JAKARTA, GRESNEWS.COM - Belum genap setahun perubahan formasi kabinet pemerintahan Jokowi- Kalla, isu reshuffle kabinet kembali berhembus. Ada kabar beberapa menteri akan diganti karena buruknya kinerja mereka. Sejumlah pihak menganggap terlalu kerapnya mereshuffle kabinet akan membuat kinerja tersendat-sendat, karena tak selesainya kerja yang dilakukan para menteri.

Daniel Johan anggota DPR RI dari Fraksi PKB menilai pemerintah tak perlu melakukan reshuffle kembali. Sebab reshuffle sudah dilakukan sebanyak tiga kali. Apalagi, jarak dari reshuffle sebelumnya terhitung belum 1 tahun. Reshuffle hanya  akan membuat kerja beberapa kementerian harus dimulai dari awal lagi. Hal ini ditakutkan akan mengganggu kinerja kabinet karena tidak dapat bekerja secara maksimal.

"Reshuffle jangan terlalu sering kecuali sangat butuh dan benar-benar diperlukan dalam konteks kinerja," ujar Daniel Johan, Selasa, (3/1).

Menurutnya, kabinet yang ada saat ini harus lebih diberikan kesempatan untuk membuktikan kinerjanya. Setidaknya diperlukan waktu sekitar 6 bulan sampai satu tahun untuk dapat menentukan rapor kerja kabinet apakah perlu direshuffle atau tidak. Ia menambahkan bahwasanya dalam menentukan baik buruknya rapor seorang menteri harus benar-benar berdasarkan kinerja, tupoksi dan data, bukan berdasarkan isu yang berkembang di media sosial.

Tetapi, menurut Daniel reshuffle adalah hak prerogatif yang dimiliki presiden. Ia juga mempercayai bahwasanya presiden lebih mengetahui waktu yang tepat apabila ingin melakukan reshuffle. "Sampai sekarang partai koalisi termasuk PKB belum diajak berdiskusi," ujarnya.

Dari kabar yang beredar, ada beberapa kementerian yang kemungkinan besar akan diganti jika reshuffle kembali dilakukan oleh Presiden. Beberapa kementerian itu adalah kementerian Pendidikan, Kementerian agama, dan kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemristekdikti). Menteri kementerian tersebut dianggap gagal dalam meredam aksi Bela Islam atau pun Menteri yang terlalu banyak mengeluarkan kebijakan kontroversial seperti moratorium UN.

ISU GERINDA MASUK PEMERINTAHAN - Selain itu, ada kabar bahwasanya Gerindra sebagai partai oposisi mendapatkan tawaran posisi menteri jika reshuffle terjadi. Pengakuan itu disampaikan Arief puyono selaku Wakil Ketua Umum Partai Gerindra. Menurutnya dirinya mendapatkan informasi A1 dari orang terdekat presiden, bahwasanya Gerindra ditawarkan 4 posisi di dalam pemerintahan yakni Menkopolhukam, Menteri Pertanian, Menteri Tenaga Kerja dan Kepala KSP.

Semua tawaran tersebut menurutnya akan diserahkan kepada Prabowo selaku Ketua umum. Tetapi sikap internal Gerindra sendiri baik dari pengurus maupun kader lebih cenderung untuk tetap berada di luar pemerintahan. Ia juga menegaskan bahwasanya kader di bawah dan loyalis tidak tertarik untuk bergabung dalam pemerintahan sebab akan berpengaruh negatif pada elektabilitas partai dan elektabilitas Prabowo sebagai calon presiden di tahun 2019 nanti.

"Semuanya terserah Ketua Umum, kita sebagai anak buah ikut saja," ungkap Arief, Selasa, (3/1).

Lebih lanjut, ia menyatakan, bahwasanya tahun 2018 sudah memasuki tahun politik dan Partai Gerindra sudah mulai untuk memanaskan mesin-mesin politik yang dimiliki Gerindra untuk menyambut tahun tersebut. Pada 2019 nanti, seluruh kader partai sepakat untuk mencalonkan kembali Prabowo sebagai calon presiden yang nantinya akan bertarung dalam Pemilu Presiden.

Sehingga menurut perhitungannya, masa aktif Pemerintahan Jokowi-JK hanya akan berlangsung selama satu tahun lagi yakni hanya sampai 2018. Selain itu jika Gerindra sepakat masuk ke dalam pemerintahan, Prabowo sebagai Ketua Umum biasanya akan menginformasikan hal ini kepada pengurus pusat Partai Gerindra dan sampai hari ini dirinya mengaku belum mendengar kabar apa pun terkait tawaran untuk bergabung dalam pemerintahan.

"Biasanya melalui mekanisme Rapim dan kemudian Rapim menyerahkan keputusan politik eksternal tertinggi kepada Prabowo," ujarnya.

Diketahui, selama 3 tahun masa kepemimpinannya, Presiden Jokowi telah 2 kali mereshuffle kabinet yang dipimpinnya. Reshuffle pertama terjadi pada bulan Agustus 2015 dan reshuffle ke 2 terjadi pada bulan Juli 2016. Jokowi sendiri beberapa waktu yang lalu telah menyatakan tidak akan mereshuffle kabinetnya dalam waktu dekat ini.

BACA JUGA: