JAKARTA, GRESNEWS.COM – Sejumlah pihak masih memperdebatkan Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) terkait poin mekanisme pemilihan ketua DPR di parlemen. Kubu Jokowi-JK khususnya PDIP sebagai pemenang pemilu legislatif merasa UU tersebut menafikkan suara rakyat. Di sisi lain, UU MD3 dinilai sah diterapkan karena mekanisme yang ditetapkan dalam memilih Ketua DPR dianggap cukup demokratis dengan adanya pemilihan ketua DPR oleh anggota DPR sendiri.

Dosen pascasarjana ilmu politik Universitas Gadjah Mada Saafroedin Bahar menjelaskan Undang-undang (UU) apapun itu merupakan hasil dari negosiasi politik antara DPR dan pemerintah serta negosiasi DPR antar fraksi yang ada di dalamnya. Ia menuturkan periode sebelumnya sudah mencoba sistem yang otomatis pemenang pemilu menjadi ketua DPR dalam hal ini partai Demokrat. "Hal tersebut tidak sepenuhnya juga memenuhi harapan kita," katanya di Gedung DPD, Rabu (20/8) kemarin.

Saafroedin menilai, partai pemenang pemilu belum tentu mempunyai tokoh yang bisa memimpin DPR. Sehingga menurutnya, UU MD3 ini ada baiknya dicoba. Ia menambahkan dengan diterapkannya UU tersebut terbuka kemungkinan tampilnya tokoh yang lebih mumpuni dan tentunya didukung oleh semua anggota DPR. "DPR mencari tokoh yang paling pas untuk memimpin lembaga tinggi negara yang mempunyai kewenangan begitu besar. Jadi bukan jatah. Saya kira baik," katanya menambahkan.

Pada kesempatan yang sama, pengamat hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menilai persoalannya bukan jatah pemenang pemilu atau tidak, tapi soal mekanisme. Ia mengatakan praktik menggunakan jatah pemenang pemilu yang naik menjadi ketua DPR biasanya banyak terdapat di negara-negara yang memang dekat dengan sistem parlementer.

"Poin penting yang harus dikritisi kenapa pemilihan itu hanya terjadi di tingkat DPR dan tidak terjadi di DPRD. Jadi saya mempermasalahkannya disitu, soal konsistensi cara pikir DPR. Kalau dianggap itu baik kenapa tidak dilakukan di DPRD. Saya curiga itu memang bukan untuk kebaikan tapi memang hanya untuk menggagalkan PDIP. Karena kalau mau liat jujurnya di DPRD juga dilakukan hal yang sama," ujarnya.

Sebelumnya Puan Maharani mengatakan, ia sedang memperjuangkan UU MD3 terkait hak pemenang pemilu otomatis menjadi Ketua DPR di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, UU tersebut merupakan kesepakatan sesuai dengan mekanisme pada 2009. Ia menambahkan saat itu Partai Demokrat (PD) menjadi pemenang pemilu, PDIP mendukung PD karena menurutnya suara rakyat diberikan pada partai tersebut.

"Jadi kami melihat bahwa itu sebuah perwakilan dari suara rakyat yang ada di DPR MPR dan kemudian mempunyai hak untuk menjadi ketua DPR di lembaga legislatif," ujarnya di gedung DPR, kemarin (19/8).

Puan menambahkan jika terjadi perubahan dari kesepakatan tersebut, menurutnya perlu dipikirkan hak rakyat yang suaranya digantikan oleh suara anggota DPR di parlemen. Ia menilai untuk apa ada pemilu jika hak-hak di DPR digergaji oleh teman-teman DPR sendiri. "Jadi siap tidak siap yang penting bagaimana sinergi antara eksekutif dan legislatif memperkuat sistem presidensial yang akan datang," jelasnya.

BACA JUGA: