JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertekad mengajukan gugatan Pasal 9A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. KPU menilai Pasal 9A UU Pilkada  telah memangkas wewenang lembaganya sebagai institusi yang diberi kewenangan menyelenggarakan Pilkada secara independen, tanpa intervensi lembaga lain.

Komisioner KPU Ida Budhiati mengaku sedang menyiapkan draft gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). KPU akan menguji materi Pasal 9A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dinilai akan memengaruhi kemandirian KPU.

"Draft sedang disusun berdasarkan ketentuan MK," kata Ida beberapa waktu lalu.

Ida juga mengatakan, dari sisi legal standing, KPU merupakan lembaga negara yang juga diberi ruang untuk mengajukan gugatan ke MK. Alasan lainnya, kemandirian KPU akan tercederai jika KPU terus tunduk pada instansi lain dalam membuat aturan.

Atas dasar itu, KPU melihat Pasal 9a akan mengganggu independensi KPU sebagai penyelenggara pemilu. KPU menganggap, kewenangannya dalam menyusun aturan teknis pelaksanaan pilkada sarat dengan intervensi politik. Alasan itu, lantaran pasal tersebut mengharuskan KPU melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR saat menyusun Peraturan KPU yang putusannya mengikat.

Pasal 9A berbunyi, menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat.

Melihat langkah KPU yang akan mengajukan uji materi pasal 9A itu, pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menyarankan agar KPU  berpikir jernih sebelum mengajukan gugatan. Ray melihat ada potensi kekacauan jika KPU memaksakan  diri mengajukan judicial review.

"Sebaiknya dipikirkan secara matang. Langkah gegabah berpotensi akan menimbulkan berbagai hal terlewatkan. Khususnya terlihat dengan kewajiban KPU menyelenggarakan pilkada serentak 2017," ujar Ray kepada gresnews.com, Jumat (15/7) .

Ray menambahkan, gugatan KPU ke Mahkamah Konstitusi akan mengundang potensi kekacauan dalam lembaga negara. Secara konstitusi, KPU merupakan institusi pelaksana undang-undang. Bagaimana jadinya jika institusi negara sibuk mempersoalkan bunyi undang-undang.

"Tak terbayang kelak kalau polisi menguji UU Kepolisian, TNI menguji UU Pertahanan. Akibatnya tidak ada tertib institusi dan laku bernegara," kata Ray.

Selain itu, Ray mengkhawatirkan gugatan itu akan berdampak pada pelaksanaan Pilkada yang sudah di depan mata. Pasalnya, pada 6 Juli 2016 telah masuk tahapan penyerahan dukungan perseorangan tingkat Kabupaten Kota. Serta pada Minggu pertama Agustus tahapan penyerahan dukungan calon perseorangan tingkat provinsi sudah dimulai.

"Tentu dua tahapan ini sudah harus ada PKPU yang jelas sebagai dasar untuk menerima, memproses dan memverifikasi bukti dukungan," terang Ray.

Ray tak menampik adanya upaya pelemahan terhadap KPU melalui Pasal 9A. Namun begitu, dia menghimbau agar KPU juga realistis mengingat waktu yang ada sangat tidak memungkinkan.

Ray melihat dari pasal tersebut,  DPR telah mengorbankan kemandirian KPU dan saat yang sama menurunkan kewenangan mereka dari pembuat UU menjadi pembuat aturan di bawah UU hanya sekedar dapat mengontrol KPU. "Jelas ini adalah ironi," ungkap mantan aktivis 1998 ini.

Dia juga memberi solusi,  dalam waktu dekat perlu memastikan jenis Paraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang perlu di-RDP-kan dengan DPR. Kemudian, memastikan apakah RDP tersebut cukup pada pembahasan uji publik RPKPU saja. "Dua hal ini jauh lebih praktis," sarannya.

GUGATAN TAK GANGGU TAHAPAN - Pandangan berbeda diungkap Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Titi justru mendorong KPU mengajukan gugatan ke MK terkait pendegradasian wewenang KPU.

Titi menganggap KPU perlu menunjukkan konsistensinya untuk menjaga KPU agar tidak diintervensi oleh lembaga lainnya. "Langkah yang tepat dan menunjukkan sikap konsisten KPU dalam menjaga kemandirian sebagai penyelenggara pemilu," ujar Titi kepada gresnews.com, Jumat (15/7).

Lebih lanjut Titi meyakinkan, gugatan KPU tidak akan mempengaruhi tahapan pilkada yang akan diselenggarakan 2017 mendatang. Meskipun tahapan akan segera dimulai, proses gugatan bisa berjalan beriringan dengan penyusunan PKPU.

Baik PKPU maupun gugatan judicial review, keduanya merupakan hal yang tak perlu dipertentangkan. "Tidak akan berdampak. Proses uji materi berjalan terus dan tidak akan mengganggu penyusunan PKPU. Kan PKPU tetap bisa berlanjut proses pembahasannya," tutur Titi.

BACA JUGA: