JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat  menolak permintaan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno terkait penundaan jadwal-jadwal Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI. Penolakan DPR itu dilayangkan melalui surat bernomor PW/11640/DPR RI/XI/2014. Surat yang kopinya diperoleh Gresnews itu ditanda tangani oleh Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto dan dikirimkan pada 25 November 2014.

Sebelumnya pada 20 November 2014 Kementerian BUMN menyampaikan surat kepada DPR meminta penundaan jadwal rapat dengar pendapat dengan DPR. Permohonan penundaan itu diduga terkait himbauan presiden melalui Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto yang meminta para menteri dan jajarannya untuk tidak melakukan pertemuan dengan DPR sementara waktu. Larangan itu menyikapi kisruh internal ditubuh DPR dalam pembentukan komisi dan badan kelengkapan dewan.

Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana tugas pemerintah dalam menjalankan negara tidak bisa berhenti dan selalu ada perkembangan yang dinamis. Namun jika Presiden melarang para menteri khususnya Rini Soemarno untuk rapat dengan DPR, maka seluruh pekerjaan negara akan berhenti semua.

Menurutnya pemanggilan rapat dengan Rini Soemarno dikarenakan sudah ada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan di perusahaan BUMN. Misalnya, pembelian listrik dari PT Inalum (Persero) ke PT PLN (Persero). Selain itu terkait panja aset menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak juducial review UU No 17 Tahun 2003.

"Pekerjaan menteri ini kan berkesinambungan, ada pekerjaan dari menteri-menteri yang lalu. Kemudian ada kebijakan yang perlu dipertanyakan segera. Tidak bisa menunggu sampai Januari," kata Azam kepada Gresnews.com, Jakarta, Selasa (26/11).

Azam mengatakan tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang para menteri untuk rapat dengan DPR terkesan tidak mau diawasi DPR. Sebab seluruh fungsi DPR seperti fungsi pengawasan, fungsi budgeting dan fungsi legislasi tidak berjalan. Jika alasan pemerintah karena kurang sempurnanya alat kelengkapan dewan akibat perpecahan kubu Koalisi Merah Putih (KMP) dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), menurutnya hal itu tidak perlu menjadi alasan bagi pemerintah untuk menunda rapat dengan DPR. Sebab, tugas dan fungsi seluruh komisi DPR sudah tidak ada keterkaitan dengan alat kelengkapan dewan.

Dia menambahkan seluruh kesepakatan damai sudah ditandatangani oleh kedua kubu per tanggal 17 November 2014, disisi lain seluruh nama anggota dari KMP dan partai Demokrat sudah masuk ke dalam tiap-tiap komisi. Namun dari kubu KIH masih melum memasukan nama-nama ke masing-masing komisi. "Ya masalahnya negara ini kan tidak bisa berhenti. Kalau mereka (pemerintah) melarang, artinya mereka tidak mau diawasi.  Kita sudah tidak ada urusan dengan alat kelengkapan dewan," kata Azam.

BACA JUGA: