JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menilai pengerjaan proyek listrik 35 ribu Megawatt tidak semua dapat diselesaikan pada 2019. Menko Maritim Luhut Pandjaitan mengatakan di tahun 2019 proyek yang rampung baru mencapai 23.000 MW yang sudah beroperasi secara komersial. Sementara sisanya bisa diselesaikan pada 2020.

"‎Saya kira kalau 23.000 MW bisa COD 2019 sudah bagus. Sisanya 12.000 MW atau 10.000 MW itu financial closing sudah. Terus underconstruction, selesai 2020 sudah oke. Karena 2020 kita mulai lagi penambahan kira-kira 8.000 MW yang baru‎," kata Luhut di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (8/9).

Untuk mempercepat proyek ini, Luhut juga meminta agar PT PLN (Persero) mempercepat pengerjaan proyek kelistrikan 35.000 Megawatt (MW). Dia menilai, pengerjaan proyek masih terlalu lama. Sejauh ini, proyek yang sudah rampung adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Dual Fuel Gorontalo kapasitas 100 MW.

Pengerjaan proyek itu termasuk cepat, yaitu kurang dari enam bulan. Dalam program 35.000 MW, Sulawesi secara keseluruhan akan mendapatkan alokasi pembangkit dengan total kapasitas mencapai 3.470 MW yang tersebar di Sulawesi dan pulau-pulau kecil sekitarnya.

Terkait proyek ini, Presiden Joko Widodo juga sudah memberikan 5 instruksi. Pertama, Jokowi menginstruksikan kepada Menteri ESDM sebagai regulator, PLN, dan juga menteri BUMN untuk memberikan kesempatan sebanyak mungkin sebesar mungkin ruang itu kepada pengusaha lokal atau nasional.

Kedua, prinsipnya yang dibeli oleh PLN dalam hal ini representasi dari perusahaan milik negara yang dibeli adalah listriknya bukan pabrik listrik. Yang dibeli oleh PLN adalah KWH. Ketiga, PLN diminta untuk konsentrasi pembangkit 10.000 MW, sedangkan yang 25.000 MW IPP (Independent Power Producer/swasta).

Keempat, kepada regulator dan juga kepada Menteri BUMN dan PLN diminta untuk menggalakkan dan mengembangkan mikrohidro atau juga power hydro karena ini memberikan kesempatan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat terutama di daerah yang memungkinkan potensi power hidro atau mikrohidronya bisa dikembangkan.

Kelima, memang ada double counting pada saat BPK melaporkan ada persoalan dalam sistem akuntansi yang sekarang ini digunakan yang disebut ISAK 8. Sistem akuntansi itu menyebabkan ada dua kali perhitungan sehingga ini bisa menimbulkan problem di kemudian hari. Pemerintah mengharapkan OJK mengkaji sistem yang baru Apakah sistem ISAK 8 ini juga harus diterapkan kepada PLN.

Meski pemerintah berupaya mengebut pengerjaan proyek listrik 35.000 MW, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Mohammad Reza Hafiz pesimistis proyek ini bakal kelar tepat waktu. Dia menilai, proyek listrik 35 ribu MW terkesan dipaksakan untuk diselesaikan pada 2019.

"Saya agak pesimis 100 persen dapat terealisasi di 2019. saya coba lihat dari sisi makro ya, 35 ribu MW itu didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi selama lima tahun rata-rata 6-7 persen, sehingga bisa membangun sebanyak 7 ribu MW per tahun," kata Reza kepada gresnews.com, Minggu (11/9).

Masalahnya, realisasi pertumbuhan Indonesia saat ini hanya di kisaran 4,8-5,1 persen. Paling optimis, kata Reza, di 2019 tumbuh di kisaran 6 persen. Dengan asumsi ini, dia menghitung, secara realistis pemerintah hanya akan mampu membangun sebesar 4 ribu MW per tahun. "Jadi di 2019 paling 20 ribu MW. Itu sudah optimis, masih bisa kurang dari itu," jelasnya.

Dia mengatakan, target pemerintah dalam proyek ini seharusya lebih realistis dan jangan terlalu memaksakan, sehingga beban PLN tidak semakin berat dan menjadi tidak fokus. "Apalagi kalau dalam pengadaan tender dan operasionalnya ada intervensi pihak lain jadi nambah ruwet," tegasnya.

BANYAK HAMBATAN - Reza mengatakan, Indonesia punya pengalaman proyek 10 ribu MW selama 10 tahun di era SBY yang tidak kelar 100 persen. Nah, saat ini tanda-tanda proyek 35.000 MW bakal sulit terlaksana, mulai tampak. Untuk realisasi pembangkit yang terbangun misalnya, belum sampai lima persen. Padahal sudah dua tahun pemerintahan Jokowi-JK berjalan.

"Contoh kasusnya bisa dilihat dari kasus PLTU Jawa 5 yang total berdaya 2 ribu MW batal lelang. Saya belum dapat informasi itu kenapa tiba-tiba batal lelang, ada lagi masalah pembebasan lahan," ujarnya.

Selain itu, ada beberapa aturan PLN pada tataran teknis mengenai pengembangan pembangkit Energi Baru Terbarukan yang mungkin bertentangan dengan peraturan Menteri ESDM. "Kondisi seperti itu sangat menghambat. Terakhir mungkin harus ada audit dari BPK, terkait progres proyek 35 ribu MW ini segera mungkin biar tidak ada peyelewengan terlalu jauh," tegasnya .

Pada kesempatan terpisah, Peneliti Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Bustomi Menggugat mengatakan, target pemerintah dalam proyek listrik 35 ribu MW hanya akan menimbulkan polemik baru, karena dari awal megaproyek prestisius itu banyak yang menyangsikan akan sukses.

"Jadi apa yang disampaikan Menko Maritim dan Plt Menteri ESDM Luhut Pandjaitan adalah bentuk pengakuan terbuka Pemerintah soal ketidakrealistisan proyek tersebut yang selama ini dikritik banyak pihak," kata Bustomi kepada gresnews.com, Minggu (11/9).

Sebelumnya, Dirut PLN Sofyan Basir sendiri mengakui memang banyak masalah dalam realisasi proyek listrik 35.000 MW. Terkait pembatalan lelang PLTU Jawa 5, Sofyan menyatakan bahwa pembatalan dilakukan karena ada hal-hal yang tidak sesuai secara prosedural dan prinsip Good Corporate Governance (GCG). "Ada beberapa hal yang tidak duduk secara prosedur dan GCG. Rapat direksi PLN yang memutuskan," katanya beberapa waktu lalu.

Pembatalan ini memang mengundang tanda tanya mengingat PLTU Jawa 5 memiliki daya yang besar yaitu 2x1000 MW, setara dengan PLTU Batang. Sebenarnya lelang sudah mencapai tahap akhir, tinggal tersisa 2 calon dan PLN tinggal menunjuk pemenang. Tapi PLN membatalkan lelang pengadaan tersebut.

Sofyan enggan merinci dasar keputusan direksi PLN, dia hanya menekankan bahwa keputusan ini diambil demi kepentingan PLN dan masyarakat. "Ada hal-hal yang tidak duduk, maka demi PLN dan masyarakat lelang ditunda," ucapnya.

Dia menambahkan, keputusan final hasil lelang ada di tangan korporasi. Seleksi dan penilaian dalam lelang PLTU Jawa 5 yang dilakukan oleh konsultan dan tim independen belum menjadi keputusan korporasi.

Secara hukum, PLN pun memiliki hak untuk membatalkan hasil lelang. Pihaknya pun telah menjelaskan alasan di balik pembatalan ini kepada pemerintah melalui Kementerian ESDM, jadi bukan pembatalan yang tanpa alasan dan penjelasan. "Kami membatalkan secara sah, ada dasar hukumnya, itu bukan sesuatu yang sakral," tandasnya.

Luhut sendiri mengakui adanya kendala dalam realisasi proyek ini. Misalnya, masih banyaknya kendala terkait pembebasan lahan dan lokasi proyek sehingga membutuhkan waktu yang panjang. "Ini kan bisnis yang berjalan, jadi memang masih membutuhkan proses untuk perjalannya," ujarnya.

Meski begitu, kata Luhut, pemerintah optimis proyek ini akan berjalan dengan baik. Target 23.000 MW pada 2019 menurut dia sudah sangat bagus. Sisanya akan dikebut agar dapat diselesaikan pada tahun 2020. (dtc)

BACA JUGA: