin besar. "Sebagai komponen utama sistem pertahanan negara menghadapi tantangan makin besar, seperti ketegangan Laut Natuna, Semenanjung Korea, separatisme dan tantangan besar lainnya. Selain bersama rakyat, negara berkewajiban terus memperkuat TNI," kata Kharis dalam pernyataan persnya, Kamis (5/10).

Kharis menambahkan, ada beberapa hal lain yang menjadi catatannya, selain terus meningkatkan TNI yang profesional, tentu perlu ada hal-hal yang menunjang dan untuk menegakkan semangat profesionalisme TNI. Bila dikaitkan dengan perspektif parlemen terhadap implementasi reformasi di sektor keamanan (Security Sector Reform), setidaknya ada tiga bidang utama sebagai capaian reformasi yang menandai arah reformasi TNI.

Pertama, jelas Kharis, isu di bidang regulasi diarahkan pada terpenuhinya berbagai perangkat perundang-undangan sebagai arsitektur reformasi di sektor pertahanan dan keamanan. Sesuai amanat reformasi TNI, maka DPR bersama dengan TNI telah membidani lahirnya Undang-Undang tentang TNI yang mengukuhkan peran dan fungsi TNI di dalam rezim demokrasi.

"Undang-undang ini juga sekaligus menegaskan bahwa TNI sebagai alat negara dan melepaskan peran dwi fungsinya dalam kegiatan politik praktis. Praktis dalam UU ini, TNI tidak lagi memiliki keterwakilan di DPR sebagai representasi kekuatan politik rakyat dan TNI juga tidak lagi disibukkan dengan urusan bisnis," imbuh Kharis.

Hal itu terlihat dari sebagian besar amal usaha TNI telah dilikuidasi. TNI dikembalikan ke barak dan fokus pada urusan pertahanan negara. TNI juga telah menegaskan sikap netralnya dalam pelaksanaan Pemilu 2014. Hal itu sesuatu yang tidak mungkin dijumpai sebelum reformasi TNI dilaksanakan.

Secara internal, imbuh politisi F-PKS itu, TNI juga telah memiliki standar etis atau kode etik dan sistem pengadilan bagi prajurit TNI yang melakukan tindakan dan prilaku indispliner dengan lahirnya Undang-Undang Hukum Disiplin Prajurit TNI.

"Semua capaian ini, bila dibandingkan dengan pengalaman reformasi militer di beberapa negara di Asia Tenggara dan sebagian besar negara-negara di Timur Tengah yang masih dibawah kekuasaan junta militer, dapat dikatakan bahwa reformasi TNI jauh lebih maju," nilai Kharis.

Kedua, masih kata Kharis, terkait modernisasi khususnya terkait alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI. Pada isu ini, terdapat kemajuan yang signifikan yang dapat dicapai TNI. Ada dua faktor komplementer yang menentukan ketika isu modernisasi mengemuka, yakni anggaran dan modernisasi Alutsista. Sejak dirumuskannya Rencana Startegis Kekuatan Pokok Mimimun (Minimum Essential Forces) TNI Tahap Pertama Tahun 2010 hingga 2014 telah terjadi modernisasi besar-besaran dalam persenjataan TNI.

"TNI kini telah berubah menjadi kekuatan militer terkuat di Asia Tenggara. Capaian ini tidak dapat dilepaskan dari akuisisi besar-besaran terhadap persenjataan TNI selama kurun waktu 2010 hingga 2014," paparnya.

Ketiga, terkait isu peningkatan SDM, yang sangat erat kaitannya dengan isu kesejahteraan prajurit. Ketika TNI tidak lagi ikut terlibat dalam kegiatan politik praktis dan tidak lagi diperkenankan melakukan bisnis sebagaimana yang dilaksanakan oleh yayasan-yayasan atau perusahaan milik TNI selama ini, kesejahteraan adalah kompensasi yang setimpal diberikan kepada TNI.

"Untuk itu, DPR telah mendukung melalui persetujuan anggaran yang antara lain diperuntukan remunerasi prajurit hingga mencapai 56 persen, tunjangan Babinsa, pengadaan perumahan prajurit, dan uang lauk pauk (ULP), dan masih banyak lagi lainnya," ujar Kharis.

Selain kesejahteraan, fungsi peningkatan SDM ini juga diarahkan pada modifikasi doktrin TNI. Modifikasi doktrin TNI ini diperlukan agar akusisi Alutsista TNI yang berjalan selama ini dapat bermanfaat secara optimal. (dtc)

BACA JUGA: