JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur berpotensi diwarnai terpecahnya suara Nahdlatul Ulama, lantara dia warga Nahdliyin yaitu Saifullah Yusuf dan Khofifah Indar Parawansa, menyatakan akan tetap maju mengincar kursi orang nomor satu di Jawa Timur. Khusus Saifullah, pria yang akrab disapa Gus Ipul ini, sudah maju melalui penjaringan bakal calon gubernur Jatim melalui PDIP, Demokrat dan terakhit Partai Golkar.

Gus Ipul bahkan menjadi tokoh yang pertama kali mengambil formulir pendaftaran. "Saya tidak datang sendiri, tapi ditemani oleh Pak Halim selaku Ketua DPW PKB Jawa Timur," kata Saifullah Yusuf disela pengambilan formulir pendaftaran di kantor DPD Partai Golkar Jatim, Jalan A Yani, Surabaya, Senin (7/8).

Dengan pengambilan formulir pendaftaran cagub ini, maka Gus Ipul sudah mengambil formulir pendaftaran bacagub di tiga partai yakni PDIP, Demokrat dan Golkar, dan ketiga partai tersebut adalah orang yang pertama kali mengambil formulir. Sedangkan di PKB, Gus Ipul sudah dipastikan akan diusung.

Bahkan, ketika mendaftar di ketiga partai tersebut, Gus Ipul juga diantar oleh ketua maupun pengurus DPW PKB Jatim. "Ini juga menggarisbawahi, betapa pentingnya kita serius untuk membangun koalisi, untuk membangun suatu kebersamaan dalam rangka menuju (Pilgub Jatim) 2018," tuturnya.

Setelah mengambil formulir pendaftaran bacagub dari Partai Golkar, Gus Ipul yang sekarang ini menjabat Wakil Gubernur Jatim, menyerahkan sepenuhnya proses penjaringan gubernur di Partai Golkar. "Kami datang sendiri dan tidak diwakilkan. Selebihnya kami menghormati mekanisme di internal Partai Golkar," jelas Gus Ipul.

Ketua DPD Partai Golkar Jatim Nyono Suharli membenarkan Gus Ipul adalah orang yang pertama kali mendaftar bacagub di Partai Golkar Jatim. Nyono yang juga Bupati Jombang ini menerangkan, setelah mengambil formulir pendaftaran, maka calon tersebut mengembalikan formulirnya dan mengisinya sesuai persyaratan. Pendaftaran bacagub-bacawagub DPD PG Jatim ini selama 12 hari dan dimulai hari ini sampai 19 Agustus mendatang.

"Beliau memang yang pertama mengambil formulir pendaftaran. Jadi hari ini dibuka, alhamdulillah Gus Ipul sudah mengambil formulir. Nanti dikembalikan formulirnya dan mengisi syarat-syarat yang sudah ditentukan," terang Nyono.

Berbeda dengan Gus Ipul yang sudah mantap, Khofifah justru masih belum melakukan pergerakan pasca peluangnya maju melalui penjaringan di Partai Demokrat tertutup. Khofifah tampaknya ingin bersaing di ajang Pilgub Jatim melawan Gus Ipul sehingga dia seperti menghindar untuk mendaftar di penjaringan bacagub dimana Gus Ipul mendaftar.

Khofifah sendiri kabarnya sudah mengantongi dukungan dari PPP dan juga sudah mendapatkan restu dari Presiden Joko Widodo. PPP menyebut dukungan internal partainya terhadap Khofifah makin kuat.

"Harus kami akui bahwa sejak Khofifah memberikan sinyal untuk maju dalam Pilgub Jatim, maka dukungan di internal PPP kepadanya makin menguat," kata Sekjen PPP, Arsul Sani, ketika dihubungi Minggu (6/8).

Tidak hanya dari internal partai, Arsul menyebut dorongan untuk mendukung Khofifah juga datang dari kyai NU dan tokoh masyarakat lainnya. "Demikian pula banyak kiai-kiai NU dan tokoh masyarakat yang juga meminta PPP agar mengusung Khofifah," kata Arsul.

Namun, hingga saat ini PPP belum menentukan siapa yang akan diusung PPP untuk maju di Pilgub Jatim. Arsul menyebut nantinya sebelum memutuskan siapa yang akan diusung akan meminta pendapat para elemen masyarakat dan alim ulama NU.

"Saat ini ada 2 cagub yang banyak disebut-sebut oleh kalangan internal PPP untuk Jatim, yakni Khofifah dan Gus Ipul. Namun sampai dengan saat ini DPP belum mengambil keputusan final siapa yang akan diusung di antara dua nama," ucap Arsul.

"Sebelum memutuskan DPP PPP akan meminta juga pandangan dari para alim ulama NU dan tokoh-tokoh masyarakat Jatim lainnya sehingga keputusannya tidak hanya mempertimbangkan suara internal saja tetapi elemen masyarakat yang menjadi pemangku kepentingan Jawa Timur," imbuhnya.

HEAD TO HEAD - Kecenderungan Khofifah ingin head to head dengan Gus Ipul terlihat dari keengganannya untuk mendaftar via partai dimana Gus Ipul mendaftar. Hal ini bisa dipahami karena bisa saja Khofifah keburu terjegal di internal parpol sebelum bisa maju. Di pendaftaran via Golkar pun, Khofifah sepertinya tak bakal ikut.

Terkait hal ini, Nyono mengaku tak bisa memastikan. "Saya belum tahu, karena pembukaannya baru dimulai hari ini. Saya belum berkomunikasi (dengan Khofifah)," kata dia. Meski demikian, Nyono optimis Khofifah akan ikut mengambil formulir pendaftaran bacagub ke Golkar. "Insyaallah beliau mengambil," jelasnya.

Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Bangkalan, Mochtar W Oetomo mengatakan, langkah Gus Ipul mendaftar di Golkar seperti ingin menutup langkah Khofifah. "Sepertinya Gus Ipul sadar betul, jika Khofifah cenderung tidak mau mendaftar melalui partai di mana dia (gus Ipul) juga mendaftar," kata Mochtar, Senin (7/8).

Dia menerangkan, Gus Ipul menjadi tokoh yang pertama mendaftar di Partai Golkar. Begitu juga pendaftaran di PDI Perjuangan maupun Partai Demokrat. Dengan strategi tersebut, Gus Ipul ingin menerapkan politik sandera.

"Gus Ipul sengaja mendahului, agar Khofifah kembali kehilangan momentum untuk mendaftar. Dengan kata lain, Gus Ipul menerapkan politik sandera, untuk meminimalisir kemungkinan Khofifah mendapatkan tiket dari partai," ungkapnya.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya UTM, Bangkalan ini menilai, dinamika politik menjelang Pilgub Jatim sepertinya mengalami kebuntuan atau jalan ditempat. Karena, partai politik seolah-olah tersandera dengan dua nama yang harus diusung di Pilgub Jatim 2018 yakni Gus Ipul dan Khofifah.

Menurutnya, Khofifah dan Gus Ipul menjadi ´kiblat´ partai dan seolah-olah menenggelamkan kadindat lain. Bahkan, parpol-parpol, termasuk yang sudah membuka pendaftaran seperti PDIP, Demokrat, dan Golkar, sampai hari ini masih terus menunggu kepastian Khofifah apakah akan maju di Pilgub Jatim.

"Kenyataannya Khofifah sampai saat ini belum menyatakan sikap. Dengan dua kata ´saktinya´ yakni, check sound dan menyamakan frekuensi. Bungkamnya Khofifah dan strategi PDIP yang kerapkali memutuskan kandidat yang diusungnya pada last minute, membuat Pilgub Jatim menjadi monoton, saling sandera dan jalan di tempat," sebut Mochtar.

Agar calon gubernur ´tidak dikuasai´ oleh Gus Ipul dan Khofifah serta agar dinamika menjadi menarik, Mochtar mengatakan diperlukan calon independen. Disinggung mengenai siapa saja calon perseorangan yang dinilai bakal ikut meramaikan tensi Pilgub Jatim 2018, Mochtar yang juga Direktur Surabaya Survey Center (SSC) ini, mengatakan nama yang layak maju seperti La Nyalla M Mattalitti.

"Agar Pilgub Jatim ini berjalan tidak monoton, maka harus ada yang berani deklarasi sebagai calon independen atau dari jalur perseorangan. (La Nyalla) dia sebagai Ketua Kadin (Kamar dagang dan industri) Jawa Timur. Pernah menjabat Ketua Umum PSSI. Juga masih aktif sebagai Ketua Umum MPW pemuda Pancasila. Tentu modal ini cukup kuat bagi la Nyalla untuk maju dari jalur perseorangan," bebernya.

Selain La Nyalla, ada tokoh lainnya seperti Hasan Aminuddin, anggota DPR RI dari Partai NasDem dan pernah menjabat Bupati Probolinggo selama dua periode. "Pak Hasan jika maju lewat jalur perseorangan sangat terbuka. Karena Partai NasDem tempatnya bernaung hanya memiliki 4 kursi di DPRD Jatim," tambah Mochtar.

Melihat kekuatan yang dimiliki Hasan Aminuddin, potensi maju melalui jalur independen akan sangat terbuka. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi oleh Hasan. "Asalkan, pasangan Pak Hasan berasal dari wilayah Mataraman, dan dari kelompok nasionalis, baik dari tokoh politik atau tokoh kultural," terangnya sambil menambahkan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik saat ini mulai menurun.

Selain kedua nama tersebut, tokoh yang memiliki kans maju melalui jalur independen seperti Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Bupati Trenggalek Emil Dardak. "Pak Anas selama ini dikenal sebagai tokoh muda Nahdlatul Ulama di Banyuwangi, dan memiliki basis kekuatan mulai dari para ualam hingga simpatisan NU di Banyuwangi," ujarnya. "Sedangkan Bupati Emil, akhir-akhir ini memiliki potensi menjadi media darling," tutupnya.

SUARA NU PECAH - Kecenderungan rivalitas yang makin menguat antara Gus Ipul dan Khofifah ini, oleh banyak kalangan dikhawatirkan akan membuat Pilgub Jatim menjadi seperti Pilgub Jakarta, riuh dengan pertentangan dan polarisasi. Mochtar W Oetomo mengatakan, polarisasi dua kutub yang berlawanan mengandung risiko besar melahirkan konflik horizontal di antara pendukung seperti yang terjadi di Jakarta.

"Di Jatim memang kecil kemungkinan terjadi polarisasi politik yang dibumbui isu SARA seperti di Pilgub Jakarta. Tapi dengan rivalitas yang semakin menguat antara Gus Ipul dan Khofifah, jika tidak terkelola dan terkendali dengan baik, bisa saja polarisasi itu justru muncul di akar rumput NU, sebagai basis utama kedua kandidat. Konflik antarsaudara kerapkali justru malah lebih keras dan sulit sembuhnya," jelas Mochtar.

Sebagaimana dirilis beberapa waktu lalu, hasil survei Surabaya Survey Center (SSC) periode Juni 2017 mengungkap bahwa sebagian besar publik Jatim merasa tidak nyaman dan tidak suka jika polarisasi politik seperti yang terjadi pada Pilgub DKI Jakarta terjadi dalam Pilgub Jatim. Sebagian besar masyarakat Jatim menganggap polarisasi demikian hanya akan menciptakan sesuasana permusuhan dan merusak kebersamaan di wilayah Jatim.

Hasil survei SSC menunjukkan bahwa warga Jatim pemilih yang merasa tidak nyaman dengan polarisasi politik ala Pilgub DKI Jakarta sebanyak 83,40%. Sementara yang mengatakan biasa saja sebanyak 4,20%. Dan yang menyatakan nyaman hanya 2,80%. Adapun alasan warga Jawa Timur tidak merasa nyaman karena 1. bisa menciptakan suasana saling permusuhan 45.60%. 2. bisa merusak persatuan dan kebersamaan 38.20%, 3. membuat saling tidak percaya 10.80%, dan 4. membuat rakyat jadi korban kebohongan 5,40%

Data ini mengonfirmasi konflik di Jakarta membuat warga Jawa Timur merasa gerah dan tidak nyaman dengan polarisasi konflik serta menginginkan situasi kondusif . Pesan ini harus bisa ditangkap oleh para kandidat dan penyelenggara pemilu di Jatim.

"Pilgub Jakarta jelas menjadi pembelajaran untuk masyarakat Jatim. Adanya polarisasi konflik tidak membuat suasana menjadi baik dan juga sesuai dengan apa yang selama ini dikehendaki masyarakat Jatim yang rukun damai dan harmonis. Bisa dipahami kalau sebagian besar masyarakat Jatim menolak dan tidak nyaman jika Pilgub Jatim sampai seperti Pilgub Jakarta. Kita harap ada kesadaran kolektif hingga bisa meminimalisir ketegangan dan rivalitas dua kutub berlawanan antara Gus Ipul dan Khofifah yang mungkin saja makin menguat," jelas Mochtar.

Potensi pecahnya suara NU ini juga disadari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Tak heran jika Cak Imin berharap Khofifah bersatu saja agar suara NU tak pecah. "Nggak masalah (Khofifah maju). Yang penting, kita sudah imbau, waktu itu bertempur Khofifah melawan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dua kali, kita dukung Khofifah PKB," kata Muhaimin di The Acacia Hotel, Jakpus, Senin (7/8).

"Sudah saatnya tak perlu pecah lagi, buat apa? Bersatu aja," imbuh Cak Imin.

Meski demikian, Cak Imin menghargai keputusan Khofifah jika jadi bertarung di Pilgub Jatim nanti. Alangkah lebih baiknya jika Khofifah mendampingi Gus Ipul, itu juga kalau Khofifah mau. "Tetap maju itu hak individual. Kalau mau (mendampingi Gus Ipul), tapi kan sudah," sebutnya.

Menurut Cak Imin, Khofifah sudah tak sekuat dulu saat maju dua kali di Pilgub Jatim. Dia telah memperingatkan Khofifah dengan mengajaknya bersatu di Pilgub Jatim 2018. "Pasti (sudah tak sekuat dulu). Makanya saya ingatkan, jangan memaksakan diri, lebih baik bersatu daripada kita nanti pecah dan kalah juga dia. Waktu itu kita dua kali dukung Khofifah," tutur Cak Imin.

Khofifah mengaku sudah punya tiket untuk maju ke Pilgub 2018. Soal deklarasi cagub, Khofifah akan menunggu restu dari Presiden Joko Widodo karena masih menjabat sebagai mensos.

Khofifah juga mengklaim mendapat dukungan dari sejumlah partai politik untuk maju ke Pilgub Jatim 2018. Lalu partai mana saja yang sudah merapat ke Khofifah? "Kalau parpol mana, nanti saja saat yang tepat mengambil keputusan," kata Khofifah. (dtc)

BACA JUGA: