JAKARTA, GRESNEWS.COM - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang sudah disaring oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK belum juga bisa menjalankan proses fit and proper test di Dewan Perwakilan Rakyat. Komisi III DPR masih terus menunda proses uji kelayakan dan kepatutan capim KPK dengan alasan dokumen terkait capim KPK yang diserahkan ke DPR tidak memenuhi persyaratan.

Komisi III DPR mengaku curiga tim pansel yang beranggotakan 9 orang perempuan ini ditunggangi oleh kepentingan tertentu. Senin (23/11) hari ini, Komisi III akan kembali menggelar pertemuan dengan tim pansel untuk menerima kelengkapan dokumen yang diminta.

Sebelumnya, pada Kamis (19/11) Komisi III memang sudah meminta transkrip proses wawancara capim KPK. Namun pansel malah mmemberikan video selama proses seleksi berlangsung.

DPR memang berkeras ingin mengkomparasi alias membandingkan data hasil seleksi tim Pansel dengan penelusuran rekam jejak yang dilakukan Komisi III. Sayangnya, pada hari itu, tim Pansel malah hanya menyerahkan satu lembar laporan perbaikan roadshow di beberapa kota.

"Jika mereka jadi tim pansel maka Komisi III ini wajib memberi tahu bagaimana cara menyusun dokumen yang benar," kata Anggota Komisi III Taufiqulhadi kepada gresnews.com, Minggu (22/11).

Kerja tim Pansel pun berkejaran dengan masa tenggang pemilihan capim KPK hingga Desember nanti. Untuk itu, Komisi III meminta kerjasama yang baik dari tim Pansel. Ia pun mengkritik tim Pansel yang sudah diberikan waktu hingga dua kali namun belum membawa dokumen yang ditentukan.

"Masyarakat jangan anggap kami mengada-ada, nanti malah kami nilai jelek semua di Fit and Proper Test (FTP). Jika pansel dukung maka kami sudah bisa proses langsung dokumen perorangan," katanya.

Untuk itu, Komisi III baru bisa menilai capim KPK secara subjektif saja, sejauh ini belum ada calon yang dianggap luar biasa. Taufiq mengatakan, jika pada hari ini dokumen yang diminta pun belum lengkap, maka Komisi III akan mengambil sikap tak akan melanjutkan proses yang ada.

Menyoal diharuskannya memilih dan menetapkan dalam jangka waktu yang ditentukan, Taufiq berkilah. "Jika kami memgatakan ´mengembalikan´ maka berarti kami memilih, memilih mengembalikan. Jadi silahkan buat perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang), dengan demikian kesepuluhnya akan dikembalikan semua," ujarnya.

Jika itu terjadi, maka semua tahapan pemilihan harus diulangi dari awal. Untuk itu, tim Pansel sangat diharapkan dapat melengkapi dokumen persyaratan di hari Senin. Nantinya, keputusan akan melanjutkan proses atau tidak akan ditetapkan melalui proses pengambilan keputusan, baik pleno ataupun diwakili kapoksi.

Pihak Komisi III memang menegaskan kecurigaan mereka atas hasil seleksi yang dilakukan pansel. Komisi III menilai tim pansel tak independen. Karena itu DPR seolah "menyandera" para capim hasil seleksi pansel sampai persoalan ini jelas.

Taufiqulhadi mengaku, dari dokumen yang diserahkan pansel, dicurigai pansel disetir kelompok tertentu. Itu, kata dia, terlihat dari jadwal roadshow tim pansel di 10 kota, dimana mereka menggandeng hanya dua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) saja.

LSM yang dimaksud ialah Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII). "Ada organisasi tertentu yang bangun agenda dalam pansel, ICW yang dominan. Kami tak mau segelintir orang memaksakan kehendaknya pada DPR," kata Taufiq.

DOKUMEN RAHASIA - Pihak Pansel sendiri terkait dokumen ini beralasan, transkrip hasil proses wawancara belum selesai dibuat. Hanya saja video proses wawancara yang diminta sudah tersedia

Anggota Pansel Yenti Garnasih mengatakan, berkas transkrip wawancara bisa dilengkapi karena memang wawancara itu sendiri bersifat terbuka. "Ya itu tidak sama persepsinya," kata Yenti.

Lebih lanjut, Yenti menyatakan hal-hal adminsitratif berupa berkas-berkas itu tak bisa semuanya diserahkan ke Komisi III DPR, karena dokumen itu rahasia. "Bahkan mereka meminta semuanya. Kita berpikir apakah memang harus diberikan?" kata Yenti.

Dia mencontohkan, dokumen pelacakan rekam jejak dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri hingga data kejiwaan Capim KPK memang dipunyai pansel, bahkan jumlahnya banyak. Namun dokumen itu menurutnya sangat-sangat rahasia.

Sepemahaman Yenti, dokumen itu hanya boleh diketahui Presiden. "Ini juga bukan milik Pansel. Justru itu miliknya Presiden. Karena Pansel hanya kepanjangan tangan Presiden," kata Yenti.

Secara umum, Yenti menilai waktu untuk mempersiapkan berkas yang diperlukan terasa sangat mepet. Seharusnya, Komisi III DPR bisa berkomunikasi dengan Pansel saat tiga bulan masa seleksi Capim KPK saat dulu.

"Kita berkomunikasinya dengan eksekutif, karena Pansel adalah kepanjangan tangan dari Presiden. Bukan berarti kita meninggalkan DPR, namun seharusnya tiga bulan (saat seleksi Capim KPK) dulu adalah waktu untuk komunikasi," tutur Yenti.

Pihak Komisi III sendiri berkeras agar Pansel menyerahkan dokumen yang diminta agar proses seleksi capim KPK bisa diteruskan dan tidak melebihi batas 16 Desember sebagai batas masa jabatan para pelaksana tugas pimpinan KPK.

"Sebetulnya, kalau ini (rapat dengan Pansel) sudah bisa selesai, fit and proper test itu boleh dibilang lewat-lewat saja sudah," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman usai memimpin rapat dengan Pansel Capim KPK di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/11) malam lalu.

Benny menyatakan Komisi III DPR bersikap menyandarkan proses seleksi Capim KPK kepada Pansel. Semua calon hasil proses di Pansel bakal dipercayai Komisi III sebagai hasil kerja terbaik. "Karena kita ini ´rely on´ dengan mereka ini. Apa yang mereka putuskan, ya kita percaya lah," kata politisi Partai Demokrat ini.

Meski begitu, Komisi III perlu menempuh proses-proses yang penting untuk dipastikan, dalam hal ini rapat dengan Pansel yang ditunda untuk ketiga kalinya itu. Berkas-berkas terkait seleksi Capim KPK harus dilengkapi sebagai bekal Komisi III membuat keputusan terbaik.

Benny yakin, proses fit and proper test dan persetujuan capim KPK bakal tak melebihi tenggat waktu 16 Desember nanti. "Ya masih bisa lah. Masih terkejar. Kalau ini (berkas dari Pansel) sudah lengkap, kan tinggal baca dokumen, tinggal kita musyawarah mufakat atau voting," ujar Benny.

Berdasarkan Undang-undang, kata Benny, DPR diwajibkan memilih lima dari 10 nama Capim. Namun kewajiban itu menurutnya berlandaskan pengandaian bahwa semua capim haruslah berspesifikasi sesuai Undang-undang pula.

Sebelumnya dikabarkan, Komisi III DPR berkecenderungan tak akan memilih sampai lima nama capim untuk diserahkan ke Presiden menjadi lima Pimpinan KPK. Namun Benny belum bisa memastikan hal ini.

"Kita belum sampai ke situ. Ada persyaratan, menurut saya orang-orang ini (Capim KPK) mewakili harapan publik juga. Walau demikian, harus tetap diikuti prosesnya. Mudah-mudahan cepat selesai," tandasnya.

UPAYA PELEMAHAN KPK - Sikap DPR yang terus mengulur waktu proses fit and proper test pimpinan KPK ini dicurigai sebagai salah satu bentuk upaya pelemahan KPK. Peneliti Hukum dari Indonesia Corruption Watch Lalola Easter menyatakan, para anggota dewan tak paham UU KPK lantaran mempertanyakan hal yang tidak diatur dalam regulasi lembaga antirusuah tersebut.

"Jangan-jangan penundaan ini sebagai daya tawar untuk memasukan kembali RUU KPK ke dalam Program Legislasi Nasional," katanya di kantor ICW, Kalibata, Minggu (22/11).

Lola mengatakan, Komisi III DPR sengaja mencari alasan seperti tidak adanya wakil dari kejaksaan sebagai alasan menunda fit and proper test. Pasalnya soal ketiadaan wakil kejaksaan di pimpinan KPK juga tidak diatur dalam UU KPK.

Merunut pada pimpinan KPK sebelumnya, urusan penuntutan tak diserahkan kepada kejaksaan. "Era Pak Antasari yang pegang penuntutan Chandra Hamzah. Era Abraham Samad yang memegang Bambang Widjojanto, mereka bukan dari unsur kejaksaan," katanya.

"Kita patut kritisi kenapa komisi III itu masih meributkan hasil seleksi Pansel padahal logikanya adalah Pansel bertanggungjawab kepada presiden bukan kepada DPR RI. Kalau DPR mau melakukan pemanggilan harusnya dia memanggil presiden. Tugas Pansel sebenarnya sudah selesai sejak namanya diserahkan kepada Presiden Jokowi," kata Lola.

Menurutnya, terlepas dari rekam jejak calon yang mungkin dirasa kurang representatif, harusnya DPR dapat menguji dan menggali capim melalui uji kompetensi dan uji kelayakan. Bukan kemudian memanggil Pansel KPK untuk menjelaskan hal itu. Kalau memang DPR punya keraguan soal calon itu harusnya DPR yang melakukan kroscek.

"Kami merasa 8 calon ini susah selesai, artinya seleksi itu sudah berlangsung rekam jejaknya belum tentu terbaik tapi saya rasa saat ini bukan saat yang tepat untuk berdebat calon-calon ini sudah mumpuni apa belum karema kita terbentur waktu karena mepet. Kalau belum terpilih 5 pemimpin KPK sampai 16 Desember maka akan mengganggu kerja KPK sebagai lembaga," kata Lola.

Sementara itu Erwin Natosmal Umar dari Indonesian Legal Roundtable menilai waktu yang tinggal sedikit ini membuat pemilihan calon pimpinan KPK menjadi tidak maksimal. Bisa jadi, nanti presiden akan mengeluarkan Perppu untuk memilih siapa saja yang disukai untuk menjadi pimpinan KPK.

"Implikasinya bisa jadi presiden terbitkan perpu yang subjektif. Jadi presiden bisa pilih calon sesuai selera. Kayak kriminalisadi pimpinan KPK. Orang yang enggak jelas rekam jejaknya jadi pimpinan sementara. Ada curiga DPR menggiring kayak gini," ujar Erwin.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mendesak DPR RI segera menentukan lima pimpinan KPK. Penundaan uji kelayakan dapat menghambat pemberantasan korupsi. "Muhammadiyah mengimbau dewan segera memilih pimpinan KPK yang baru," ujarnya Haedar usai acara launching pembangunan sekolah Muhammadiyah 3 di Jalan Cimuncang, Kota Bandung, Minggu (22/11).

Ia menilai saat ini pemberantasan korupsi di Indonesia terjadi pelambatan dan mengalami stagnan. Terlebih dengan adanya revisi KPK. "Tidak perlu lagi ada revisi lagi. Kalaupun toh ada kekurangan, itu bukan sesuatu yang prinsip," kata Haedar. (dtc)

BACA JUGA: