JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus eksekusi mati terpidana narkotika asal Filipina Mary Jane saat ini bergeser menjadi isu kemanusiaan dianggap sebagai latah bersama. Sayangnya, kelatahan bersama ini tak ditunjukkan kepada korban pelanggaran HAM dan perdagangan manusia lainnya yang notabene warga Indonesia.

Setelah Prancis menyatakan dukungan pembatalan eksekusi, mendadak semua tokoh dianggap menjadi sangat berperikemanusiaan. "Para tokoh politik yang mendadak berperikemanusiaan itu lupa selama belasan tahun mereka tidak pernah bicara kemanusiaan," kata Politisi PDIP, Adian Napitupulu di Jakarta, Senin (27/4).

Ia mengingatkan kejadian dimana para TKI di setrika wajahnya di negara tetangga, diperkosa atau pulang dalam kantung mayat dengan organ tubuh yang hilang entah kemana namun pemerintah tak dapat melakukan apa-apa. "Mereka menjadi berperikemanusiaan karena mukjizat Tuhan atau takut pada ancaman Prancis, mungkin ukuran kemanusiaan mereka diputuskan oleh Prancis," katanya menyindir.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut mengecam hukuman Mati Mary Jane, empat  hari pasca Presiden Jokowi mengkritik PBB di Konferensi Asia Afrika (KAA). Selama ini PBB lebih banyak diam saat aksi kekerasan dilakukan oleh negara Eropa. Anehnya bagai skenario, kecaman PBB itu saling sahut dengan Perancis dan para tokoh pokitik Indonesia.

"Situasi ini 100 persen mirip serangan terhadap Soekarno setelah Pidato ´Amerika kita setrika, Inggris kita Linggis´," katanya.

Mary Jane serupa banyak tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang juga menjadi korban Human Traficking. Memang tak salah membela Mary, tapi tentu para tokoh dan pemerintah lebih wajib membela ratusan ribu TKW yang menjadi ibu dari jutaan anak Indonesia.

"Membela Mary Jane merupakan tugas kemanusiaan yang lahir dari hati bukan karena ancaman negara lain," katanya.

Membela Mary sama mulianya  dengan mengungkap pembantaian Tahun 1965, puluhan nyawa yang hilang di Tanjung Priok pada 1984, penculikan 13 aktivis, serta tentunya 18 mahasiswa yang gugur di Trisakti, Semanggi, Jogja, Lampung dan Palembang.

Ia berharap para tokoh politik yang saat ini menikmati kursi, jabatan dan fasilitas luar biasa ini menjadi sadar yang dinikmati bukanlah karena Mary Jane. Tapi karena nyawa 18 mahasiswa yang hingga kini tak pernah mereka bela.

"Semoga untuk mengungkap kematian 18 mahasiswa itu kita tak harus menunggu ancaman dari Prancis, Australia atau PBB," tutupnya.

Di sisi lain, Presiden Filipina Benigno Aquino III akan mengajak Presiden Jokowi bertemu hari ini guna membahas Mary Jane. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pertemuan kedua kepala negara akan dilakukan secara singkat di sela acara puncak Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-26 yang dihadiri keduanya pagi ini.

Retno yakin pertemuan tersebut tak akan mengubah keputusan soal hukuman yang dijatuhkan kepada Mary Jane. "Kami menjelaskan situasi di Indonesia darurat kejahatan narkoba, kami jelaskan sistem hukum Indonesia. Kami jelaskan mengenai proses hukum yang semuanya sudah terpenuhi. Jadi kami konsisten," katanya.

Ia meminta seluruh pihak tak menganggap Indonesia melaksanakan eksekusi mati  dengan senang hati. "Indonesia tidak melakukan ini dengan senang hati. Semua masalah penegakan hukum," ujarnya.

Mengenai langkah hukum baru Mary Jane yang mengajukan Peninjauan Kembali  dengan bukti-bukti baru bahwa dirinya merupakan korban perdagangan manusia. Grasi yang diajukan Mary Jane sebelumnya ditolak oleh Presiden Jokowi. Komnas Perempuan kini meminta Jokowi menunggu hasil permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan tim penasihat hukum Mary untuk kedua kalinya.

PK ini memasukkan dimensi perdagangan manusia, poin yang tak ada di PK pertama Mary. Bukti-bukti baru bahwa Mary menjadi korban perdagangan manusia disertakan.

BACA JUGA: