JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah melalui Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memastikan akan melanjutkan proyek reklamasi Pulau G di Utara Jakarta. Pernyataan itu disampaikan Luhut usai rapat bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemda DKI Jakarta, Selasa (13/9).

Menurut Luhut, keputusan pemerintah melanjutkan pembangunan reklamasi Pulau G telah melalui kajian yang komprehenshif. Ia menegaskan ketakutan yang selama ini muncul akan dampak reklamasi Pulau G, telah diperhitungkan dan diantisipasi. Diantaranya  dengan menyiapkan rumah susun (rusun) bagi sekitar 12 ribu nelayan di Teluk Jakarta.

Namun langkah pemerintah ini dinilai pakar hukum tata negara Muhammad Rullyandi melanggar hukum. Pasalnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 31 Mei 2016 telah memutuskan membatalkan izin reklamasi Pulau G. Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 tahun 2014 tentang izin pelaksanaan pulau reklamasi yang diberikan kepada PT Muara Wisesa Samudera tertanggal 23 Desember 2014 dinyatakan batal demi hukum.

Rullyandi mengatakan langkah pemerintah melanjutkan reklamasi Pulau G merupakan perbuatan melawan hukum. Ia menyebut  langkah Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan tidak taat pada putusan Tata Usaha Negara.

"Yang termasuk perbuatan melawan hukum oleh pemerintah (Onrechtmatige overheids daad) tentu dapat digugat secara perdata," kata Rullyandi kepada gresnews.com, Rabu (14/9).

Lebih jauh Rully mengatakan, kalau ada putusan penundaan dalam putusan hakim PTUN, tidak bisa diambil langkah apa pun terkait Pulau G. Karena dalam putusan penundaan pun, hakim PTUN menyatakan melarang membuat tindakan administratif apa pun terkait izin reklamasi.

Namun pada kenyataannya, Menko Luhut menyatakan akan melanjutkan proyek reklamasi pulau G. Alasannya tidak ada prosedur yang dilanggar dalam pembangunan reklamasi Pulau G.

"Kalau suatu putusan TUN itu amarnya menyatakan ada penundaan pelaksanaan, maka yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi objek sengketa TUN tersebut," ujar Rully.

Rullyandi menjelaskan, langkah pemerintah yang melanjutkan kegiatan reklamasi merupakan kesewenang-wenangan tanpa memperhitungkan kepentingan publik. Kalau tetap dilaksanakan tanpa menghormati putusan tersebut, menurut Rully, berpotensi merugikan kepentingan publik secara materiil.

MINTA PTUN SURATI LUHUT DAN AHOK - Sementara itu menanggapi ngototnya pemerintah melanjutkan proyek reklamasi Pulau G,  Kuasa hukum Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Tigor Gemdita Hutapea selaku penggugat Pulau G ke PTUN Jakarta mengaku kecewa dengan langkah yang ditempuh oleh Menko Maritim Luhut  Binsar Panjaitan.

Padahal saat Menko Maritim dijabat Rizal Ramli, proyek reklamasi Pulau G diputuskan untuk dihentikan secara permanen. Rizal beralasan bahwa reklamasi Pulau G berpotensi membahayakan masyarakat.

Karena alasan itu, pihak Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta akan mengadukan kepada PTUN terkait tidak dijalankannya putusan pengadilan PTUN. "Kita akan minta PTUN menyurati Luhut dan Gubernur untuk menjalankan putusan," kata Tigor kepada gresnews.com melalui pesan singkatnya, Rabu (14/9).

Tigor mengatakan sampai hari ini, Rabu (14/9), hakim Pengadilan Tinggi TUN Jakarta belum memutuskan memori banding yang diajukan oleh Pemerintah Provinsi Jakarta selaku tergugat dalam perkara gugatan Pulau G. Sementara putusan penundaan PTUN menyatakan bahwa tak bisa diambil langkah administratif sebelum adanya keputusan yang berkekuatan hukum tetap.

Lebih lanjut, Tigor mempertanyakan alasan pemerintah yang mengklaim telah mengantisipasi dampak sosial bagi nelayan. Padahal sampai pada keputusan akan melanjutkan reklamasi Pulau G, masyarakat tak pernah diajak berbicara.

"Nelayan sama sekali tidak pernah diajak bicara soal kelanjutan reklamasi. Masyarakat tak pernah dilibatkan terkait kepentingannya," ungkapnya.

Rencana merelokasi nelayan menurut  Tigor, tidak akan menyelesaikan persoalan sosial. Pasalnya, nelayan membutuhkan area tangkapan di laut yang tetap terjaga,  bukan rusun seperti dijanjikan Menko Kemaritiman.

"Jelas itu bukan solusi yang baik. Nelayan itu butuh laut bukan rusun," kata Tigor.

Tigor menuding ada sesuatu yang sedang ditutupi oleh pemerintah, terkait keputusan yang dinilainya hanya mementingkan kepentingan bisnis. Sebab telah berkali-kali pihaknya meminta dokumen terkait reklamasi, namun tak pernah dikabulkan.

BACA JUGA: