JAKARTA, GRESNEWS.COM – Konflik Internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) semakin meruncing setelah diadakannya rapat pimpinan nasional (Rapimnas) yang memberhentikan Ketua Umumnya Suryadharma Ali (SDA). Alasan pemberhentian tersebut dikarenakan Suryadharma secara sepihak dianggap mendukung Prabowo Subianto dari partai Gerindra dengan hadir pada kampanye Gerindra sebelum pemilu legislatif.

Di sisi lain, Suryadharma menilai keputusan tersebut ilegal karena pemberhentian ketua umum harus melalui muktamar luar biasa. Hingga kini internal PPP memiliki dua struktur kepengurusan yaitu kubu Suryadharma dan kubu Emron Pangkapi yang ditunjuk menjadi pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PPP.

Pengamat politik UIN, Gun Gun Heryanto menilai konflik tersebut sangat tidak menguntungkan baik bagi PPP sendiri maupun buat capres yang didukungnya dalam hal ini Prabowo. Lantaran para pemilih PPP bisa mengalami penurunan tingkat kepercayaan para partai berlambang Ka´bah ini.

"Kalau diinternal sendiri terjadi konflik akan berpengaruh pada basis pemenangan PPP di konstituen, dan berarti mesin partai tidak bekerja efektif karena mengurusi konflik,” ujarnya pada Gresnews.com, (Minggu, 20/4).

Gun Gun menambahkan Suryadharma memang sudah mendeklarasikan untuk berkoalisi dengan Gerindra. Masalahnya apakah dukungan PPP ke Gerindra bisa menjadi solid atau tidak. Seandainya dukungan tersebut tidak solid, Gun Gun melihat dukungan tersebut hanya simbolik dan formalistik. "Secara substantif agak susah kemudian mengarahkan suara PPP pada Prabowo kalau ada konflik," katanya.

Sementara itu, pengamat politik dari pusat kajian politik (Puskapol) Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani mengatakan PPP terancam tak dapat mengajukan atau mendukung capres dan masuk ke dalam koalisi bila tak menyelesaikan konfliknya. Sebab untuk pendaftaran capres dan cawapres, parpol yang mengusung harus menyertakan surat rekomendasi.

Nah masalahnya surat rekomendasi itu adalah surat yang diteken oleh Ketua Umum dan Sekjen DPP PPP, dalam hal ini Suryadharma dan Romahurmuziy alias Romy yang posisinya saling bersebrangan. Surat itu ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP PPP yang susunan kepengurusannya terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Jadi kalau partai politik yang ada tidak sesuai dengan struktur yang ada di KPU ketika mereka mendaftarkan diri, mereka bisa tidak diakui," ujarnya.

Lebih lanjut, Sri berpendapat persoalan dualisme kepemimpinan dan kepengurusan ganda juga harus diselesaikan sebelum masa pendaftaran capres dimulai. Menurutnya, KPU akan kesulitan memverifikasi sehingga secara formal PPP ada potensi tidak bisa mengusulkan capres. "Partai lain tidak akan mengajak (koalisi) kalau internalnya belum beres," katanya pada Gresnews.com, Minggu(20/4).

Terkait penyelesaian konflik internal di tubuh PPP, Sri mengatakan semua harus mengacu pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai. Kalau AD/ART ditafsirkan berbeda oleh kedua pihak perlua ada penengah dalam hal ini adalah Majelis Pertimbangan PPP. Majelis pertimbangan PPP ini posisinya di atas DPP sehingga dapat memanggil pihak yang bertikai.

Sependapat dengan Sri, Gun Gun Heryanto menilai masing-masing pihak di internal PPP harus menghormati mekanisme internal partai. Ia mengatakan PPP punya forum rapat pimpinan nasional (Rapimnas) yang seharus membicarakan siapa akan mendukung ke siapa. "Jangan seperti rapimnas tadi malam yang justru bukan membicarakan strategi pasca pileg. Artinya penting agar elit-elitnya duduk bersama,” katanya.

Selain menghormati mekanisme partai, Gun Gun menuturkan para elit yang bertikai juga harus menurunkan ego masing-masing untuk bicara hal yang lebih substansial yakni bicara posisi PPP untuk menjaga soliditas. Karena mereka bukan hanya hidup untuk satu pemilu tapi juga untuk pemilu-pemilu lain.

Saat ditanya mengenai kemungkinan jalur hukum yang ditempuh untuk penyelesaian sengketa internal PPP, Sri mengatakan kemungkinannya kecil kecuali ada gugatan dari salah satu pihak. Ia mencontohkan misalkan satu pihak mengajukan susunan pengurus ke kementerian hukum dan HAM (Kemenkumham). Dari Emron ada pemecatan, lalu dibuat struktur baru. Struktur baru tersebut dilaporkan ke Kemenkumham dan KPU akan merujuk bahwa ada perubahan.

"Nah, kalau sampai kesana, bisa digugat oleh pihak yang satunya, ini bisa jadi kasus hukum ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) untuk memastikan kepengurusan mana yang sah," katanya.

BACA JUGA: